KEBIJAKAN PAJAK

Ada Pandemi Covid-19, Ini Tawaran Kebijakan Pajak Jangka Menengah

Redaksi DDTCNews | Jumat, 15 Mei 2020 | 15:10 WIB
Ada Pandemi Covid-19, Ini Tawaran Kebijakan Pajak Jangka Menengah

Managing Partner DDTC Darussalam memberikan paparan dalam Seminar Nasional Online ‘Kebijakan Pajak Masa Covid-19 dan Implikasinya ke Depan’, Jumat (15/5/2020). (tangkapan layar zoom meeting)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah perlu berhati-hati dalam meracik kebijakan pajak jangka menengah pascapandemi Covid-19. Upaya optimalisasi penerimaan diproyeksi masih akan dihadapkan pada pemulihan ekonomi.

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pascapandemi Covid-19, pemungutan pajak yang lebih optimal akan menjadi andalan untuk mengurangi defisit anggaran. Namun, perekonomian yang diproyeksi belum sepenuhnya pulih tetap perlu diperhatikan.

“Oleh karena itu, strategi jangka menengah yang paling tepat adalah mengurangi tax gap sekaligus memperluas basis pajak tanpa mendistorsi perekonomian terlalu besar,” ujarnya dalam Seminar Nasional Online ‘Kebijakan Pajak Masa Covid-19 dan Implikasinya ke Depan’, Jumat (15/5/2020).

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Kedua strategi besar itu dapat dilakukan melalui empat agenda. Pertama, merevisi UU di bidang perpajakan. Revisi UU PPh, PPN, dan KUP tidak hanya akan memberikan landasan hukum yang berkepastian, tetapi bisa menjadi penanda era baru sistem pajak Indonesia.

Kedua, memperkuat administrasi pajak. Darussalam mengatakan kondisi yang saat ini terjadi telah memberikan pelajaran berharga terkait pentingnya teknologi informasi (TI). Oleh karena itu, penggunaan TI seharusnya menjadi andalan dalam jangka menengah.

Ketiga, mengubah paradigma relaksasi. Ketua Umum Asosiasi Tax Center Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia (Atpetsi) ini mengatakan relaksasi sering menjadi andalan untuk mendorong daya saing dan ekonomi.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

“Setelah pandemi ini seharusnya relaksasi kita turunkan. Untuk mendorong daya saing dan ekonomi tersebut sebaiknya lebih difokuskan pada agenda penciptaan kepastian dalam sistem pajak,” imbuhnya.

Keempat, memperluas basis pajak. Darussalam mengatakan perluasan ini dapat dilakukan melalui penambahan jumlah wajib pajak, objek pajak, serta ketentuan untuk mencegah penggerusan basis pajak. Salah satu yang sering didiskusikan adalah pengenaan pajak kekayaan.

Dalam kesempatan tersebut, dia juga memaparkan langkah Indonesia dalam merespons pandemi Covid-19 dengan instrumen pajak sejauh ini sudah tepat. Langkah Indonesia sejalan dengan lebih dari 130 negara lain yang juga menawarkan berbagai instrumen pajak untuk memitigasi dampak Covid-19.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Namun demikian, tidak dapat dihindari, relaksasi tersebut akan memberikan efek berupa pelebaran belanja perpajakan (tax expenditure). Kondisi itu akan membuat pertumbuhan penerimaan pajak negatif karena pada saat yang sama tengah terjadi perlambatan ekonomi.

Oleh karena itu, selain racikan kebijakan jangka menengah, Darussalam juga berpendapat agenda jangka pendek juga krusial. Dia menawarkan sejumlah agenda yang perlu diambil. Pertama, membangun narasi besar kepada publik terkait ‘kehadiran’ pajak.

Kedua, memberikan relaksasi kebijakan disertai relaksasi administrasi. Ketiga, menggencarkan literasi pajak untuk optimalisasi kepatuhan. Keempat, menyusun peta jalan reformasi ke depan. Kelima, mengumpulkan dan membangun database informasi sebagai alat penguji kepatuhan. Keenam, pengamanan penerimaan di tahun berjalan.

Baca Juga:
Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

“Terkait pengamanan penerimaan di tahun berjalan ini, saya menilai pengenaan PPN untuk transaksi PMSE perlu untuk segera dilakukan,” katanya.

Sebagai informasi, Seminar Nasional Online ini digelar oleh Program Pascasarjana Institut Stiami dengan menggandeng DDTC, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (Apperti), dan Center for Public Policy Studies (CPPS).

Selain Darussalam, ada beberapa narasumber lain seperti mantan Dirjen Pajak sekaligus dosen Pascasarjana Institut Stiami Machfud Sidik, Ketua BPP Hipmi Bidang Keuangan dan Perbankan Ajib Hamdani, serta Ketua IKPI Departemen Litbang dan FGD Alwi A. Tjandra. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Coretax Berlaku Nanti, Masih Bisa Minta Dokumen Dikirim Secara Fisik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:30 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Cek Lagi Jadwal Libur Natal dan Tahun Baru KPP

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra