Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan implementasi coretax administration system (CTAS) tidak membuat kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) otomatis hilang. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (30/7/2024).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), setiap wajib pajak harus mengisi dan melaporkan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas.
“Jadi, coretax sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghilangkan kewajiban melaporkan [SPT] itu, tetapi dipermudah prosesnya,” ujar Dwi dalam sebuah talk show.
Dwi mengatakan ‘wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh’ adalah wajib pajak yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) PMK 243 Tahun 2014. Simak ‘Kata DJP Soal Wajib Pajak OP yang Penuhi Syarat Tidak Perlu Lapor SPT’.
Kemudahan dalam pengisian dan pelaporan SPT muncul karena adanya automasi berbagai aspek administrasi. “Semua sekarang sudah terautomasi. Demikian juga dengan tata cara pengisian, penyampaian laporannya. Ini yang akan jauh lebih dipermudah lagi dengan coretax,” imbuh Dwi.
CTAS dibangun untuk memperbaiki atau mempermudah sistem yang selama dimiliki. Hal ini diharapkan bisa mempermudah wajib pajak karena ada penyederhanaan proses bisnis serta integrasi antarsistem. Dwi mengatakan CTAS akan diluncurkan pada akhir tahun ini.
Selain mengenai kewajiban pelaporan SPT saat CTAS diimplementasikan, ada pula bahasan terkait dengan proses bisnis pembayaran pajak dan pendaftaran wajib pajak badan. Kemudian, ada pula ulasan terkait dengan kesepakatan pajak di tingkat internasional.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan prepopulated bukanlah jenis SPT melainkan metode pengisian SPT berdasarkan pada data dan informasi yang sudah masuk sistem otoritas. Menurutnya, metode ini memudahkan wajib pajak.
Saat ini, skema prepopulated itu sudah dijalankan, khususnya dalam pengisian SPT Tahunan PPh orang pribadi dengan 1 pemberi kerja. Nantinya, cakupan bukti potong yang digunakan dalam skema prepopulated akan bertambah. Artinya, tidak hanya bukti potong PPh Pasal 21.
“Karena nanti bukti potongnya sudah bersifat unifikasi atau penggabungan, prepopulated-nya juga akan mencakup jenis pajak lain, misalnya PPh Pasal 23, PPh Pasal 22,” ujar Dwi. (DDTCNews)
Implementasi CTAS nantinya akan turut memengaruhi proses bisnis pembayaran pajak. Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan ada beberapa hal baru yang memudahkan wajib pajak dalam pembayaran pajak. Kemudahan diberikan sejak tahapan pembuatan kode billing
Pertama, kode billing multi-akun. Kedua, akun deposit pajak. Ketiga, permohonan wajib pajak. Keempat, dasbor kode billing aktif. Kelima, kanal pembayaran terintegrasi. Simak ‘Coretax DJP: Ini 5 Hal Baru dalam Pembayaran Pajak Nanti’. (DDTCNews)
Implementasi CTAS nantinya akan turut memengaruhi proses bisnis registrasi atau pendaftaran wajib pajak. Salah satu proses bisnis yang terpengaruh terkait dengan wajib pajak badan. DJP membaginya menjadi 3 kelompok.
Pertama, badan hukum seperti perseroan terbatas (PT), perseroan perorangan (PP), yayasan, perkumpulan, dan koperasi. Kedua, badan usaha seperti perseroan komanditer (CV), firma (Fa) dan persekutuan perdata. Ketiga, badan lainnya. Simak ‘Coretax DJP: Pendaftaran Wajib Pajak Badan Bakal Lewat Ini’. (DDTCNews)
Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada semester I/2024 telah mencapai Rp829,9 triliun. Nilai itu 50,3% dari target yang ditetapkan senilai Rp1.650 triliun.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, realisasi investasi pada semester I/2024 tercatat tumbuh 22,3%.
"Alhamdulillah tumbuh 22,3%, kemudian penyerapan tenaga kerja itu 1,22 juta orang. Dengan target Rp1.650 triliun kita sudah mencapai 50,3%," ujar Bahlil. (DDTCNews/Bisnis Indonesia/Kontan)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut mendorong semua yurisdiksi anggota Inclusive Framework untuk segera menyepakati Pilar 1. Sri Mulyani mengatakan kesepakatan Pilar 1 perlu segera dicapai untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar.
Menurutnya, kegagalan pencapaian kesepakatan multilateral dapat memicu aksi unilateral yang berujung menciptakan pajak berganda dan merugikan ekonomi global. "Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan," katanya.
Pandangan mengenai pentingnya kesepakatan Pilar 1 ini Sri Mulyani sampaikan pada sesi perpajakan internasional dalam 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting G-20 di Brasil, pekan lalu. (DDTCNews)
World Bank resmi merilis laporan akhir terkait dengan pemberian pinjaman senilai US$750 juta bagi Indonesia untuk memperkuat penerimaan pajak serta penguatan sistem perencanaan dan penganggaran.
Dari 3 program development objective (PDO) terkait dengan pajak, 2 PDO yang berhasil dipenuhi, yaitu peningkatan setoran PPN dan peningkatan kontribusi orang kaya dalam penerimaan PPh. Satu PDO terkait dengan pajak yang tidak berhasil dipenuhi ialah penerapan pajak karbon.
"Sejak implementasi UU HPP pada April 2022, penerimaan PPN tercatat naik menjadi 3,5% PDB pada 2022 dan naik lagi menjadi 3,7% PDB pada 2023," tulis World Bank dalam laporannya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.