BERDASARKAN pada Undang-Undang No. 11 Tahun 1995 s.t.d.t.d. Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai (UU Cukai), pemerintah memberikan fasilitas dalam pemungutan cukai yang berbentuk dua hal, yakni tidak dipungut cukai dan pembebasan cukai.
Pada artikel sebelumnya telah dijelaskan mengenai ketentuan barang yang tidak dipungut cukai. Sementara pada artikel ini akan diuraikan mengenai tata cara pembebasan cukai.
Ketentuan pembebasan cukai diatur dalam UU Cukai juncto Peraturan Menteri Keuangan No. 172/PMK.04/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan No. 109/PMK.04/2010 tentang Tata Cara Pembebasan Cukai (PMK 172/2019).
Secara definisi, pembebasan cukai merupakan fasilitas yang diberikan kepada pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir untuk tidak membayar cukai yang terutang.
Merujuk pada PMK 172/2019, pembebasan cukai dapat diberikan atas tujuh hal berikut. Pertama, berdasarkan pada Pasal 2 PMK 172/2019, pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol yang berasal dari pabrik, tempat penyimpanan, atau yang diimpor, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir bukan BKC.
Kedua, pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk proses produksi terpadu sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PMK 172/2019.
Ketiga, Pasal 10 PMK 172/2019 mengatur pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85% yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Keempat, mengacu pada Pasal 13 PMK 172/2019, pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk keperluan perwakilan negara asing dan tenaga ahli bangsa asing. Jumlah BKC yang dapat diberi pembebasan cukai ialah untuk minuman yang mengandung etil alkohol ditetapkan paling banyak 10 liter untuk setiap orang dewasa setiap bulan dan hasil tembakau berupa sigaret 300 batang, cerutu 100 batang, atau tembakau iris/hasil tembakau 500 gram.
Kelima, sesuai dengan Pasal 15 PMK 172/2019, pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, atau kiriman dari luar negeri.
Keenam, pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk tujuan sosial sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 PMK 172/2019. Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85% yang dipergunakan untuk tujuan sosial. Tujuan sosial yang dimaksud ialah untuk keperluan rumah sakit atau bantuan bencana alam.
Ketujuh, berdasarkan pada Pasal 19 PMK 172/2019, pembebasan cukai dapat diberikan atas barang kena cukai yang berasal dari dalam negeri atau luar negeri yang dimasukkan ke tempat penimbunan berikat.
Kedelapan, merujuk pada Pasal 20 PMK 172/2019, pembebasan cukai atas BKC yang digunakan untuk etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum.
Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum yang dalam istilah perdagangan lazim disebut spiritus bakar (brand spiritus). Perusakan etil alkohol menjadi spiritus bakar hanya diizinkan kepada pengusaha pabrik dan dilakukan di tempat tertentu di pabrik dengan diawasi pejabat Bea dan Cukai.
Kesembilan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 23 PMK 172/2019, pembebasan cukai dapat diberikan atas minuman yang mengandung etil alkohol dan/atau hasil tembakau yang berasal dari pabrik atau yang diimpor untuk dikonsumsi penumpang atau awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar daerah pabean.
Kesepuluh, sesuai Pasal 26 PMK 172/2019, penambahan pembebasan cukai dan pelaporan bagi pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, dan importir. Dalam hal jumlah etil alkohol dengan fasilitas pembebasan cukai pada periode tahun berjalan tidak mencukupi, pengguna pembebasan cukai dapat mengajukan pesanan tambahan melalui pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir.
Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, dan importir yang menjual atau menyerahkan barang kena cukai dengan mendapatkan fasilitas pembebasan cukai harus menyampaikan laporan bulanan tentang jenis dan jumlah barang kena cukai yang dijual atau diserahkan dengan fasilitas pembebasan cukai. Laporan bulanan tersebut diserahkan kepada direktur jenderal melalui kepala kantor, paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
Mengacu pada Pasal 9 ayat (3) UU Cukai, pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai, dikenai sanksi administrasi denda paling sedikit 2 kali nilai cukai dan paling banyak 10 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
Merujuk pada Pasal 30 PMK 172/2019, pelanggaran yang dimaksud tersebut dapat berupa penyalahgunaan fasilitas pembebasan cukai dengan cara menggunakan atau memindahtangankan barang kena cukai yang mendapat pembebasan cukai tidak sesuai dengan peruntukannya.
Sanksi juga dikenakan terhadap penyalahgunaan fasilitas dengan cara menggunakan etil alkohol yang mendapat pembebasan cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk memperoduksi barang hasil akhir tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.