KEUANGAN NEGARA

APBN Kurang Optimal, Ini Pendapat Ekonom

Redaksi DDTCNews | Selasa, 24 Oktober 2017 | 10:06 WIB
APBN Kurang Optimal, Ini Pendapat Ekonom

JAKARTA, DDTCNews – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menjelaskan beberapa hal yang selama ini dinilai menghambat efektifitas belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Dia menyoroti beberapa faktor yang mengakibatkan tidak optimalnya belanja APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain target belanja APBN yang terus meningkat, pajak yang terlalu fokus pada wajib pajak terdaftar, proses APBN-P yang tidak fleksibel dan pengawasan yang berkarakter watchdog.

Kendati demikian, Aviliani mengapresiasi kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang dinilai sudah mulai mempertimbangkan fluktuasi penerimaan yang berdampak pada besarnya pengeluaran dan tidak berpatok pada pengeluaran yang terus meningkat.

Baca Juga:
Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

“Saya lihat dua tahun terakhir sudah mulai berani untuk menurunkan (target pengeluaran), jadi Ibu Sri Mulyani, saya lihat sudah mulai berani menurunkan targetnya tidak selalu naik terus,” kata Aviliani dalam seminar nasional dengan tema “Efektivitas dan Efisiensi Belanja Negara” di Gedung Dhanapala, Komplek Kementerian Keuangan, Jakarta Senin (23/10).

Menurutnya, permasalahan pajak yang lebih fokus mengejar wajib pajak terdaftar dirasa kurang efektif. “Yang benar-benar dipotong dari kantornya, yang benar-benar dia membayar pajak tidak lebih dari 30%. Yang 70% ini adalah kebanyakan sektor informal. (Sekarang ini) yang dikejar-kejar adalah orang yang sudah bayar pajak. E-KTP akan menjadi nomor wajib pajak harus segera dilaksanakan, ” kata Aviliani.

Selain itu, proses APBN Perubahan (APBN-P) memerlukan persetujuan DPR dirasa menghambat fleksibilitas APBN untuk mengantisipasi perubahan ekonomi dan lingkungan yang semakin cepat.

Baca Juga:
Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

“Ke depan dalam membuat APBN atau APBD itu perlu adanya keleluasaan untuk mengalihkan anggaran. Ekonomi bisa terganggu karena APBN-P itu butuh persetujuan dari DPR (yang bisa memakan waktu 2-3 bulan),” kata Aviliani.

Aviliani juga menyoroti sistem pengawasan anggaran (oleh KPK, BPK misalnya) yang dirasakan masih bersifat watchdog, mengakibatkan ketakutan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk membelanjakan anggarannya.

“KPK, BPK harus menjadi partner kalau ada temuan, beri tahu kesalahannya yang harus diperbaiki. Jadi, Kepala Daerah merasa nyaman bahwa fungsi pengawasan itu bukan hanya mencari kesalahan tapi juga memberikan masukan kepada daerah,” jelasnya. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

BERITA PILIHAN
Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:30 WIB PERPRES 132/2024

Tak Hanya Sawit, Cakupan BPDP Kini Termasuk Komoditas Kakao dan Kelapa

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kabinetnya Gemuk, Prabowo Minta Menteri Pangkas Kegiatan Seremonial

Rabu, 23 Oktober 2024 | 17:00 WIB UJIAN SERTIFIKASI KONSULTAN PAJAK

Awas! Ada Sanksi Blacklist bagi Peserta USKP yang Tidak Datang Ujian

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:30 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Daftar Lengkap Menteri Keuangan dari Masa ke Masa, Apa Saja Jasanya?

Rabu, 23 Oktober 2024 | 16:00 WIB KABUPATEN MALUKU TENGAH

Pajak Hiburan 45%, Ini Daftar Tarif Pajak Terbaru di Maluku Tengah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:53 WIB PROFESI KONSULTAN PAJAK

USKP Kembali Digelar Desember 2024! Khusus A Mengulang dan B-C Baru

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kabinet Gemuk Prabowo, RKAKL dan DIPA 2024-2025 Direstrukturisasasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:32 WIB SERTIFIKASI PROFESIONAL PAJAK

Profesional DDTC Bersertifikasi ADIT Transfer Pricing Bertambah

Rabu, 23 Oktober 2024 | 15:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP: Lapor SPT WP Badan Harus Pakai Akun Orang Pribadi