JAKARTA, DDTCNews - Kabar mengenai pemerintah yang mulai menghitung penggunaan belanja perpajakan (tax expenditure) untuk mengetahui efektivitas kebijakan insentif pajak mewarnai media nasional pagi ini, Selasa (2/10).
Hasilnya, tren belanja perpajakan meningkat sejak 2016. Namun belanja perpajakan untuk mendorong investasi dan perekonomian masih yang paling kecil.
Hal ini pun disoroti oleh pengamat pajak DDTC yang menilai laporan belanja perpajakan bisa menggambarkan upaya transparansi fiskal sekaligus evaluasi efektivitas kebiiakan fiskal.
Kabar lainnya, Badan Pusat Statisik (BPS) yang melaporkan selama September 2018 terjadi deflasi 0,18% secara bulanan. BPS memprediksi deflasi tersebut tidak akan bisa bertahan lama.
Berikut ulasan berita selengkapnya:
Belanja perpajakan 2017 mencapai Rp154,7 triliun atau sekitar 1,41% dari produk domestik bruto (PDB). Namun, belanja perpajakan untuk mendorong investasi porsinya lebih kecil dibanding yang lain, yakni hanya Rp21,17 triliun atau 13,68% dari total dana pada 2017. Persentase itu lebih kecil dibanding 2016 yang mencapai 14,70% atau Rp21,11 triliun.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan porsi belanja perpajakan yang mencapai 1,14% terhadap PDB bisa menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat melalui subsidi pada sistem pajak. Namun, dari laporan yang ada, terlihat bahwa belanja perpajakan untuk mendorong investasi cenderung masih minim.
Ini adalah kedua kali Indeks Harga Konsumen (IHK) menunjukkan deflasi yakni mulai Agustus dan September 2018. Hanya saja deflasi kali ini jauh di atas prediksi. Baik ekonom maupun BI sebelumnya memprediksi akan terjadi deflasi 0,06%. Lebih tingginya deflasi September disumbang oleh deflasi pada kelompok bahan makanan dan kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan masing-masing 1,62% dan 0,05%.
Kepala Divisi IMF untuk Indonesia Luis Breuer mengatakan langkah penundaan proyek infrastruktur dengan nilai impor tinggi akan membantu pemerintah dalam menekan defisit transaksi berjalan. Namun, pemerintah perlu berhati-hati dengan kebijakan pajak lain, seperti pengenaan pajak yang lebih tinggi untuk impor barang konsumen. Langkah-langkah tersebut perlu mendapat pertimbangan yang hati-hati karena dapat memunculkan situasi yang kontraproduktif jika negara-negara lain mengambil tindakan serupa. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.