DDTC BREAKFAST TALK

Berbagai Tantangan yang Bakal Timbul dari Implementasi 2 Pilar OECD

Dian Kurniati | Selasa, 05 Desember 2023 | 12:10 WIB
Berbagai Tantangan yang Bakal Timbul dari Implementasi 2 Pilar OECD

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji saat memberikan paparan dalam acara DDTC Breakfast Talk dengan tema Bersiap Antisipasi Two-Pillar Solution, Selasa (5/12/2023).

JAKARTA, DDTCNews - Perusahaan multinasional dinilai perlu mengantisipasi penerapan solusi 2 pilar yang diinisiasi oleh OECD/G-20 Inclusive Framework on BEPS untuk mengatasi tantangan pajak global.

Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan implementasi solusi 2 pilar makin dekat setelah disepakati 138 negara. Untuk itu, perusahaan multinasional perlu bersiap dengan berbagai tantangan yang timbul karena implementasi solusi 2 pilar.

"Solusi 2 pilar ini bukan isu yang gampang karena akan berdampak sangat hebat pada perusahaan Bapak dan Ibu, serta mengubah lanskap pajak internasional," katanya dalam DDTC Breakfast Talk, Selasa (5/12/2023).

Baca Juga:
Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Bawono menuturkan solusi 2 pilar memiliki sejarah panjang dalam rangka merombak sistem pajak internasional agar sesuai dengan kondisi terkini. Diskusi terus berkembang untuk memastikan hal pajak internasional berjalan secara adil.

Pilar 1: Unified Approach diibaratkan menjadi inti dari kesepakatan solusi 2 pilar. Pilar 1 bertujuan menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital karena tidak lagi berbasis kehadiran fisik di yurisdiksi pasar.

Yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. Perusahaan multinasional yang tercakup adalah perusahaan dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Baca Juga:
Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Meski demikian, Pilar 1 baru akan berlaku apabila 30% negara yang mewakili 60% ultimate parent entity menandatangani dan meratifikasi multilateral convention (MLC) Pilar 1.

"AS juga belum tentu menandatangani. Apabila hanya negara berkembang yang tanda tangan maka kemungkinan Pilar 1 akan direformulasi lagi sehingga masih ada uncertainty," ujar Bawono.

Selanjutnya, Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) akan diimplementasikan sebagai common approach mulai tahun depan. Pada Pilar 2, negara-negara Inclusive Framework telah menyepakati pajak minimum global sebesar 15%.

Baca Juga:
Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Nanti, setiap yurisdiksi perlu mengadopsi rezim pajak tersebut tanpa perlu menunggu multilateral instrument (MLI) dan sejenisnya.

Apabila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tak mencapai 15%, top-up tax berhak dikenakan oleh yurisdiksi tempat korporasi multinasional bermarkas.

Pengenaan top-up tax dilakukan didasarkan pada income inclusion rule (IIR). Pajak minimum global ini hanya akan berlaku atas perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta.

Baca Juga:
Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Bawono memandang implementasi solusi 2 pilar tersebut akan membuat sistem pajak internasional makin kompleks. Selain itu, potensi risiko terjadinya sengketa juga menjadi lebih besar.

"Tetapi ini juga menjadi bukti kalau kita menginginkan adanya pajak internasional yang lebih adil," tuturnya.

Sementara itu, Specialist of DDTC Fiscal Research & Advisory Hamida Amri Safarina menyebut Pilar 1 semula disusun dengan cakupan perusahaan multinasional di bidang teknologi digital.

Baca Juga:
Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Seiring dengan berjalannya waktu, cakupannya meluas pada perusahaan dengan pendapatan global di atas €20 miliar dan profitabilitas di atas 10%.

Dengan kesepakatan tersebut, perusahaan multinasional perlu berhitung untuk menentukan entitasnya masuk dalam cakupan Pilar 1. Setelahnya, perusahaan juga perlu menentukan apakah perusahaannya termasuk dalam Amount A atau Amount B.

Di tempat yang sama, Tax Expert of CEO Office DDTC Atika Ritmelina mengatakan implementasi Pilar 2 berpotensi berdampak terhadap hampir semua perusahaan multinasional dengan pendapatan di atas €750 juta.

Baca Juga:
Pajak Minimum Global Timbulkan Pajak Tambahan, Begini Cara Hitungnya

Pengecualian dari ketentuan tersebut hanya berlaku untuk beberapa entitas, seperti entitas pemerintah, organisasi internasional, organisasi nirlaba, dana pensiun atau dana investasi, serta international shipping income.

Secara umum, lanjut Atika, Pilar 2 kemungkinan akan diterapkan lebih dahulu ketimbang Pilar 1. Untuk itu, perusahaan multinasional perlu bersiap mengimplementasikannya, terutama soal standar akuntansi yang lebih kompleks.

Sementara itu, Manager of DDTC Consulting Riyhan Juli Asyir menilai Indonesia termasuk negara yang bersiap menerapkan solusi 2 pilar, terutama Pilar 2. Terlebih, sejumlah payung hukum telah diterbitkan antara lain UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan PP 55/2022.

Baca Juga:
DDTC Town Hall: From Vision to Action, Empowering Tomorrow

"RPMK tentang implementasi Pilar 2 sedang disusun Kementerian Keuangan. Kita tunggu saja racikan BKF dan DJP akan seperti apa," katanya.

Riyhan menambahkan implementasi solusi 2 pilar juga bakal membuat penggunaan Tax Control Framework (TCF) makin mengglobal, termasuk di Indonesia. TCF digunakan untuk membantu perusahaan dalam merancang, menerapkan, sekaligus memantau proses dan kontrol internal terkait dengan perpajakan.

Nantinya, otoritas pajak dapat mengakses TCF tersebut. Adapun bagi wajib pajak, keuntungan dari TCF ialah dapat menurunkan potensi sengketa asal memiliki profil yang baik. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 15:30 WIB PMK 118/2024

Isi Materi Keberatan Sama dengan MAP, Ini yang Bisa Dilakukan WP

Senin, 27 Januari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Trump Tarik AS dari Kesepakatan Pajak Global, Ini Kata Sri Mulyani

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Janji Segera Bebaskan Uang Tip dari Pajak Penghasilan

Senin, 27 Januari 2025 | 13:30 WIB PMK 117/2024

Sri Mulyani Atur Ulang Ketentuan Penghapusan Piutang Pajak

Senin, 27 Januari 2025 | 13:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kategorisasi Kuasa dan Wakil Wajib Pajak di Coretax DJP

Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6