KEBIJAKAN PAJAK

Beri Banyak Insentif Pajak untuk IKN, DJP Ungkap Efeknya ke Penerimaan

Dian Kurniati | Jumat, 29 Desember 2023 | 14:19 WIB
Beri Banyak Insentif Pajak untuk IKN, DJP Ungkap Efeknya ke Penerimaan

Pekerja menyelesaikan pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (7/12/2023). Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono melaporkan progres pembangunan infrastruktur fisik di ibu kota negara (IKN) Nusantara telah mencapai 60,3 persen. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menilai pemberian berbagai skema insentif untuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak akan berdampak besar pada penerimaan negara.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pemerintah memberikan insentif pajak untuk menarik investasi di IKN. Pemerintah juga telah menghitung secara saksama dampak pemberian insentif tersebut terhadap kondisi fiskal.

"Tentu akan ada perubahan-perubahan di perjalanan. Namun, asesmen kami saat ini, fiskal kita masih cukup untuk meng-handle itu semua," katanya dalam Podcast Cermati, Jumat (29/12/2023).

Baca Juga:
Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Yon mengatakan pemberian insentif di IKN secara umum berhubungan dengan basis pajak yang sudah ada dan basis pajak yang belum ada. Bentuk insentif yang bersinggungan dengan basis pajak yang sudah ada, misalnya PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP).

Dia menjelaskan potensi anggaran untuk pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP dapat dihitung berdasarkan proyeksi PNS dan pegawai swasta yang pindah, sebagaimana tertuang dalam rencana induk IKN. Menurutnya, dampak insentif PPh Pasal 21 DTP tersebut tidak terlampaui besar apabila dibandingkan dengan potensi penciptaan aktivitas ekonomi yang muncul di IKN.

Di sisi lain, ada pula skema insentif pajak yang berkaitan dengan basis pajak yang belum ada, seperti tax holiday. Insentif ini diberikan untuk menarik investasi, yang berarti perusahaan atau basis pajaknya memang belum terbentuk.

Baca Juga:
Hingga 2028 ESDM Siap Tawarkan 60 Blok Migas untuk Investasi

Yon memandang basis pajak baru justru bakal tercipta apabila perusahaan tersebut sudah terbentuk di IKN.

"Justru ini akan menumbuhkan sesuatu yang tadinya belum ada menjadi ada, serta menjadi sumber penerimaan pajak yang baru di masa yang akan datang setelah masa tax holiday-nya lewat," ujarnya.

Melalui PP 12/2023, pemerintah mengatur pegawai yang bekerja di IKN mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP dan bersifat final. PPh Pasal 21 DTP final yang diterima pegawai tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenai pajak.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Fasilitas ini diberikan kepada pegawai yang menerima penghasilan dari pemberi kerja yang berlokasi di IKN, bertempat tinggal di IKN, dan memiliki NPWP yang terdaftar di KPP yang wilayahnya meliputi IKN. Fasilitas PPh Pasal DTP final juga berlaku hanya hingga 2035.

Sementara itu, investor di IKN juga diberikan tax holiday paling lama 30 tahun apabila menanamkan modal paling sedikit Rp10 miliar.

Penanaman modal untuk bidang usaha infrastruktur dan layanan umum akan diberikan tax holiday selama 30 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2023 sampai dengan 2030; 25 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2031 sampai dengan 2035; dan 20 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2036 sampai dengan 2045.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Sementara tax holiday untuk bidang usaha yang membangkitkan ekonomi, diberikan selama 20 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2023 sampai dengan 2030; 15 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2031 sampai dengan 2035; dan 10 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2036 sampai dengan 2045.

Adapun soal pengurangan PPh badan untuk bidang usaha lainnya, diberikan selama 10 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2023 sampai dengan 2030 dan 10 tahun pajak untuk investasi yang dilakukan sejak 2031 sampai dengan 2045. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Hilirisasi Kelapa Perlu Dukungan Insentif Fiskal, Apa Saja?

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Hingga 2028 ESDM Siap Tawarkan 60 Blok Migas untuk Investasi

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja