RUU KUP

Bila Kesabaran Kita Terus Diuji

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 Maret 2018 | 18:30 WIB
Bila Kesabaran Kita Terus Diuji

Ilustrasi (stackoverflow.com)

SUDAH 2 kali tahun sidang atau 10 kali masa sidang parlemen (2016-2018), RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dibiarkan teronggok di DPR. Selama kurun itu pula kita menerima informasi yang simpang-siur tentang apa yang sebenarnya terjadi, gerangan penyebab situasi ini.

Saat kali pertama pemerintah dan DPR menunda pembahasan RUU KUP dan mendahulukan pembahasan RUU Pengampunan Pajak tak lama setelah pemerintah resmi memasukkan RUU KUP ke DPR melalui Surat Presiden Nomor R-28 pada 4 Mei 2016, kita mungkin bisa mengerti.

Ketika ternyata setelah RUU Pengampunan Pajak rampung dan RUU KUP tetap didiamkan, kita mungkin juga masih bisa paham. Maklum, menteri keuangan, satu dari tiga menteri yang ditunjuk Presiden untuk membahas RUU KUP, baru dilantik menggantikan yang lama.

Baca Juga:
Penduduk Mulai Menua, Thailand Kembali Dorong Reformasi Sistem Pajak

Begitu pun ketika muncul informasi mengenai belum dibuatnya naskah akademik RUU KUP—yang dituding menyebabkan terhambatnya pembahasan. Kita masih bersabar, meski kita tahu dokumen itu sudah ada, dan kalaupun tidak ada, berarti pemerintah dan DPR sama-sama melanggar UU.

Sampai ketika awal Desember 2016 muncul KMK No. 885/KMK.03/2016 yang memerintahkan pengkajian ulang terhadap RUU KUP yang sudah masuk ke DPR—yang dengan sendirinya memberi sinyal pembekuan pembahasan di DPR—kita pun ternyata masih berbesar hati untuk memaklumi.

Mungkin karena kebesaran hati itu pula, kita belum berhenti mengingatkan, betapa pentingnya penyelesaian RUU KUP disegerakan, hingga reformasi pajak bisa berlanjut ke pokok materialnya melalui pembahasan RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Baca Juga:
Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

Kita tentu bisa maklum ketika pembahasan RUU KUP kali ini mengulang kesalahan RUU KUP 2007, tidak pararel dengan RUU PPh dan PPN seperti paket-paket RUU Pajak yang lalu. Tapi akal sehat kita jelas mengatakan, mana mungkin melakukan reformasi pajak tanpa memperbaiki UU KUP.

Daftar permakluman itu masih belum selesai. Ketika masuk ke tahun 2017 dan kita tahu ternyata kaji ulang tersebut—yang entah ada atau tidak—ternyata tak sampai menarik atau mengganti RUU KUP, atau menghasilkan usulan baru yang dititipkan ke fraksi-fraksi, kita pun masih bersabar.

Kita juga masih sanggup tersenyum dan berpikir positif ketika beberapa pejabat pemerintah dan sebagian anggota DPR sekonyong-konyong mengumbar optimisme untuk bisa menyelesaikan RUU KUP pada awal 2018, hingga kemudian bisa berlanjut membahas UU PPh dan UU PPN.

Baca Juga:
Reformasi Pajak dalam Transisi Suksesi Pimpinan Nasional

Memang, dahi kita mungkin sedikit bekernyit ketika pada Desember 2017 pemerintah dan DPR ternyata sama-sama tidak berinisiatif untuk memasukkan RUU PPh ke dalam daftar RUU Prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas 2018)—sebagai kelanjutan pembahasan RUU KUP.

Termasuk ketika kita menyadari, bahwa jadwal persidangan yang disusun Komisi XI DPR untuk masa sidang ke-4 tahun sidang 2017-2018 ini juga tidak mencantumkan agenda pembahasan DIM (Daftar Inventaris Masalah) RUU KUP—yang ternyata juga belum disusun fraksi-fraksi.

Tapi rasanya kita masih bisa bersabar menahan diri, dan berbaik sangka bahwa pemerintah dan DPR pasti akan membahas dan menyelesaikan RUU KUP, meski kita tahu selama 2 tahun ini tidak pernah ada penjelasan tuntas oleh pemerintah atau DPR mengenai teronggoknya RUU tersebut. Tapi, sampai kapan kita masih bisa bersabar?*


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Transisi Pemerintahan Berjalan, DJP Fokus Amankan Penerimaan Pajak

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 16:45 WIB CORETAX SYSTEM

Ada Coretax Nanti, WP Tak Perlu ke KPP untuk Ubah Data Perpajakan

Minggu, 29 September 2024 | 11:01 WIB OPINI PAJAK

Reformasi Pajak dalam Transisi Suksesi Pimpinan Nasional

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN