UU HPP

BKF: Perubahan Ketentuan PPN Dorong Keadilan untuk Masyarakat

Dian Kurniati | Kamis, 14 Oktober 2021 | 12:30 WIB
BKF: Perubahan Ketentuan PPN Dorong Keadilan untuk Masyarakat

Seorang warga mengemas hasil pertanian beras Basmati di Sidowayah, Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (25/9/2021). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/aww.

Attachments area

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah melakukan reformasi pajak pertambahan nilai (PPN) melalui pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan perluasan basis PPN melalui pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN akan lebih mencerminkan keadilan bagi masyarakat. Meski demikian, UU HPP mengatur barang dan jasa strategis yang dibutuhkan masyarakat luas tetap memperoleh fasilitas pembebasan PPN.

"Reformasi PPN utamanya ingin mencapai 2 hal yaitu mampu mengantisipasi perubahan struktur ekonomi ke depan dan tetap menjaga distribusi beban pajak yang adil bagi seluruh masyarakat Indonesia," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (14/10/2021).

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Febrio mengatakan pemerintah melakukan optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan dan kemanfaatan. Menurutnya, hal itu juga sejalan dengan prinsip perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Peluang Indonesia untuk mewujudkan visi menjadi negara maju pada 2045 akan terbuka lebar apabila mampu mengapitalisasi arah perubahan struktur demografi. Dia menilai struktur demografi Indonesia cukup menguntungkan karena relatif didominasi kelompok usia produktif dan menurunnya angka ketergantungan penduduk.

Selain itu, terus bertumbuhnya kelompok kelas menengah dengan proporsi konsumsi yang cukup besar juga menjadi peluang yang sangat penting sebagai pengungkit pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks tersebut, UU HPP menjadi cukup krusial untuk memanfaatkan peluang bertumbuhnya kelompok middle-class.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

"Penyesuaian peraturan PPN pada UU HPP sejatinya juga mempertimbangkan peluang naiknya konsumsi masyarakat yang didorong oleh bertumbuhnya kelompok middle-class," ujarnya.

Di sisi lain, sambung Febrio, pemerintah melalui UU HPP menempatkan barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya sebagai penerima fasilitas pembebasan PPN. Oleh karena itu, masyarakat berpenghasilan rendah sampai menengah tetap tidak akan membayar PPN atas konsumsi barang dan jasa tersebut meskipun merupakan barang dan jasa kena pajak.

Pemerintah mencatat fasilitas PPN mendominasi belanja perpajakan setiap tahunnya. Pada tahun 2020 belanja perpajakan PPN diestimasi mencapai Rp140,4 triliun atau sekitar 60% dari total belanja perpajakan yang senilai Rp234,9 triliun. Dari angka tersebut, Rp40,6 triliun di antaranya berasal dari kebijakan pengecualian pemungutan PPN oleh pengusaha kecil (threshold PPN).

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Sementara itu, kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap yaitu menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025. Walaupun terjadi kenaikan, angkanya masih relatif rendah dibandingkan dengan negara lain karena rata-rata dunia sebesar 15,4%.

Febrio menambahkan pemerintah melalui UU HPP juga memberikan kemudahan dalam pemungutan PPN kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu dengan skema tarif PPN final. Misalnya, sebesar 1%, 2%, atau 3% dari peredaran usaha.

"Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tarif PPN dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek kemudahan administrasi seperti yang selama ini telah dilakukan pemerintah," imbuhnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 12:30 WIB LAPORAN BELANJA PERPAJAKAN

Masih Ada Fasilitas Kepabeanan Tak Dimanfaatkan, DJBC Beri Penjelasan

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Analisis Kesebandingan dalam Tahapan Penerapan PKKU

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Reformasi Berkelanjutan DJBC, Kolaborasi Lintas Sektor Jadi Kunci

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru