JAKARTA, DDTCNews - Dirjen pajak mengubah ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembuatan bukti pemotongan dan/pemungutan pajak serta isi, tata cara pengisian, dan penyampaian SPT Masa bagi instansi pemerintah.
Perubahan ketentuan tersebut dilakukan melalui Perdirjen Pajak No. PER-5/PJ/2024. Beleid yang berlaku mulai masa pajak Juni 2024 ini memperbarui ketentuan yang diatur dalam Perdirjen Pajak No. PER-17/PJ/2021.
Perubahan ketentuan dilakukan untuk mengakomodasi penyesuaian ketentuan pascaterbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 168/2023. Adapun PMK 168/2023 di antaranya mengatur tentang penerapan tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26.
“bahwa dengan ditetapkannya PMK 168/2023…, Perdirjen Pajak No.PER-17/PJ/2021…belum menampung kebutuhan perubahan pengaturan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sehingga perlu dilakukan perubahan,” bunyi salah satu pertimbangan PER-5/PJ/2024.
Adapun PER-5/PJ/2024 mengubah 5 pasal yang sebelumnya diatur dalam PER-17/PJ/2021. Kelima pasal tersebut meliputi Pasal 1, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 8, dan Pasal 9. Perubahan itu dimuat dalam Pasal I PER-5/PJ/2024. Adanya perubahan tersebut membuat PER-17/PJ/2021 s.t.d.d PER-5/PJ/2024 kini terdiri atas 5 bab dan 17 pasal.
BAB I KETENTUAN UMUM (Pasal 1- Pasal 2)
- Pasal 1 (Perubahan)
Berisi definisi sejumlah istilah yang terdapat dalam peraturan ini. Adapun perubahan dalam PER-5/PJ/2024 mayoritas berkaitan dengan redaksional.
- Pasal 2
Berisi ketentuan yang mewajibkan pemotong dan/atau pemungut pajak atas belanja pemerintah untuk membuat bukti pemotongan/pemungutan pajak serta menyerahkannya kepada pihak yang dipotong/dipungut pajak.
Bukti pemotongan/pemungutan pajak tersebut meliputi bukti pemotongan 21/26 instansi pemerintah; bukti pemotongan/pemungutan unifikasi instansi pemerintah; dan bukti pemungutan PPN/PPnBM.
Selain itu, pemotong/pemungut pajak tersebut juga harus melaporkan bukti pemotongan/ pemungutan pajak kepada DJP menggunakan SPT Masa bagi instansi pemerintah. Adapun SPT Masa bagi instansi pemerintah tersebut meliputi SPT 21/26 instansi pemerintah dan SPT unifikasi intansi pemerintah.
Adapun SPT unifikasi intansi pemerintah meliputi beberapa jenis pajak, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26 (selain yang dilaporkan dalam SPT 21/26 instansi pemerintah), dan PPN dan/atau PPnBM.
Pemotong/pemungut pajak dapat membetulkan atau membatalkan bukti pemotongan/pemungutan PPh, membuat bukti pemotongan/pemungutan PPh tambahan, dan/atau mengganti/membatalkan bukti pemungutan PPN/PPnBM.
BAB II BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK (Pasal 3 – Pasal 8)
- Pasal 3 (Perubahan)
Berisi ketentuan mengenai jenis bukti pemotongan 21/26 instansi pemerintah. Bukti tersebut kini ada 5 jenis, yaitu formulir 1721-A1; formulir 1721-A2; formulir 1721-A3; formulir 1721-B1; dan formulir 1721-26.
Formulir 1721-A3 menjadi jenis bukti pemotongan baru. Bukti ini dibuat untuk pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan yang diberikan kepada pegawai tetap dan pensiunan yang menerima uang terkait pensiun secara berkala, serta bagi PNS, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pensiunannya.
Pemotong pajak harus membuat Formulir 1721-A3 setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Selain itu, pemotong pajak harus memberikan bukti pemotongan formulir 1721-A3 kepada penerima penghasilan paling lama 1 bulan setelah masa pajak berakhir.
- Pasal 4 (Perubahan)
Berisi ketentuan saat bukti pemotongan 21/26 instansi pemerintah tidak perlu dibuat dan tetap harus dibuat. Perubahan paling mencolok adalah terkait dengan hilangnya poin kerharusan pembuatan bukti pemotongan 21/26 instansi pemerintah dalam hal tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena jumlah penghasilan tidak melebihi batasan penghasilan harian atau kumulatif bulanan.
- Pasal 5
Berisi uraian ketentuan mengenai bukti pemotongan/pemungutan unifikasi instansi pemerintah. Secara ringkas, bukti tersebut terdiri atas bukti pemotongan/pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15, Pasal 22, dan Pasal 23 (formulir BPPU); serta bukti pemotongan PPh Pasal 26 (formulir BPPU-26).
- Pasal 6
Berisi uraian ketentuan saat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi instansi pemerintah tidak perlu dibuat dan tetap harus dibuat.
- Pasal 7
Berisi uraian ketentuan tentang jenis bukti pemungutan PPN/PPnBM. Bukti tersebut meliputi faktur pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak; dan surat setoran pajak (SSP), BPN, atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.
- Pasal 8 (Perubahan)
Berisi ketentuan identitas pihak yang dipotong/dipungut untuk administrasi pembuatan bukti pemotongan 21/26 instansi pemerintah. Perubahan dalam pasal ini terkait dengan adanya penambahan opsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas untuk wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
BAB III BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI INSTANSI PEMERINTAH (Pasal 9 – Pasal 15)
- Pasal 9 (Perubahan)
Berisi ketentuan mengenai bentuk dan isi SPT 21/26 instansi pemerintah. Terdapat sejumlah perubahan redaksional terkait dengan jenis informasi yang minimal harus dimuat dalam SPT 21/26 instansi pemerintah.
- Pasal 10
Berisi ketentuan mengenai bentuk dan isi SPT unifikasi instansi pemerintah.
- Pasal 11
Berisi ketentuan mengenai pembetulan, penggantian, atau pembatalan bukti pemotongan/pemungutan.
- Pasal 12
Berisi ketentuan mengenai pembetulan SPT Masa bagi instansi pemerintah.
- Pasal 13
Berisi ketentuan apabila pembetulan SPT Masa bagi instansi pemerintah mengakibatkan adanya pajak yang kurang disetor atau pajak yang lebih disetor.
- Pasal 14
Berisi ketentuan penandatanganan secara elektronik.
- Pasal 15
Berisi ketentuan batas waktu penyampaian SPT Masa bagi instansi pemerintah.
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN (Pasal 16)
- Pasal 16
Berisi ketentuan peralihan saat PER-17/PJ/2021 baru terbit.
BAB V KETENTUAN PENUTUP (Pasal 17)
- Pasal 17
Berisi ketentuan waktu mulai berlakunya PER-17/PJ/2021.
Selain itu, PER-5/PJ/2024 menambahkan Pasal II yang mengatur terkait dengan ketentuan perlalihan pascaberlakunya PER-5/PJ/2024.
Pasal II
Berisi ketentuan yang menegaskan pemotongan pajak sejak 1 januari 2024 sampai dengan 31 Mei 2024, yang tidak dibuatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 bulanan (formulir 1721-A3), tetap dapat diperhitungkan dalam penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak terakhir. Pasal ini juga menyatakan PER-5/PJ/2024 mulai berlaku sejak masa pajak Juni 2024.
Untuk membaca PER-5/PJ/2024 secara lengkap, Anda dapat mengunduh (download) melalui Perpajakan DDTC. (kaw)