JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani telah merilis dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait dengan tax amnesty. Secara umum, kedua beleid ini memberikan kelonggaran atas ketentuan yang terdapat dalam peraturan sebelumnya.
Pertama, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (PMK 141/2016).
Kedua, PMK Nomor 142/PMK.010/2016 tentang Perubahan Peraturan atas PMK Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle (PMK 142/2016).
"Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (23 September 2016)," ujar Sri Mulyani dalam masing-masing PMK tersebut.
PMK 141/2016 berisi relaksasi dari beberapa poin yang ada di PMK 118/2016 di antaranya apabila sebelumnya semua wajib pajak diharuskan melampirkan rincian daftar harta dan utang dalam bentuk softcopy dan hardcopy, kini wajib pajak dengan kriteria tertentu hanya diminta melampirkan dokumen hardcopy saja.
Khusus bagi wajib pajak bentuk usaha tetap (BUT) diwajibkan melampirkan beberapa dokumen seperti fotokopi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (annual tax return) perusahaan induk untuk tahun pajak terakhir, fotokopi laporan keuangan konsolidasi perusahaan induk tahun pajak terakhir, dan surat yang menyatakan harta tambahan yang diungkapkan dalam surat pernyataan belum pernah dilaporkan.
Apabila terjadi keadaan force majeure seperti bencana alam, gangguan sistem informasi, dan keadaan luar biasa yang terjadi pada akhir periode penyampaian surat pernyataan harta (SPH), maka wajib pajak yang telah menyampaikan SPH akan diberikan tanda terima sementara.
Selain itu, wajib pajak tidak lagi diwajibkan melaporkan posisi investasi atas harta yang sudah dideklarasikan setiap 6 bulan sekali tetapi diubah menjadi setahun sekali selama 3 tahun.
Wajib pajak juga diperbolehkan mencabut SPH dengan syarat memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu dan/atau hanya memiliki harta tambahan berupa harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek tax amnesty.
Sementara itu, melalui PMK 142/2016 ini Sri Mulyani menegaskan bahwa wajib pajak yang melaporkan harta yang dimilikinya melalui special purpose vehicle (SPV) kini tidak lagi diwajibkan untuk membubarkan SPV tersebut. Dalam hal ini, wajib pajak diperbolehkan untuk memilih apakah akan tetap mempertahankan atau membubarkan SPV tersebut.
Sebagai informasi, Dirjen Pajak juga baru saja merilis Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-13/PJ./2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Mingggu Terakhir Periode Pertama Penyampaian Surat Pernyataan. Detail aturan tax amnesty selengkapnya dapat diunduh di sini. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.