KAMUS PAJAK

Apa itu Imbalan Natura dan Kenikmatan?

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 20 April 2020 | 11:07 WIB
Apa itu Imbalan Natura dan Kenikmatan?

PADA umumnya suatu perusahaan akan memberikan imbalan berupa gaji dan tunjangan dalam bentuk uang yang dibayarkan secara langsung melalui cek ataupun transfer. Remunerasi dalam bentuk kas atau tunai ini dikenal pula dengan istilah benefit in cash.

Namun, perusahaan sering kali juga memberikan imbalan dalam bentuk lain seperti barang dan fasilitas tertentu yang dikenal pula dengan istilah imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (benefit in kind). Lantas, apa yang dimaksud dengan imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan? Bagaimana perlakuan perpajakannya?

Definisi
BERDASARKAN Kamus Besar Bahasa Indonesia, natura adalah barang yang sebenarnya dan bukan dalam bentuk uang. Selanjutnya, berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE - 03/PJ.23/1984 kenikmatan dalam bentuk natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.

Baca Juga:
Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Merujuk penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang UU Pajak Penghasilan (PPh), penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang.

Lebih lanjut, penjelasan Pasal 4 ayat (3) huruf d juga memberikan contoh imbalan dalam bentuk natura, di antaranya beras, gula, dan sebagainya. Sementara itu, imbalan dalam bentuk kenikmatan di antaranya seperti penggunaan mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan.

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan imbalan yang tidak diberikan dalam bentuk tunai. Kendati sama-sama merupakan imbalan nontunai, keduanya memiliki sedikit perbedaan di mana natura merupakan imbalan dalam bentuk barang atau fisik, sedangkan kenikmatan merupakan imbalan dalam bentuk fasilitas.

Baca Juga:
Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Perlakuan Pajak
PERLAKUAN pajak atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan terbagi menjadi dua. Pertama, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagai objek pajak dan nonobjek pajak.

Secara umum, berdasarkan Pasal 4 ayat (3) huruf d, imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah bukanlah objek PPh.

Namun, terdapat pengecualian tertentu yang menjadikan imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan menjadi objek PPh sehingga dikenai pajak. Pengecualian ini terjadi jika imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan diberikan bukan oleh wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 UU PPh.

Baca Juga:
Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Adapun yang dimaksud dengan bukan wajib pajak antara lain kantor Sekretariat Jenderal ASEAN di Indonesia dan pihak lain yang diatur Pasal 3 UU PPh. Selanjutnya, wajib pajak yang dikenai PPh bersifat final misalnya wajib pajak usaha jasa konstruksi. Sementara itu, wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan deemed profit di antaranya wajib pajak di usaha jasa pelayaran luar negeri.

Contoh seorang pegawai dari pejabat perwakilan diplomatik negara asing yang berada di Jakarta, memperoleh kenikmatan berupa fasilitas tempat tinggal dan kenikmatan dalam bentuk lainnya. Kenikmatan tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai, sebab pejabat perwakilan diplomatik yang bersangkutan memenuhi kriteria sebagai bukan wajib pajak.

Kedua, imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sebagai deductible dan nondeductible expense. Secara umum berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang atas penghasilan bruto dari pemberi kerja (nondeductible expense)

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Namun, terdapat beberapa pengecualian untuk tujuan tertentu sehingga natura/kenikmatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expense). Anda juga dapat menyimak definisi deductible expense pada artikel berikut.

Adapun ketentuan natura dan/atau kenikmatan yang dapat menjadi deductible expense tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 167/PMK.03/2018 yang terbit dan berlaku efektif pada 19 Desember 2018.

Melalui beleid tersebut, pemerintah menegaskan terdapat tiga jenis imbalan natura dan/atau kenikmatan yang dapat menjadi deductible expense dari pemberi kerja, yaitu:

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku
  1. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai.
  2. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan dalam rangka menunjang kebijakan pembangunan pemerintah.
  3. Kewajiban perusahaan menyediakan sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut harus mengharuskannya. Anda juga dapat menyimaknya pada infografis berikut.

Bentuk Tunai
LEBIH lanjut, hal yang perlu digaris bawahi adalah pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh menjadi deductible expense harus dilakukan dalam bentuk tunai. Namun, terdapat suatu contoh kasus di mana suatu penggantian diberikan dalam bentuk tunai bisa menjadi deductible expense dan dapat pula menjadi nondeductible expense.

Kasus tersebut dapat terjadi berkaitan dengan penggantian biaya pengobatan atau perawatan. Contoh apabila seorang pegawai mendapatkan perawatan kesehatan dari suatu rumah sakit, dan rumah sakit itu menerima pembayaran secara tunai dari pemberi kerja, maka balas jasa yang diterima pegawai tersebut merupakan kenikmatan dan bukan objek PPh.

Oleh karena itu, kendati pemberi kerja melakukan pembayaran dalam bentuk tunai, pembayaran tersebut dilakukan kepada pihak ketiga bukan kepada pegawai. Dengan demikian, pembayaran kepada rumah sakit itu merupakan nondeductible expense bagi pemberi kerja.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Sementara, apabila pengantian biaya perawatan tersebut diberikan secara tunai kepada pegawai baik secara langsung maupun dimasukkan dalam unsur gaji bulanan pegawai, biaya penggantian ini merupakan objek PPh.

Dengan demikian, penggantian tersebut merupakan penghasilan bagi pegawai dan terutang PPh serta dapat menjadi deductible expense bagi pemberi kerja. Namun, ilustrasi ini hanyalah contoh sederhana untuk memberikan penggambaran tentang definisi imbalan berupa natura dan/atau kenikmatan. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 Februari 2021 | 15:44 WIB

kalau merujuk ke Pasal 3 ayat (1) PMK 167/2018, bingkisan lebaran tidak termasuk ke dalam makanan dan minuman yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto pemberi kerja

17 Januari 2021 | 20:52 WIB

Jika penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan termasuk objek pph / deductible expense, Kalau bingkisan lebaran apakah termasuk objek pph juga ?

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jamin Stimulus Ekonomi Efektif, Birokrasi Penyaluran Perlu Dipermudah

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tahun Baru, PTKP Baru? Catatan bagi yang Baru Menikah atau Punya Anak

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak