SURAT DARI KELAPA GADING

Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

Redaksi DDTCNews | Kamis, 20 Juni 2024 | 08:15 WIB
Sewindu Berlalu, DDTCNews Perkenalkan Wajah Baru

TUJUH tahun lalu, pada 2017, warganet dan netizen diakui sebagai kata baku. Keduanya bersinonim, sama-sama masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V.

Menurut ketentuan yang dianut oleh Badan Bahasa, sebuah kata bisa masuk dalam KBBI jika frekuensi penggunaannya tinggi, baik yang terekam melalui jejak digital, tercetak di media massa, atau terucap melalui lisan sehari-hari. Artinya, kata warganet dan netizen memang makin kerap dipakai melalui tutur lisan dan tulisan.

Penahbisan dua kata baku tersebut sejalan dengan meroketnya jumlah pengguna internet Tanah Air. Merujuk data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia naik lebih dari 4 kali lipat dalam 1 dekade, dari 46 juta orang pada 2010 menjadi 200 juta orang pada 2020.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Fenomena itu sudah ditangkap oleh Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama. Dalam orasinya di Hampton University pada 2010 lalu, Obama melontarkan anekdot mengenai masyarakat dunia yang tumbuh di tengah gempuran media selama 7x24 jam. Akses media yang terbuka lebar menciptakan banjir informasi atau information overload bagi banyak orang.

"Media memborbardir kita dengan berbagai konten dan argumen yang belum tentu kebenarannya. Informasi justru menjadi distraksi, hiburan semata, dan malah bukan menjadi sarana pemberdayaan," kata Obama.

Sama seperti di belahan bumi lain, information overload juga berlangsung di Indonesia. Tren penggunaan internet yang dipaparkan di atas memberikan gambaran betapa informasi makin mudah diakses oleh publik.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

Sayangnya, banjir informasi justru berisiko memunculkan informasi asimetris. Maksudnya, distribusi informasi dirasakan berat sebelah di satu sisi kelompok masyarakat. Sementara di sisi lain ada kelompok yang tidak memiliki kemampuan atau peluang dalam mendapatkan informasi secara berimbang.

Fenomena itu terjadi pada semua lini informasi. Termasuk, perpajakan. Sebagai topik yang dinilai belum secara luas disentuh oleh publik, informasi tentang perpajakan terkadang memunculkan kegaduhan. Coba lihat, setiap kali pemerintah mewacanakan kebijakan pajak, rakyat perlu waktu cukup lama untuk mendapat gambaran lengkapnya. Karenanya, isu pajak lekat sekali dengan kontroversi.

Media massa, punya andil di situ. DDTC, sebagai institusi perpajakan yang berbasis riset dan ilmu pengetahuan, telah lebih dulu menangkap tantangan tentang urgensi penyediaan informasi perpajakan secara berimbang.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

DDTCNews Menjawab Tantangan

DELAPAN tahun lalu, setahun sebelum warganet dan netizen masuk dalam KBBI, DDTC sudah lebih dulu meluncurkan portal media online perpajakan bernama DDTCNews. Tepat pada 19 Juni 2016, peluncuran DDTCNews berbarengan dengan kegaduhan perumusan dan pelaksanaan tax amnesty yang kala itu tengah disiapkan pemerintah.

Sebagai penanda, redaksi menerbitkan Surat dari Kelapa Gading berjudul Mencoba Jernih di Tengah Kegaduhan.

Tajuk tersebut menjadi penegasan komitmen DDTC untuk mengeliminasi informasi asimetris terkait dengan perpajakan. Saat itu, DDTC melihat potensi munculnya kegaduhan masih ada di tengah masyarakat perpajakan (tax society) Indonesia yang belum terbentuk matang.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Seperti kita ketahui, tingkat literasi perpajakan masyarakat di Tanah Air masih rendah. Padahal, dinamika dunia perpajakan bergerak sangat cepat. Berbagai aturan baru bermunculan. Beragam potret atas dinamika tersebut tak henti-hentinya membanjiri ruang publik.

Sayangnya, kondisi itu tidak berkorelasi dengan keandalan dan kedalaman informasi. Diskusi sering kali diletakkan dalam konteks yang terlalu luas dan terlepas dari kaidah ilmu perpajakan. Tidak mengherankan jika sering muncul bias pemahaman terhadap suatu isu perpajakan.

Situasi lebih berbahaya jika ada pembiaran informasi asimetris. Isu perpajakan rentan dimanipulasi untuk kepentingan atau kelompok tertentu. Dalam konteks inilah, penyediaan informasi yang terpercaya sangat mendesak.

Baca Juga:
Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Hal itu berkorelasi dengan dasar pemikiran awal pendirian DDTC, yakni mengenai idealisme tentang sistem pajak yang seimbang. Founder DDTC meyakini gaduh perpajakan justru dapat menciptakan bias pemahaman dan menjauhkan dari konsensus penciptaan sistem perpajakan yang seimbang.

Latar belakang itu masih dan makin relevan dalam kondisi saat ini, setelah sewindu perjalanan DDTCNews. Eksistensi DDTCNews sebagai portal berita perpajakan yang terpercaya makin dikenal masyarakat. Tak jarang pula adanya pengakuan DDTCNews sebagai rujukan informasi perpajakan.

Kondisi tersebut memacu DDTCNews untuk terus berinovasi, mulai dengan konten-konten baru hingga berbagai kegiatan. Harapannya, seluruh pemangku kepentingan perpajakan dapat masuk sehingga tercipta diskusi yang konstruktif di ruang publik lewat DDTCNews.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Terlebih, dari sisi konten, DDTCNews memuat berita dan analisis terkait dengan perkembangan perpajakan. Ada pula informasi pada bidang ekonomi, ekonomi politik, akuntansi, dan hukum yang memberikan konteks pengambilan kebijakan.

Kiprah prominent person dan pemangku kepentingan di sektor perpajakan juga tersedia. Informasi menyangkut komunitas dan literasi juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan. Selain itu, ada pula konsultasi serta tips dan trik yang dapat dimanfaatkan sebagai referensi.

Terus Berbenah, Menjawab Kebutuhan Pembaca

Kini, sejalan dengan dimulainya periode bonus demografi, populasi masyarakat yang melek dengan informasi terus bertambah. Publik dengan mudahnya bisa berdiskusi mengenai topik apapun, termasuk diskursus tentang perpajakan.

Baca Juga:
Semarakkan HUT ke-253, Pemda Adakan Program Pemutihan Denda PBB-P2

Sebagai konsekuensinya, partisipasi publik dalam penyusunan kebijakan perpajakan menjadi mutlak perlu. Pemerintah tak boleh memakai kacamata kuda ketika merumuskan ketentuan-ketentuan baru di bidang perpajakan. Pandangannya justru harus diperluas, melibatkan masukan masyarakat.

Bertepatan dengan 8 tahun berkiprah di tengah lanskap perpajakan Tanah Air, DDTCNews menegaskan komitmennya untuk terus berinovasi. Inovasi diperlukan agar DDTCNews makin memantapkan posisinya sebagai pilar keempat demokrasi serta penyambung aspirasi masyarakat.

Sesuai dengan fitrahnya, kegaduhan-kegaduhan soal isu pajak bakal terus-terusan muncul sebagai konsekuensi logis dari kehidupan berdemokrasi. Karenanya, DDTCNews senantiasa menjadi penyeimbang di tengah perumusan kebijakan.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Satu hal yang pasti, dalam setiap inovasi, DDTCNews berupaya mendengar kritik dan saran dari para pembaca. Pada 2020 misalnya, DDTCNews menggelar survei. Selain menjaring masukan pembenahan, survei itu juga membuat DDTCNews mengenal pembaca dan kebutuhannya.

Dengan mengetahui kebutuhan pembaca, DDTCNews dapat merumuskan berbagai jenis konten dan kegiatan yang sesuai.

DDTCNews juga rutin menggelar lomba menulis perpajakan tiap tahunnya. Ada pula kanal debat untuk bertukar pandangan terkait suatu isu perpajakan. Pada momentum pemilu 2024, DDTCNews pun meluncurkan kanal Pajak dan Politik serta menggelar survei.

Baca Juga:
Sertel Kena Suspend, Begini Cara Sampaikan Klarifikasi ke Ditjen Pajak

Muaranya, pada 20 Juni 2024, DDTCNews menampilkan wajah baru yang turut mempertimbangkan masukan pembaca. Hal ini diharapkan membawa pembaca dengan suasana berselancar dengan lebih nyaman dan ringan. Kami juga mengintegrasikan platform digital lainnya milik DDTC.

DDTCNews menyadari masih ada ketidaksempurnaan. Tak jarang pula ada konten yang kemungkinan dirasa mengusik. Namun, sekali lagi, ada upaya mengeliminasi informasi asimetris untuk kepentingan publik. Tentu saja, DDTCNews terus mencoba jernih. #SewinduDDTCNews

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS LOGISTIK

Kinerja Dwelling Time dalam 1 Dekade Terakhir