PP 50/2022

Dasar Penagihan, Ini Contoh Pajak yang Seharusnya Tidak Dikembalikan

Redaksi DDTCNews | Senin, 10 April 2023 | 11:45 WIB
Dasar Penagihan, Ini Contoh Pajak yang Seharusnya Tidak Dikembalikan

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Sesuai dengan ketentuan Pasal 45 PP 50/2022, ada beberapa dasar penagihan pajak.

Adapun beberapa dasar penagihan pajak itu berupa surat ketetapan pajak kurang bayar, surat keputusan persetujuan bersama, surat keputusan keberatan, putusan banding, serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

“Dalam pengertian jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah termasuk jumlah sanksi administratif berupa bunga, denda, atau kenaikan,” bunyi bagian Penjelasan Pasal 45 ayat (1) PP 50/2022, dikutip pada Senin (10/4/2023).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Adapun sesuai dengan ketentuan pada Pasal 45 ayat (2) PP tersebut, termasuk jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah adalah pajak yang seharusnya tidak dikembalikan. Bagian penjelasan pasal tersebut memuat 2 contoh sebagai berikut.

Contoh 1.

Terhadap wajib pajak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) senilai Rp80 juta. Atas SKPKB tersebut, bagian yang disetujui oleh wajib pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah senilai Rp50 juta.

Wajib pajak mengajukan keberatan dengan terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Keputusan keberatan dengan keputusan yang menyatakan bahwa SKPKB menjadi senilai Rp70 juta.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Terhadap keputusan keberatan, wajib pajak mengajukan permohonan banding. Putusan banding menyatakan jumlah yang masih harus dibayar dalam SKPKB menjadi senilai Rp40 juta.

Berdasarkan putusan banding tersebut direktur jenderal pajak mengembalikan kelebihan pembayaran pajak senilai Rp10 juta, yakni pembayaran sebelum mengajukan keberatan dikurangi dengan jumlah yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.

Terhadap putusan banding tersebut, direktur jenderal Pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Putusan Peninjauan Kembali menyatakan jumlah yang masih harus dibayar dalam SKPKB menjadi senilai Rp70 juta.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Berdasarkan pada putusan peninjauan kembali, jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak adalah senilai Rp30 juta. Nilai itu terdiri atas jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan peninjauan kembali dikurangi dengan pajak yang telah dilunasi sebelum mengajukan keberatan (Rp70 juta - Rp50 juta = Rp20 juta) dan ditambah dengan pajak yang seharusnya tidak dikembalikan berdasarkan putusan banding (Rp50 juta - Rp40 juta = Rp10 juta).

Contoh 2.

Wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh dengan menyatakan lebih bayar senilai Rp90 juta. Atas SPT tersebut dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) senilai Rp10 juta.

Atas SKPLB tersebut, wajib pajak mengajukan keberatan dengan keputusan yang menyatakan SKPLB tetap senilai Rp10 juta.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Wajib pajak mengajukan permohonan banding. Putusan banding menyatakan SKPLB menjadi senilai Rp80 juta. Berdasarkan pada putusan banding, direktur jenderal pajak mengembalikan kelebihan pembayaran pajak senilai Rp70 juta yang dihitung dari jumlah lebih bayar berdasarkan putusan banding Rp80 juta dikurangi jumlah yang sudah dikembalikan berdasarkan SKPLB senilai Rp10 juta.

Berdasarkan pada putusan banding, direktur jenderal pajak mengajukan permohonan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Putusan peninjauan kembali menyatakan jumlah kelebihan pembayaran pajak dalam SKPLB menjadi senilai Rp10 juta.

Berdasarkan putusan peninjauan kembali, wajib pajak ditagih sebesar jumlah pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, yaitu senilai Rp70 juta. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja