Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mencatat belum semua Nomor Induk Kependudukan (NIK) terintegrasi dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Data tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (17/7/2023).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan hingga 14 Juli 2023 pukul 09.00 WIB, ada 57,9 juta NIK yang telah diintegrasikan sebagai NPWP orang pribadi. Dwi mengatakan jumlah tersebut setara dengan 82,02% wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
“Angka ini cukup baik mengingat integrasi NIK dan NPWP yang sudah berjalan selama 1 tahun, didukung pula dengan berbagai penerimaan baik dari masyarakat,” ujar Dwi.
Seperti diketahui, integrasi NIK sebagai NPWP orang pribadi telah diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini juga sudah mulai diterapkan pada 14 Juli 2022. Implementasi penuh mulai 1 Januari 2024 sehingga validasi paling lambat 31 Desember 2023.
Selain mengenai integrasi NIK-NPWP, ada pula ulasan terkait dengan ruang pemberian beragam insentif, termasuk perpajakan, untuk eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di dalam negeri.
DJP mengimbau wajib pajak orang pribadi untuk segera melakukan validasi NIK sebagai NPWP. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan validasi NIK sebagai NPWP dapat dilakukan secara online.
"DJP akan terus mengimbau WP orang pribadi dalam negeri untuk memadankan NIK-NPWP melalui situs pajak.go.id, sebelum nantinya akan dilakukan integrasi penuh pada saat CTAS (coretax administration system) diluncurkan 1 Januari 2024,” katanya. (DDTCNews)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan pada saat ini, proses pembaruan SIAP masih terus berlangsung. Rencananya, sistem inti administrasi perpajakan (SIAP) atau CTAS akan mulai diimplementasikan secara bertahap pada Januari 2024.
“Implementasi coretax dilakukan secara bertahap mulai Januari 2024 dan akan dilakukan grand launching pada Mei 2024," ujar Dwi. Simak ‘Sistem Administrasi Pajak yang Baru, DJP: Grand Launching Mei 2024’. (DDTCNews)
Merujuk pada PP 36/2023, insentif perpajakan diberikan atas penghasilan dari penempatan DHE SDA di rekening khusus DHE SDA, instrumen perbankan, instrumen keuangan yang diterbitkan LPEI, atau instrumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI).
"Penghasilan dari penempatan DHE SDA ... dapat diberikan fasilitas perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," bunyi Pasal 10 ayat (1) PP 36/2023.
Adapun saat ini insentif pajak atas penempatan DHE SDA di dalam negeri telah diatur dalam PP 123/2015. Berdasarkan PP tersebut, bunga deposito dalam mata uang dolar AS yang dananya bersumber dari DHE dibebaskan dari PPh final apabila didepositokan selama lebih dari 6 bulan.
Selanjutnya, eksportir yang menempatkan DHE SDA di rekening khusus juga bisa ditetapkan sebagai eksportir bereputasi baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan. Simak ‘PP Baru! Eksportir Wajib Taruh 30 Persen DHE SDA di Dalam Negeri’. (DDTCNews)
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan aturan turunan dari PP 36/2023 direncanakan terbit sebelum tanggal mulai berlakunya beleid tersebut, yakni 1 Agustus 2023. Menurutnya, beberapa peraturan pelaksanaan PP ini.
Pertama, keputusan menteri keuangan (KMK) terkait dengan jenis barang ekspor DHE SDA yang dikenakan. Kedua, peraturan menteri keuangan (PMK) yang mengatur mekanisme pengenaan dan pencabutan sanksi administratif ketentuan DHE SDA.
Ketiga, peraturan Bank Indonesia (BI) menyangkut mekanisme pemasukan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia (SKI) melalui penempatan ke dalam rekening khusus, kewajiban penempatan DHE SDA, instrumen penempatan DHE SDA yang diterbitkan oleh BI, serta pengawasan pelaksanaan ketentuan DHE SDA yang menjadi wewenang BI.
Keempat, surat edaran kepala eksekutif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan pengaturan escrow account, insentif kepada perbankan serta pengaturan keterlibatan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam ketentuan DHE SDA. (Kontan)
Juru sita pajak negara (JSPN) dapat melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan penanggung pajak yang tersimpan di perbankan, perusahaan asuransi, lembaga jasa keuangan (LJK) lainnya, dan/atau entitas lain.
Merujuk pada Pasal 27 ayat (1) PMK 61/2023, penyitaan baru bisa dilakukan setelah harta kekayaan penanggung pajak itu diblokir. Permintaan pemblokiran disampaikan kepada kantor pusat atau divisi pada LJK yang bertanggung jawab melakukan pemblokiran dan/atau pemberian informasi.
“[Atau] unit vertikal LJK dan/atau entitas lain yang mengelola rekening keuangan penanggung pajak yang bersangkutan dalam hal penanggung pajak yang telah diketahui nomor rekening keuangannya,” bunyi Pasal 27 ayat (2) PMK 61/2023.
Namun, rekening yang diblokir tersebut ternyata dapat dicabut sebelum dilakukan penyitaan. Simak ‘Sederet Penyebab Pemblokiran Rekening oleh Jurus Sita Pajak Dicabut’. (DDTCNews)
Kementerian Perdagangan menaikkan tarif bea keluar yang dikenakan atas ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) menjadi US$33 per metric ton (MT) dari 2 pekan sebelumnya senilai US$18 per MT.
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso mengatakan harga referensi minyak kelapa sawit pada periode 16-31 Juli 2023 senilai US$791,2 per metric ton atau menguat 5,86% dari periode 1-15 Juli 2023.
"Merujuk pada PMK yang berlaku saat ini maka pemerintah mengenakan bea keluar CPO sebesar US$33 per MT dan pungutan ekspor CPO sebesar US$85 per MT untuk periode 16-31 Juli 2023," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah daerah (pemda) memiliki diskresi untuk menetapkan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang lebih rendah khusus untuk konsumsi tenaga listrik tertentu, termasuk konsumsi listrik yang dihasilkan sendiri dari pembangkit berbasis EBT.
Merujuk pada Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang dirilis oleh Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK), tarif PBJT untuk listrik yang dihasilkan maksimal 1,5%. Namun, pemda melalui perda PDRD dapat menerapkan tarif yang lebih rendah guna mendukung pengembangan EBT.
"Dalam rangka mendukung kebijakan nasional dalam pengembangan dan pemanfaatan energi EBT, tarif dapat dibedakan berdasarkan jenis pembangkit listrik," tulis DJPK dalam pedoman tersebut. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.