Kuil Wat Arun terlihat saat senja di tepi Sungai Chao Phraya di Bangkok, Thailand, Kamis (9/12/2021). Gambar diambil (9/12/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/hp/sa.
BANGKOK, DDTCNews - Kementerian Keuangan Thailand menyatakan tidak akan memperpanjang periode pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) pada tahun ini.
Menteri Keuangan Arkhom Termpittayapaisith mengatakan pemerintah telah memberikan insentif PBB sejak pertengahan 2020 hingga akhir 2021. Menurutnya, pemberian itu telah menimbulkan beban berat pada APBN.
"Kementerian menilai pemotongan pajak ini tidak bisa diperpanjang," katanya, dikutip Rabu (19/1/2022).
Arkhom mengatakan insentif PBB diberikan berupa pemotongan pajak sebesar 90% mulai Juni 2020. Akibatnya, potensi penerimaan pajak yang hilang mencapai sekitar 30 miliar baht atau Rp13 triliun per tahun.
Dia menjelaskan pemungutan PBB menjadi kewenangan pemda, yang kemudian dipakai untuk mendanai pembangunan di daerah. Namun, hilangnya potensi penerimaan karena pemberian insentif juga memaksa pemerintah untuk mencari tambahan pendapatan dari pos yang lain.
Pemerintah telah meluncurkan sejumlah stimulus untuk meringankan beban ekonomi masyarakat akibat pandemi Covid-19 sejak Maret 2020. Berdasarkan undang-undang, pemilik rumah tapak dibebaskan dari PBB untuk nilai tanah dan bangunan hingga 50 juta baht atau Rp21,6 miliar, serta 10 juta baht atau Rp4,3 miliar jika mereka hanya memiliki rumah tetapi bukan tanahnya.
Tarif PBB di Thailand berlaku progresif tergantung pada nilai tanah dan bangunannya. Tarif PBB normal untuk tanah pertanian yakni antara 0,01%-0,1%, sedangkan untuk tanah perumahan sebesar 0,02%-0,1%.
Sementara itu, tarif PBB untuk tanah dan bangunan milik perorangan yakni sebesar 0,03%-0,1%, sedangkan tarif untuk tanah kosong adalah 0,3%-0,7%.
Arkhom menjelaskan pemerintah saat ini tengah berupaya mengurangi insentif pajak untuk memastikan keberlanjutan fiskal sekaligus memperluas basis pajak. Misalnya pada pekan lalu, pemerintah mengumumkan pengenaan pajak atas keuntungan dari perdagangan cryptocurrency dan berencana memungut pajak atas perdagangan saham.
"Ini akan membantu memperluas basis pajak dan mengumpulkan tambahan pendapatan untuk pembangunan nasional," ujarnya dilansir bangkokpost.com.
Arkhom menambahkan Thailand tidak melakukan upaya perluasan basis pajak selama bertahun-tahun terakhir. Walaupun PDB meningkat, rasio penerimaan pajak tidak menunjukkan perbaikan karena negara menawarkan sejumlah pembebasan pajak untuk mendukung sektor-sektor tertentu.
Pada APBN 2022, pemerintah menetapkan belanja negara senilai 3,10 triliun baht atau Rp1.342,3 triliun dan pendapatan negara 2,4 triliun baht atau Rp1.039,2 triliun. Pemerintah berencana menarik utang 700 miliar baht atau Rp303,1 triliun untuk menutup defisit anggaran tahun ini. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.