KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Automatic Blocking System?

Nora Galuh Candra Asmarani | Rabu, 08 Mei 2024 | 18:30 WIB
Apa Itu Automatic Blocking System?

PENERIMAAN Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara.

PNBP merupakan penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah. Sebagai bagian dari penerimaan negara, penerimaan PNBP juga perlu dioptimalkan. Namun, upaya optimalisasi PNBP dibayangi dengan masalah semakin besarnya nilai piutang PNBP yang didominasi status macet.

Dalam rangka mengatasi kondisi tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Pengelola Fiskal mengambil kebijakan yang tegas berupa implementasi Automatic Blocking System (ABS) sejak 1 Januari 2022. Lantas, apa itu ABS?

Baca Juga:
Apa Itu Simbara?

Pengertian Automatic Blocking System (ABS)

Kendati mengatur implementasi ABS, PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023 tidak memberikan definisi ABS secara harfiah. Namun, pengertian ABS dapat dipahami dengan merujuk pada ketentuan Pasal 184D dan Pasal 184E PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023.

Berdasarkan pasal tersebut, ABS dapat diartikan sebagai sistem informasi yang dikelola Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dapat digunakan sebagai upaya penyelesaian piutang PNBP atau piutang negara lainnya dengan memblokir layanan tertentu dan/atau pembukaan blokir layanan tertentu.

Berdasarkan Kemenkeu Learning Center (KLC), ABS adalah sistem informasi pada Kemenkeu yang digunakan untuk memblokir layanan tertentu dan/atau membuka blokir atas layanan tertentu, sebagai upaya penyelesaian piutang PNBP dan/atau piutang negara lainnya.

Baca Juga:
8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran

Ditjen Anggaran (DJA) mendefinisikan ABS sebagai sistem yang diimplementasikan untuk optimalisasi PNBP dengan cara menerapkan blokir atas akses kode billing SIMPONI dan akses kepabeanan kepada wajib bayar (WB) yang tidak patuh dalam pemenuhan kewajiban piutang PNBP.

SIMPONI adalah kependekan dari dari Sistem Informasi PNBP Online. Sistem tersebut dikelola oleh DJA untuk memfasilitasi pembayaran/penyetoran PNBP dan penerimaan non-anggaran. Sistem ini hadir untuk menggantikan Modul Penerimaan Negara Generasi 1 (MPN G-1).

Sementara itu, wajib bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP. Adapun ABS diimplementasikan di antaranya untuk menciptakan efek jera terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban piutang PNBP.

Baca Juga:
Dewan Pakar Prabowo Sebut Pembentukan BPN Kemungkinan Tertunda

Merujuk Laporan Kinerja (Lakin) DJA 2023, ABS merupakan upaya terakhir terhadap WB yang tidak memiliki itikad baik dalam penyelesaian kewajiban piutang PNBP. Tindakan ABS berupa penghentian layanan berdasarkan penilaian dari Instansi Pengelola (IP) PNBP dan mitra instansi pengelola (MIP) PNBP.

Sederhananya, ABS adalah sistem penghentian layanan akses kode billing (pemblokiran) SIMPONI dan pemblokiran akses kepabeanan terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban piutang PNBP. Pemblokiran akses kepabeanan dapat dilakukan karena sistem SIMPONI sudah terintegrasi dengan sistem DJBC (CEISA).

Skema Penerapan ABS

Berdasarkan PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023, secara ringkas mekanisme ABS terdiri atas 3 langkah. Pertama, IP PNBP dapat mengusulkan kepada DJA untuk melakukan pemblokiran akses SIMPONI dan akses kepabeanan terhadap WB yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban PNBP.

Baca Juga:
Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

Berdasarkan Perdirjen Anggaran No.13/AG/2021 yang dipaparkan dalam Webinar Peningkatan Kualitas Pengelolaan Piutang PNBP melalui Implementasi Automatic Blocking System (15/11/2022), IP PNBP dapat mengusulkan ABS dengan syarat:

  1. Telah dilakukan kegiatan optimalisasi penagihan PNBP oleh IP PNBP (tata cara optimalisasi tergantung pada proses bisnis tiap IP PNBP);
  2. Tidak dalam proses permohonan keberatan, keringanan, atau gugatan ke pengadilan;
  3. Memastikan penagihan telah dilakukan sampai dengan:
    a) Tagihan ketiga untuk piutang PNBP berdasarkan hasil verifikasi, monitoring, hasil penetapan keberatan atau sumber lainnya;
    b) 3 bulan setelah Surat Ketetapan PNBP Kurang Bayar diterbitkan untuk piutang PNBP berdasarkan hasil pemeriksaan; atau
    c) 1 bulan setelah Surat Tagihan diterbitkan untuk piutang PNBP berdasarkan putusan pengadilan;
  4. Telah dilakukan himbauan/teguran/peringatan kepada WB untuk melunasi PNBP Terutang; dan
  5. Telah dilakukan penghentian/pembekuan layanan baik sistem maupun manual di internal IP PNBP.

Kedua, DJA akan meneliti usulan tersebut dan menetapkan WB yang akan diblokir. Sistem SIMPONI telah terintegrasi dengan sistem CEISA DJBC sehingga pemblokiran terhadap akses SIMPONI maka secara otomatis juga akan terjadi pemblokiran terhadap akses CEISA DJBC.

Berdasarkan Pasal 183 PMK 155/2021 s.t.d.d PMK 58/2023, pemblokiran akses SIMPONI (penghentian layanan penerbitan kode billing) tersebut dapat diperluas ke IP PNBP lainnya (selain yang mengusulkan ABS). Layanan dari IP PNBP lainnya tersebut dengan kriteria:

Baca Juga:
Apa Itu e-PHTB Notaris/PPAT?
  1. bukan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan; dan
  2. kewajiban PNBP yang dimintakan berhubungan dengan Wajib Bayar yang dimintakan blokir.

Selain itu, DJA dapat menyampaikan permintaan penghentian layanan-layanan pada instansi lain berkenaan kepada WB. Instansi lain tersebut dapat berupa layanan perpajakan, layanan kepabeanan dan cukai, layanan jasa keuangan, layanan imigrasi, dan layanan administrasi hukum umum.

Pemblokiran tersebut membuat WB tidak akan dapat mengakses sistem layanan PNBP kementerian atau lembaga sebelum melunasi piutang PNBP. WB juga tidak dapat mengakses layanan kepabeanan baik ekspor maupun impor sebelum melunasi Piutang PNBP.

Ketiga, akses SIMPONI dan akses kepabeanan atau akses lain yang diblokir akan dibuka kembali setelah WB menyelesaikan piutang PNBP baik melalui pelunasan maupun pengajuan keringanan PNBP seperti penundaan dan pengangsuran.

Baca Juga:
Optimalisasi Penerimaan Negara, Prabowo Bakal Tambah 1 Wamenkeu

Merujuk laman DJA, proses implementasi ABS dimulai pada 2021 dengan persiapan sistem dan regulasi. Selanjutnya, pada 2022 implementasi ABS dilanjutkan dengan penyusunan Juknis/SOP, sosialisasi, dan pelaksanaan uji coba dilakukan di Ditjen Planologi.

Kemudian, implementasi ABS diperluas ke Kementerian ESDM, termasuk Ditjen Minerba, Ditjen Migas, Ditjen EBTKE, dan BPH Migas pada 2023. Penyekatan ABS juga diperluas ke layanan PNBP K/L seperti pertanahan, keimigrasian, dan perizinan AHU.

Terhitung hingga 12 September 2023, sebanyak 119 WB telah menyelesaikan piutang PNBP dengan total nilai Rp788,92 miliar. Jumlah tersebut mencakup piutang PNBP WB Kementerian LHK sebesar Rp459,71 miliar dan piutang PNBP WB Kementerian ESDM sebesar Rp329,21 miliar (Laman DJA).

Dalam perkembangannya, ABS diharapkan tidak hanya untuk optimalisasi penagihan piutang PNBP, tetapi juga bisa membantu penyelesaian tunggakan piutang negara lainnya. Piutang negara itu seperti piutang pajak serta piutang kepabeanan dan cukai. Catat! Automatic Blocking System Segera Diterapkan untuk Piutang Pajak. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 21 Oktober 2024 | 17:30 WIB KAMUS PENERIMAAN NEGARA

Apa Itu Simbara?

Senin, 21 Oktober 2024 | 13:30 WIB INFOGRAFIS

8 Program Hasil Terbaik Cepat Prabowo-Gibran

Jumat, 18 Oktober 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Dewan Pakar Prabowo Sebut Pembentukan BPN Kemungkinan Tertunda

Jumat, 18 Oktober 2024 | 15:00 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Collecting Agent dalam Penerimaan Negara?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja