Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – SPT Tahunan dapat disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) atau dokumen elektronik. Namun, terdapat beberapa wajib pajak yang diharuskan untuk melaporkan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik.
Merujuk pada Pasal 3a ayat (7) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 243/2014 s.t.d.d PMK No. 9/2018, terdapat beberapa kriteria wajib pajak yang harus menggunakan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik.
“[Pertama,] diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik,” bunyi Pasal 3a ayat (7) huruf a PMK 243/2014 s.t.d.d PMK 9/2018, dikutip pada Jumat (26/1/2024).
Kedua, wajib pajak yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau PPh Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Ketiga, diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk dokumen elektronik.
Keempat, wajib pajak dimaksud pernah menyampaikan SPT Tahunan dalam bentuk dokumen elektronik. Kelima, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Keenam, menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan PPh. Ketujuh, laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik.
Tambahan informasi, UU KUP mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret. Untuk wajib pajak badan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April.
Penyampaian SPT Tahunan yang terlambat akan dikenai sanksi administrasi berupa denda. Denda terlambat melaporkan SPT Tahunan pada orang pribadi adalah senilai Rp100.000, sedangkan pada wajib pajak badan Rp1 juta. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.