Dirjen Pajak Suryo Utomo.
JAKARTA, DDTCNews – Pengecualian serta fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) yang berlaku di Indonesia relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan di negara-negara tetangga.
Dalam ketentuan yang berlaku saat ini, ada 4 kelompok barang yang tidak dikenakan PPN. Selain itu, ada 17 kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN. Otoritas mengaku akan meninjau ulang ketentuan yang berlaku sebagai salah satu pertimbangan dalam perubahan kebijakan PPN.
"Ini kondisi yang saat ini kita alami. Jadi, sampai saat ini, kami sedang mendiskusikan cara mencari sumber baru untuk penerimaan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo, Senin (10/5/2021).
Adapun 4 kelompok barang tidak dikenakan PPN adalah pertama, barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, kecuali batu bara. Kedua, barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak (beras, gabah, jagung, daging, ikan, dan lainnya).
Ketiga, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan usaha jasa boga atau katering. Keempat, uang, emas batangan, dan surat berharga.
Sementara 17 kelompok jasa tidak dikenakan PPN meliputi:
Adapun pengecualian yang berlaku di negara lain tercatat sangat sedikit. Sebagai contoh, barang yang dikategorikan sebagai bukan barang kena pajak (non-BKP) di Singapura tercatat hanya mencakup properti, logam berharga, dan barang untuk keperluan investasi.
Sementara itu, jasa yang tergolong bukan jasa kena pajak (non-JKP) hanya terbatas pada jasa keuangan dan sewa properti untuk tempat tinggal.
China sama sekali tidak menetapkan barang dan jasa yang bukan BKP/JKP. Dengan demikian, semua penyerahan barang dan jasa adalah penyerahan BKP/JKP.
Selain non-BKP serta non-JKP, sambung Suryo, terdapat pula penyerahan BKP/JKP yang diberikan fasilitas tidak dipungut atau dibebaskan. Seluruh pengecualian dan fasilitas PPN ini berpengaruh terhadap penerimaan PPN yang mampu dipungut pemerintah.
"Sumber penerimaan itu PPh dan PPN. PPN ini yang bagus seperti apa sih? Oleh karena itu, kami terus-menerus melakukan assessment. Kami evaluasi," ujar Suryo. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Coba cek capital outflow premi asuransi jumlahnya luar biasa yg seharusnya bisa dikenakan PPN dan PPH 26. Jgn terlalu percaya dengan COD yg sangat mudah didapat. Tugas DJP untuk membenahi double tax treaty
Gross premi asuransi nasional sekitar 500 trilun pertahun dan sebagian besar direasuransikan ke perusahaan reasuransi di luar negeri. Seharusnya ada penambahan nilai yg bisa dikenakan PPN dan/ atau PPH 23/26. Pengusaha memanfaatkan ketersediaan COD yg sangat mudah didapat. Ini tugas DJP untuk membenahi peraturan double tax treaty