PEMBUATAN faktur pajak merupakan kewajiban yang harus dilakukan pengusaha kena pajak (PKP). Kewajiban itu tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) UU PPN yang mengharuskan PKP membuat faktur pajak setiap melakukan penyerahan barang kena pajak (BKP)/jasa kena pajak (JKP).
Kewajiban membuat faktur pajak juga merupakan refleksi dari kewajiban PKP untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN). Faktur pajak ini pula yang menjadi bukti pemungutan PPN dan dapat digunakan sebagai sarana mengkreditkan pajak masukan. Simak Kamus “Apa Itu Faktur Pajak”
Namun, faktur pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar sesuai sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. Berdasarkan Pasal 13 ayat (5) UU PPN faktur pajak salah satunya harus memuat nama, alamat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pembeli BKP/penerima JKP.
Kendati demikian, Ditjen Pajak memberikan kemudahan untuk penerbitan faktur pajak bagi PKP pedagang eceran (PKP PE). Hal ini membuat faktur pajak PKP PE berbeda dan kerap disebut faktur pajak digunggung. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan faktur pajak digunggung?
Definisi
FAKTUR pajak digunggung merupakan istilah yang kerap digunakan untuk menyebut faktur pajak yang diterbitkan PKP PE. Namun, istilah faktur pajak digunggung sebenarnya tidak secara eksplisit tercantum dalam ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN).
Pasalnya, UU PPN maupun aturan pelaksanaanya hanya mengenal istilah faktur pajak. Akan tetapi, apabila dirunut istilah faktur pajak digunggung menjadi istilah yang menggantikan faktur pajak sederhana yang telah dihapus sejak diundangkannya UU No.42/2009 (perubahan terakhir UU PPN).
Sebelumnya, Pasal 13 ayat (7) UU No.18/2000 memperkenankan PKP membuat faktur pajak sederhana yang persyaratannya ditetapkan Keputusan Dirjen Pajak. Secara ringkas, faktur pajak sederhana dapat diterbitkan PKP yang menyerahkan BKP/JKP secara langsung pada konsumen akhir.
Faktur pajak sederhana juga dapat dibuat PKP yang menyerahkan BKP/JKP kepada pembeli yang nama, alamat atau NPWPnya tidak diketahui. Namun, UU No.42/2009 menghapus Pasal 13 ayat (7) dan tidak lagi menyebut istilah faktur pajak sederhana.
Meski demikian, Pasal 14 ayat (1) UU KUP pada intinya memperkenankan PKP PE untuk membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan g UU PPN.
Adapun istilah digunggung tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Perdirjen Pajak Nomor PER - 29/PJ/2015 yang menyatakan PKP PE diperkenankan melaporkan faktur pajak dalam SPT Masa PPN 1111 dengan cara digunggung.
Faktur Pajak ini dilaporkan dalam Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan pada butir I huruf B angka 2).
PKP Pedagang Eceran
ADAPUN yang dimaksud sebagai PKP PE adalah yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) PP 1/2012 jo Pasal 5 ayat (2) PMK-151/PMK.03/2013 jo Pasal 1 ayat (1) PER-58/PJ/2010.
Merujuk aturan tersebut, PKP PE merupakan PKP yang dalam kegiatan usaha/pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan 3 cara. Pertama, melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya
Kedua, dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
Ketiga, umumnya penyerahan BKP atau transaksi jual beli dilakukan tunai dan penjual langsung menyerahkan BKP atau pembeli langsung membawa BKP yang dibelinya. Lebih lanjut, berdasarkan PER-58/PJ/2010, PKP PE wajib membuat faktur pajak yang paling sedikit memuat 5 informasi.
Pertama, nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP. Kedua, jenis BKP yang diserahkan. Ketiga, jumlah harga jual yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah. Keempat, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dipungut.
Kelima, kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak. Apabila disandingkan dengan syarat minimal yang tercantum dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN maka dapat disimpulkan jika PKP PE dapat membuat faktur tanpa mencantumkan identitas pembeli dan tanda tangan penjual.
Selain itu, bentuk faktur pajak PKP PE tidak diharuskan dalam dokumen terpisah seperti bentuk faktur pajak secara umum. Dokumen lain yang berfungsi faktur pajak dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan dan sejenisnya.
PER-58/PJ/2010 menekankan bentuk dan ukuran formulir faktur disesuaikan dengan kepentingan PKP PE. Pengadaan formulir faktur pajak pun dilakukan PKP PE. Penjelasannya dapat disimak dalam Perdirjen Pajak No. PER-58/PJ/2010, dan Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-137/PJ/2010.
Alasan PKP PE dapat membuat faktur pajak dengan minimal informasi yang lebih sederhana adalah karena karakteristik aktivitas usahanya yang berjualan langsung kepada konsumen akhir. Hal ini membuat jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak tetapi dengan nilai relatif kecil
Untuk itu, apabila PKP PE diperlakukan sama seperti PKP lainnya dalam pembuatan dan penatausahaan faktur pajak justru akan menyebabkan kesulitan. Oleh karena itu, guna memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi PKP PE, Ditjen Pajak menerbitkan ketentuan khusus.
Adapun terminologi digunggung dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata gunggung yang berarti adalah jumlah, sejumlah, atau sebanyak. Namun, faktur pajak digunggung berbeda dengan faktur pajak gabungan.
Faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang meliputi semua penyerahan BKP/JKP selama 1 bulan kalender kepada pembeli BKP/penerima JKP yang sama. Faktur pajak gabungan ditujukan untuk meringankan beban administrasi PKP dan tercantum dalam Pasal 13 ayat (2) UU PPN.
Perbedaan utamanya pada ada tidaknya identitas pembeli dan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur. Faktur pajak digunggung bisa tidak dilengkapi identitas dan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur, sedangkan faktur pajak gabungan tetap harus.
Simpulan
PADA intinya faktur pajak digunggung adalah faktur pajak yang tidak menyertakan identitas pembeli dan tanda tangan pihak yang berhak menandatangani faktur. Faktur ini dapat dibuat PKP PE. Namun, Istilah faktur pajak digunggung tidak secara eksplisit tercantum dalam ketentuan PPN.
Istilah digunggung tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Perdirjen Pajak Nomor PER - 29/PJ/2015 yang menyatakan PKP PE diperkenankan melaporkan faktur pajak dalam SPT Masa PPN 1111 dengan cara digunggung. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.