PERDAGANGAN internasional yang terus berkembang membuat arus keluar dan masuk barang dari suatu negara makin pesat. Tidak hanya perusahaan, orang pribadi pun kini banyak yang melakukan kegiatan perdagangan lintas batas, terutama impor.
Hal tersebut membuat pengetahuan akan cara penentuan nilai pabean penting diketahui. Sebab, nilai pabean adalah nilai yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan bea masuk dan pungutan dalam rangka impor lainnya. Nilai pabean ini di antaranya dihitung dengan metode deduksi.
Lantas, seperti apa metode deduksi?
Sebelum membahas mengenai metode deduksi perlu dipahami kembali perihal metode penentuan nilai pabean. Mengacu kepada WTO Valuation Agreement dan PMK 144/2022, terdapat 6 metode penentuan nilai pabean yang harus diterapkan secara berurutan.
Keenam metode tersebut meliputi nilai transaksi, nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode komputasi, dan metode pengulangan (fallback method). Metode ini perlu diterapkan secara berurutan sesuai dengan ketentuan.
Hal ini berarti sebagian besar nilai pabean akan ditentukan berdasarkan metode nilai transaksi. Namun, apabila nilai transaksi tidak bisa digunakan maka beralih ke metode nilai transaksi barang identik dan seterusnya.
Metode deduksi merupakan metode yang digunakan apabila nilai pabean tidak dapat ditentukan berdasarkan 3 metode penentuan nilai pabean sebelumnya (nilai transaksi, nilai transaksi barang identik, dan nilai transaksi barang serupa).
Merujuk Pasal 14 PMK 144/2022, metode deduksi adalah:
“Metode penentuan nilai pabean barang impor berdasarkan harga satuan yang terjadi dari penjualan oleh importir di pasar dalam daerah pabean atas: barang impor yang bersangkutan; barang identik; atau barang serupa, dengan kondisi sebagaimana saat diimpor, serta dikurangi biaya yang terjadi setelah pengimporan.”
Tidak sembarang harga satuan dapat dijadikan sebagai dasar penghitungan dalam metode ini. Sebab, harga satuan yang digunakan sebagai dasar penghitungan metode deduksi tersebut harus memenuhi 4 persyaratan.
Pertama, harga satuan diperoleh dari penjualan di pasar dalam daerah pabean yang antara penjual dan pembeli bukan merupakan orang saling berhubungan. Penjualan tersebut terjadi pada tanggal yang sama atau dalam jangka waktu 30 hari sebelum atau sesudah tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor yang akan ditetapkan nilai pabeannya.
Kedua, dalam hal tidak terdapat penjualan yang terjadi dalam jangka waktu, harga satuan diperoleh dari penjualan setelah tanggal pemberitahuan pabean impor yang sedang ditetapkan nilai pabeannya dan paling lama 90 hari sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor yang harga satuannya akan digunakan sebagai nilai pabean.
Ketiga, harga satuan berasal dari barang impor yang bersangkutan, barang identik, atau barang serupa yang terjual dalam jumlah terbanyak.
Keempat, harga satuan bukan merupakan penjualan kepada pihak pembeli yang memasok assist untuk pembuatan barang impor yang bersangkutan.
Apabila tidak terdapat harga satuan yang memenuhi syarat tersebut maka metode deduksi tidak dapat digunakan sebagai nilai pabean dari barang impor yang bersangkutan.
Sementara itu, biaya-biaya yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang guna memperoleh nilai pabean antara lain:
Data besarnya biaya pengurangan tersebut diperoleh dari pembeli, kecuali data tersebut tidak sesuai dengan kelaziman yang berlaku di daerah pabean. Harga satuan setelah dikurangi dengan berbagai biaya pengurang inilah yang menjadi nilai pabean berdasarkan metode deduksi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai metode deduksi termasuk rumus perhitungannya dapat disimak dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 144/2022. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.