KEBIJAKAN KEPABEANAN

Beli Baju dari Luar Negeri Kena Pajak Tinggi, DJBC Ungkap Hitungannya

Redaksi DDTCNews | Kamis, 26 Januari 2023 | 13:30 WIB
Beli Baju dari Luar Negeri Kena Pajak Tinggi, DJBC Ungkap Hitungannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memberikan penjelasan soal tingginya pajak yang dikenakan atas produk-produk tertentu yang dikirim dari luar negeri. Secara umum, barang kiriman impor dengan nilai pabean melebihi FOB (free on board) US$3 sampai dengan US$1500 dikenai single tariff bea masuk sebesar 7,5% dan PPN 11%.

Namun, mengacu pada PMK 199/2019, ada beberapa jenis barang yang dikenai tarif Most Favoured Nation (MFN)/tarif reguler berdasarkan HS Code dan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Hal tersebut, menurut DJBC, yang membuat pengenaan pajak atas produk-produk tertentu menjadi terasa lebih tinggi.

"Jenis barang yang menggunakan tarif MFN yang lebih tinggi adalah tas, koper, dan sejenisnya; produk tekstil, garmen, dan sejenisnya; serta alas kaki, sepatu, dan sejenisnya," tulis DJBC dalam keterangannya, dikutip pada Kamis (26/1/2023).

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Secara lebih terperinci, HS Code yang diberlakukan tarif MFN adalah tas (42020) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).

Kemudian, produk tekstil (HS Code 61,62, dan 63) dengan bea masuk 25%, PPN impor 11%, PPh 7,5% (atau 15% jika tidak ada NPWP), dan BMTP Rp36.360 per unit. Terakhir, alas kaki (HS Code 64) dengan bea masuk 15%, PPN impor 11%, dan PPh 10% (atau 20% jika tidak ada NPWP).

Perlu dicatat, semua pembayaran tagihan hanya menggunakan kode billing. DJBC tidak akan meminta pembayaran dengan cara transfer ke rekening pribadi.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

"Jadi dapat dipastikan jika pengguna jasa mengimpor 3 jenis barang tersebut akan dibebankan pungutan negara berupa bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan barang lainnya," tulis DJBC.

Cara Menghitung Tagihan Bea Masuk dan Pajak dalam Rangka Impor (PDRI)

Nilai Pabean (NP) = CIF (harga, asuransi, ongkos kirim) x kurs pajak
Bea Masuk (BM) = tarif MFN x NP
Nilai Impor (NI) = NP + BM

Baca Juga:
Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

PPN = 11% x NI
PPh = (7,5% - 10%) x NI
*jika tidak ada NPWP maka tarif PPh dikalikan 2

Total tagihan = BM + PPN + PPh

Namun, khusus untuk produk pakaian dan aksesoris pakaian (sesuai dengan PMK 142/2021) ada pengenaan bea masuk tambahan berupa bea masuk tindakan pengamanan (BMTP). BMTP merupakan pungutan negara yang dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal terjadi lonjakan impor, baik secara absolut maupun relatif terhadap barang produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing.

Baca Juga:
Menkes Malaysia Ungkap Peran Cukai dalam Mereformulasi Minuman Manis

"Ketentuan ini juga berlaku untuk barang kiriman impor jika barang yang diimpor merupakan barang yang HS Code-nya tercantum dalam PMK 142/2021.

Contoh Perhitungan Total Tagihan Bea Masuk, BMTP, dan PDRI:

Mas Bravo mengimpor 20 unit produk tekstil dengan HS Code 62052090 dengan total nilai CIF US500. Kurs pajak saat itu adalah Rp14.000. Berapa total tagihan yang harus dibayarkan Mas Bravo? (dalam kasus ini, Mas Bravo tidak memiliki NPWP).

Baca Juga:
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, DJBC Tawarkan Fasilitas Kepabeanan

Bea Masuk dan PDRI:
NP = 500 x 14.000 = Rp7.000.000
BM = 25% x Rp7 juta = Rp1.750.000
BMTP = 20 unit x Rp36.360* = Rp727.200

NI = NP + BM + BMTP = Rp7.000.000.000 + Rp1.750.000 + Rp727.200 = Rp9.477.200

PPN = 11% x Rp9.477.200 = Rp1.042.492
PPh = 15% x Rp9.477.200 = Rp1.421.580

Baca Juga:
Dalam Sebulan, Bea Cukai Batam Amankan 434 HP-Tablet dari Penumpang

Total tagihan = BM + BMTP + PDRI = Rp4.941.272

*BMTP sesuai dengan PMK 142/2021

(sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?