PP 54/2023

Barang Sitaan Bisa Jadi BMN Meski Penyidikan Cukai Telah Dihentikan

Muhamad Wildan | Selasa, 28 November 2023 | 13:30 WIB
Barang Sitaan Bisa Jadi BMN Meski Penyidikan Cukai Telah Dihentikan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri keuangan atau pejabat yang ditunjuk dapat menetapkan barang kena cukai (BKC) dan barang lain yang terkait dengan tindak pidana yang telah dilakukan penghentian penyidikan sebagai barang milik negara (BMN).

Untuk menetapkan BKC sebagai BMN, menteri atau pejabat yang ditunjuk akan terlebih dahulu menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai BMN.

"Penetapan ... dilakukan paling lama 5 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan jaksa agung atau pejabat yang ditunjuk mengenai penghentian penyidikan tindak pidana di bidang cukai untuk kepentingan penerimaan negara," bunyi Pasal 12 ayat (2) PP 54/2023, dikutip Senin (27/11/2023).

Baca Juga:
Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Tak hanya menetapkan BKC menjadi BMN, menteri dan pejabat yang ditunjuk juga bisa menetapkan barang lain yang terkait dengan tindak pidana menjadi BMN. Barang lain yang dimaksud mencakup sarana pengangkut, peralatan komunikasi, media atau tempat penyimpanan, dokumen dan surat, ataupun benda lain yang tersangkut tindak pidana di bidang cukai.

"Contoh benda lain yang tersangkut tindak pidana di bidang cukai seperti mesin pembuat BKC, mesin pengemas BKC, kemasan BKC, pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya, uang tunai, atau benda lain yang tersangkut tindak pidana di bidang cukai," bunyi ayat penjelas dari Pasal 11 ayat (3) huruf e PP 54/2023.

Untuk menetapkan barang lain menjadi BMN, menteri atau pejabat yang ditunjuk harus membuktikan bahwa barang lain tersebut merupakan barang milik tersangka dan barang tersebut telah disita oleh penyidik.

Baca Juga:
Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Bila barang lain dimaksud tidak ditetapkan sebagai BMN, barang tersebut harus dikembalikan kepada pihak yang dilakukan penyitaan atau kepada mereka yang berhak.

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penyelesaian BMN yang berasal dari tindak pidana di bidang cukai yang telah dilakukan penghentian penyidikan bakal diatur lebih lanjut lewat peraturan menteri keuangan (PMK).

Untuk diketahui, PP 54/2023 adalah aturan lebih lanjut guna melaksanakan penghentian penyidikan yang diamanatkan dalam UU Cukai s.t.d.d UU HPP.

Baca Juga:
DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Dalam bagian penjelasan dari PP 54/2023, pemerintah menyatakan bahwa sanksi pidana seharusnya menjadi upaya terakhir dalam penegakan hukum di bidang cukai. Pengenaan denda dipandang lebih memberikan efek jera dan manfaat ketimbang sanksi pidana.

Namun, selama ini pelanggaran yang melalui proses penyidikan masih belum memberikan efek jera bagi pelaku. Pasalnya, pelaku lebih memilih menjalani pidana kurungan sebagai pengganti denda ketimbang membayar pidana denda itu sendiri.

Oleh karena itu, PP 54/2023 terbit guna menerapkan konsep ultimum remedium. "Penerapan konsep ultimum remedium atas pelanggaran pidana di bidang cukai selaras dengan konsep penegakan hukum di bidang perpajakan berdasarkan UU HPP, dinilai sebagai perwujudan keadilan restoratif (restorative justice) yang lebih objektif," tulis pemerintah dalam penjelasan atas PP 54/2023.

Dalam Pasal 2 PP 54/2023, ditegaskan bahwa menteri keuangan, jaksa agung, atau pejabat yang ditunjuk dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang cukai paling lama dalam waktu 6 bulan sejak tanggal surat permintaan. Penyidikan dihentikan setelah tersangka membayar sanksi denda sebesar 4 kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayar. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Harap Makan Bergizi Gratis Beri Dampak Besar ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini