Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kehadiran coretax administration system memungkinkan Ditjen Pajak (DJP) untuk melakukan aktivasi kembali secara otomatis atas wajib pajak yang sebelumnya berstatus nonefektif.
Aktivasi secara otomatis dilakukan dalam hal wajib pajak melakukan pelaporan pajak, wajib pajak melakukan pembayaran pajak, terdapat bukti potong atau faktur dengan DPP Rp72 juta, atau wajib pajak mengajukan layanan tertentu.
"Terdapat tiga cara proses aktivasi kembali wajib pajak: permohonan pengaktifan kembali status wajib pajak; diaktifkan secara jabatan oleh petugas pajak; atau otomatis: lapor, bayar, terdapat bukti potong atau faktur (batasan DPP 72 juta), atau mengajukan layanan tertentu," tulis DJP dalam FAQ simulator coretax, dikutip Senin (30/9/2024).
Saat ini, penetapan wajib pajak nonefektif dan dan pengaktifan kembali wajib nonefektif diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2020. Secara umum, saat ini KPP dapat mereaktivasi wajib pajak nonefektif berdasarkan permohonan wajib pajak atau secara jabatan.
Permohonan pengaktifan kembali wajib pajak nonefektif disampaikan dengan melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan wajib pajak tidak memenuhi kriteria wajib pajak nonefektif pada Pasal 24 PER-04/PJ/2020.
KPP dapat melakukan reaktivasi wajib pajak nonefektif secara jabatan dengan menerbitkan surat pemberitahuan pengaktifan kembali wajib pajak nonefektif bila terdapat data dan informasi yang menunjukkan wajib pajak tidak lagi memenuhi kriteria Pasal 24 PER-04/PJ/2020.
Data dan informasi dimaksud meliputi:
Adapun kriteria wajib pajak nonefektif berdasarkan Pasal 24 PER-04/PJ/2020 antara lain, pertama, wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Kedua, wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP.
Ketiga, wajib pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada bagian kedua tersebut, yang memiliki NPWP untuk digunakan sebagai syarat administratif untuk memperoleh pekerjaan atau membuka rekening keuangan.
Keempat, wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang telah dibuktikan menjadi SPLN sesuai dengan peraturan perpajakan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
Kelima, wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan. Keenam, wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT dan/atau tidak ada transaksi pembayaran pajak baik melalui pembayaran sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain, selama 2 tahun berturut-turut.
Ketujuh, wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan mengenai kelengkapan dokumen pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (7) PER-04/PJ/2020.
Kedelapan, wajib pajak yang tidak diketahui alamatnya berdasarkan penelitian lapangan. Kesembilan, wajib pajak yang diterbitkan NPWP cabang secara jabatan dalam rangka penerbitan SKPKB PPN atas kegiatan membangun sendiri.
Kesepuluh, instansi pemerintah yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP.
Kesebelas, wajib pajak selain kriteria-kriteria di atas yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif, tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.