TAJUK

Berharap Cemas pada RAPBN 2020

Redaksi DDTCNews | Senin, 26 Agustus 2019 | 20:18 WIB
Berharap Cemas pada RAPBN 2020

Presiden Joko Widodo. (Foto: Instagram Presiden Jokowi)

PRESIDEN Joko Widodo telah menyampaikan pidato pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2020 di hadapan DPR, Jumat (16/8/2019). Dalam pidato tersebut, Presiden memprediksi situasi ekonomi global 2020 yang penuh ketidakpastian akan memengaruhi situasi perekonomian domestik.

Memang, tantangan ekonomi ke depan masih berat dan kompleks. Ada perang dagang, beberapa emerging market sudah terpapar krisis, dan beberapa negara mengalami pertumbuhan negatif. Di ujung sana, mata uang Yuan-Tiongkok dan Peso-Argentina sudah terkena gelombang depresiasi.

Kita melihat RAPBN 2020 disusun atas dasar semangat kehati-hatian terhadap berbagai risiko itu. Asumsinya dibuat konservatif. Pertumbuhan ekonominya sama dengan tahun lalu 5,3%, inflasinya turun dari 3,5% ke 3,1%. kurs menguat dari Rp15.000 per dolar AS ke Rp14.400 per dolar AS.

Baca Juga:
Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Adapun bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan naik dari 5,3% menjadi 5,4%, harga minyak turun dari US$70/barel ke US$65/barel, lifting minyak turun dari 775.000 ke 734.000 barel/hari, dengan gas yang juga turun dari 1,25 menjadi 1,19 juta barel setara minyak/hari.

Dengan pendapatan Rp2.221,5 triliun dan belanja Rp2.528,8 triliun, defisit mencapai Rp307,2 triliun atau 1,76% terhadap PDB, turun dari semula 1,84%. Penurunan ini mengonfirmasi konservatisme tadi. Dengan demikian, defisit keseimbangan primer bakal menyempit dari Rp34,7 triliun ke Rp12,0 triliun.

Namun, kita juga mencatat target pertumbuhan ekonomi tahun ini agak meleset hingga diprediksi jadi 5,1%-5,2% dengan defisit melebar ke 1,93% terhadap PDB. Karena itu, target pertumbuhan RAPBN 2020 masih lebih tinggi dari realisasi tahun ini. Dengan kata lain, ekspansi tetap ada, tetapi terbatas.

Baca Juga:
Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Ekspansi itu terlihat antara lain dari target pengangguran terbuka yang dipatok turun dari 5,01% menjadi 4,8%-5,1%, tingkat kemiskinan dari 9,41% menjadi 8,5%-9%, rasio gini/ketimpangan dari 0,382 menjadi 0,375- 0,380, dan indeks pembangunan kualitas manusia dari 71,29 ke 72,51.

Secara keseluruhan, APBN yang konservatif ini seolah menjawab kritik meningkatnya rasio dan beban utang pemerintah, yang hingga akhir Juli ini mencapai Rp4.603 triliun. Memang, dalam kondisi defisit transaksi berjalan yang kuartal II ini kembali menyentuh 3% terhadap PDB, opsi berhemat adalah pilihan yang tepat.

Namun, pilihan mempersempit defisit ini bukannya tanpa konsekuensi. Daya dongkrak RAPBN 2020 terhadap pertumbuhan akan menurun ketimbang sebelumnya. Akibatnya, sulit mengharapkan ada pemulihan sumber pertumbuhan seperti konsumsi rumah tangga dalam waktu dekat.

Baca Juga:
Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

Di sisi lain, investasi dan ekspor juga belum bisa diharapkan. Pertumbuhan realisasi investasi langsung asing terus melaju pada gigi rendah 1 tahun terakhir, sebelum akhirnya bangkit pada kuartal II/2019. Harga produk alam andalan seperti karet, batu bara, dan minyak sawit mentah juga masih tiarap.

Pemerintah jelas memiliki argumentasi kenapa RAPBN 2020 dibuat konservatif. Kita niscaya bisa paham kenapa opsi itu yang diambil, bukan opsi ekspansif. Yang kita agak gagal paham adalah ketika target yang konservatif ini disampaikan dengan istilah ekspansif. Di situ kita agak sedikit cemas.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 11 Juli 2024 | 17:45 WIB TAJUK PAJAK

Family Office: Rezim Baru, Jangan Buru-Buru

Kamis, 20 Juni 2024 | 08:15 WIB SURAT DARI KELAPA GADING

Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Selasa, 04 Juni 2024 | 13:15 WIB TAJUK PAJAK

Badan Penerimaan Negara, Bukan Hanya Soal Pisah dari Kemenkeu

Selasa, 13 Februari 2024 | 10:05 WIB SURAT DARI KELAPA GADING

Saatnya Memilih! Anda Pembayar Pajak, Jangan Golput!

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja