BERITA PAJAK HARI INI

Ada Coretax, DJP: Wajib Lapor SPT Tidak Hilang tapi Dipermudah

Redaksi DDTCNews | Selasa, 30 Juli 2024 | 09:18 WIB
Ada Coretax, DJP: Wajib Lapor SPT Tidak Hilang tapi Dipermudah

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan implementasi coretax administration system (CTAS) tidak membuat kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) otomatis hilang. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (30/7/2024).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), setiap wajib pajak harus mengisi dan melaporkan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas.

“Jadi, coretax sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kewajiban melaporkan [SPT] itu, tetapi dipermudah prosesnya,” ujar Dwi dalam sebuah talk show.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Dwi mengatakan ‘wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh’ adalah wajib pajak yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) PMK 243 Tahun 2014. Simak ‘Kata DJP Soal Wajib Pajak OP yang Penuhi Syarat Tidak Perlu Lapor SPT’.

Kemudahan dalam pengisian dan pelaporan SPT muncul karena adanya automasi berbagai aspek administrasi. “Semua sekarang sudah terautomasi. Demikian juga dengan tata cara pengisian, penyampaian laporannya. Ini yang akan jauh lebih dipermudah lagi dengan coretax,” imbuh Dwi.

CTAS dibangun untuk memperbaiki atau mempermudah sistem yang selama dimiliki. Hal ini diharapkan bisa mempermudah wajib pajak karena ada penyederhanaan proses bisnis serta integrasi antarsistem. Dwi mengatakan CTAS akan diluncurkan pada akhir tahun ini.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Selain mengenai kewajiban pelaporan SPT saat CTAS diimplementasikan, ada pula bahasan terkait dengan proses bisnis pembayaran pajak dan pendaftaran wajib pajak badan. Kemudian, ada pula ulasan terkait dengan kesepakatan pajak di tingkat internasional.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Perluasan Cakupan Prepopulated

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan prepopulated bukanlah jenis SPT melainkan metode pengisian SPT berdasarkan pada data dan informasi yang sudah masuk sistem otoritas. Menurutnya, metode ini memudahkan wajib pajak.

Saat ini, skema prepopulated itu sudah dijalankan, khususnya dalam pengisian SPT Tahunan PPh orang pribadi dengan 1 pemberi kerja. Nantinya, cakupan bukti potong yang digunakan dalam skema prepopulated akan bertambah. Artinya, tidak hanya bukti potong PPh Pasal 21.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

“Karena nanti bukti potongnya sudah bersifat unifikasi atau penggabungan, prepopulated-nya juga akan mencakup jenis pajak lain, misalnya PPh Pasal 23, PPh Pasal 22,” ujar Dwi. (DDTCNews)

Pembayaran Pajak

Implementasi CTAS nantinya akan turut memengaruhi proses bisnis pembayaran pajak. Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan ada beberapa hal baru yang memudahkan wajib pajak dalam pembayaran pajak. Kemudahan diberikan sejak tahapan pembuatan kode billing

Pertama, kode billing multi-akun. Kedua, akun deposit pajak. Ketiga, permohonan wajib pajak. Keempat, dasbor kode billing aktif. Kelima, kanal pembayaran terintegrasi. Simak ‘Coretax DJP: Ini 5 Hal Baru dalam Pembayaran Pajak Nanti’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Pendaftaran Wajib Pajak Badan

Implementasi CTAS nantinya akan turut memengaruhi proses bisnis registrasi atau pendaftaran wajib pajak. Salah satu proses bisnis yang terpengaruh terkait dengan wajib pajak badan. DJP membaginya menjadi 3 kelompok.

Pertama, badan hukum seperti perseroan terbatas (PT), perseroan perorangan (PP), yayasan, perkumpulan, dan koperasi. Kedua, badan usaha seperti perseroan komanditer (CV), firma (Fa) dan persekutuan perdata. Ketiga, badan lainnya. Simak ‘Coretax DJP: Pendaftaran Wajib Pajak Badan Bakal Lewat Ini’. (DDTCNews)

Realisasi Investasi Semester I/2024

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada semester I/2024 telah mencapai Rp829,9 triliun. Nilai itu 50,3% dari target yang ditetapkan senilai Rp1.650 triliun.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi investasi pada semester I/2024 tercatat tumbuh 22,3%.

"Alhamdulillah tumbuh 22,3%, kemudian penyerapan tenaga kerja itu 1,22 juta orang. Dengan target Rp1.650 triliun kita sudah mencapai 50,3%," ujar Bahlil. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)

Kesepakatan Multilateral

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut mendorong semua yurisdiksi anggota Inclusive Framework untuk segera menyepakati Pilar 1. Sri Mulyani mengatakan kesepakatan Pilar 1 perlu segera dicapai untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar.

Baca Juga:
Pemda Adakan Pengadaan Lahan, Fiskus Beberkan Aspek Perpajakannya

Menurutnya, kegagalan pencapaian kesepakatan multilateral dapat memicu aksi unilateral yang berujung menciptakan pajak berganda dan merugikan ekonomi global. "Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan," katanya.

Pandangan mengenai pentingnya kesepakatan Pilar 1 ini Sri Mulyani sampaikan pada sesi perpajakan internasional dalam 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting G-20 di Brasil, pekan lalu. (DDTCNews)

Laporan World Bank

World Bank resmi merilis laporan akhir terkait dengan pemberian pinjaman senilai US$750 juta bagi Indonesia untuk memperkuat penerimaan pajak serta penguatan sistem perencanaan dan penganggaran.

Baca Juga:
Bingkisan Natal Tidak Kena Pajak Natura Asalkan Penuhi Ketentuan Ini

Dari 3 program development objective (PDO) terkait dengan pajak, 2 PDO yang berhasil dipenuhi, yaitu peningkatan setoran PPN dan peningkatan kontribusi orang kaya dalam penerimaan PPh. Satu PDO terkait dengan pajak yang tidak berhasil dipenuhi ialah penerapan pajak karbon.

"Sejak implementasi UU HPP pada April 2022, penerimaan PPN tercatat naik menjadi 3,5% PDB pada 2022 dan naik lagi menjadi 3,7% PDB pada 2023," tulis World Bank dalam laporannya. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra