PP 29/2020

Contoh Penghitungan Pengurangan Penghasilan Neto 30% Produksi Alkes

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 22 Juni 2020 | 09:58 WIB
Contoh Penghitungan Pengurangan Penghasilan Neto 30% Produksi Alkes

Ilustrasi. Pekerja menunjukan masker motif batik bergambarkan virus Corona di Batik Komar, Bandung, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Produksi batik bermotif virus Corona tersebut merupakan salah satu bentuk keprihatinan perajin terhadap wabah Covid-19 serta salah satu ekspresi perajin untuk melawan Covid19 dengan kreativitas. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.

JAKARTA, DDTCNews – Melalui PP No. 29/2020 pemerintah memberikan fasilitas tambahan pengurangan penghasilan neto untuk wajib pajak dalam negeri (WPDN) yang memproduksi alat kesehatan dan/atau perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) untuk penanganan Covid-19.

Adapun fasilitas tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% itu dihitung dari biaya untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau PKRT yang diperlukan dalam penanganan Covid-19 yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 30 September 2020.

“Dalam hal terdapat biaya bersama … yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional,” demikian kutipan Pasal 3 ayat (3) beleid tersebut.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Lantas, seperti apakah contoh penghitungan pembebanan alokasi biaya secara proporsional tersebut? Sebagai ilustrasi, misalnya PT. A merupakan perusahaan yang turut memproduksi masker bedah untuk keperluan penanganan Covid-19.

Untuk memproduksi masker tersebut, PT. A menggunakan mesin ‘B’ yang pada 2020 memiliki biaya penyusutan senilai Rp120 juta. Mesin ‘B’ tersebut mulai April sampai September 2020 memproduksi 8.000 pak masker ‘X’ dan 2.000 pak masker ‘Y’

Masker ‘X’ digunakan dalam rangka penanganan Covid-19, sementara masker ‘Y’ diekspor keluar negeri. Dengan demikian, hanya 8.000 atau 80% pack masker yang benar-benar ditujukan untuk penanganan Covid-19. Untuk itu, perlu diperhitungan berapa biaya yang dapat diklaim untuk pemberian fasilitas.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Biaya penyusutan senilai Rp120 juta adalah biaya selama setahun. Sementara, mesin memproduksi masker untuk penanganan Covid-19 hanya selama 6 bulan (April 2020-September 2020). Oleh karena itu, besaran biaya penyusutan yang menjadi dasar adalah senilai 6/12 x Rp120 juta = Rp60 juta

Namun, biaya penyusutan Rp60 juta tersebut tidak dapat diklaim sepenuhnya mengingat hanya 80% dari hasil produksi mesin ‘B’ yang sesuai tujuan pemberian fasilitas. Biaya penyusutan mesin ‘B’ yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto adalah senilai 80/100 x Rp60 juta = Rp48 juta.

Selain biaya penyusutan, guna memproduksi produksi masker bedah tersebut PT. A mengeluarkan biaya untuk pembelian bahan baku ‘C’ senilai Rp100 juta. 60% dari bahan baku ‘C’ digunakan untuk menghasilkan masker ‘X’ dan 40% sisanya digunakan untuk menghasilkan masker ‘Y’.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Sama halnya dengan biaya penyusutan, biaya bahan baku tidak seluruhnya digunakan untuk memproduksi masker untuk penanganan Covid-19. Dengan demikian, biaya atas pembelian bahan baku ‘C’ yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto adalah senilai 60/100 x Rp100 juta = Rp60 juta

Berdasarkan ilustrasi di atas maka dapat diketahui total biaya yang dikeluarkan PT. A untuk memproduksi masker bedah yang telah diproporsionalkan adalah senilai Rp108 juta. Dengan demikian, besaran tambahan pengurangan penghasilan neto adalah senilai 30% x Rp108 juta = Rp54 juta

Total biaya Rp54 juta tersebut kemudian diisi dalam Lampiran I - Penghitungan Penghasilan Neto Fiskal pada bagian Penyesuaian Fiskal Negatif (Formulir I77l-I angka 6 huruf d) bagi wajib pajak badan atau Lampiran I - Bagian A (Formulir l770-I angka 3 huruf c) bagi wajib pajak orang pribadi.

Adapun wajib pajak juga harus menyampaikan rincian biaya untuk memproduksi alat kesehatan dan/atau PKRT dalam rangka penanganan Covid-19 kepada Direktur Jenderal Pajak. Ilustrasi yang lebih terperinci beserta dengan penjabaran cara penyusunan laporan biaya dapat disimak dalam lampiran PP No. 29/2020. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra