UJI MATERI UU AKSES INFORMASI KEUANGAN

4 Poin Krusial Mengapa Akses Data Nasabah Dibutuhkan Otoritas Pajak

Redaksi DDTCNews | Senin, 19 Februari 2018 | 15:10 WIB
4 Poin Krusial Mengapa Akses Data Nasabah Dibutuhkan Otoritas Pajak

JAKARTA, DDTCNews – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi atas Undang-Undang No. 9 /2017 mengenai akses informasi keuangan pada hari ini, Senin (19/2).

Sejatinya, sidang ini berlangsung untuk meminta keterangan dari pihak DPR dan pemerintah. Namun karena dalam masa reses, tidak ada keterangan dari anggota dewan yang diberikan. Alhasil agenda hanya mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemerintah.

Setidaknya ada empat saksi ahli yang dihadirkan, mereka adalah pengamat pajak Darussalam dan Yustinus Prastowo. Selain itu hadir pakar Hukum Tata Negara Refli Harun serta ahli ekonomi Chatib Basri.

Baca Juga:
WP Pemilik Usaha Meninggal Dunia, Siapa yang Ajukan Sertel di Coretax?

Pengamat pajak Darussalam menjelaskan setidaknya ada empat poin penting dari aturan akses informasi untuk kepentingan perpajakan. Empat poin penting tersebut menjadi alasan landasan penerapan aturan yang memungkinkan petugas pajak mengintip data keuangan nasabah di Indonesia.

"Pertama adalah situasi perpajakan di Indonesia yang tingkat kepatuhan pajaknya masih rendah. Kedua ialah struktur peneriman pajak yang masih didominasi oleh PPh Badan. Ini anomali di mana setoran PPh orang pribadi yang seharusnya lebih tinggi," katanya di ruang sidang MK.

Darussalam menjelaskan terkait situasi perpajakan, saat ini terdapat 131 juta pekerja aktif di Indonesia. Dari angka tersebut hanya 36 juta orang yang terdaftar menjadi wajib pajak. Sementara yang melaporkan SPT hanya 12 juta wajib pajak. Oleh karena itu, untuk mendorong kepatuhan maka penting bagi Ditjen Pajak untuk mendapat akses terhadap informasi keuangan.

Baca Juga:
WP Keluhkan soal Penggunaan Coretax DJP, Begini Tanggapan Anggota DPR

"Kemudian dari struktur, kita itu anomali dimana penerimaan PPh Badan 25 kali lebih besar dibanding penerimaan PPh orang pribadi. Padahal di negara-negara maju setoran PPh pribadi lebih besar dari PPh badan," ungkapnya.

Kemudian, masih tingginya shadow economy menjadi poin ketiga mengapa aturan ini dibutuhkan. Pasalnya, angka kegiatan ekonomi yang tidak terdeteksi alias informal ini cukup tinggi di Indonesia.

"Dari sejumlah penelitian jumlah shadow economy kita sebesar 18,9%. Nah bagaimana segmen ini bisa masuk dalam sistem perpajakan Indonesia. Nah mau tidak mau, melalui sistem akses informasi perpajakan ini mereka bisa masuk di dalamnya," paparnya.

Baca Juga:
Coretax System Terus Disempurnakan, Sri Mulyani Minta Dukungan WP

Terakhir dan tidak kalah penting adalah maraknya praktek penghindaran pajak yang masih masif dilakukan baik nasional maupun internasional. Sehingga ada urgensi dalam skala global untuk menghentikan praktik yang merugikan ini.

"Terkait penyelewengan pajak ini satu studi menyebutkan secara internasional 8% kekayaan global atau US$7,6 trilun itu diletakkan di negara-negara tax haven. Dari jumlah tersebut hanya 20% yang bisa dipantau oleh otoritas pajak. 80%-nya bersembunyi dibalik kerahasian bank," tutupnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 25 Januari 2025 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Pemilik Usaha Meninggal Dunia, Siapa yang Ajukan Sertel di Coretax?

Jumat, 24 Januari 2025 | 10:30 WIB CORETAX SYSTEM

WP Keluhkan soal Penggunaan Coretax DJP, Begini Tanggapan Anggota DPR

Jumat, 24 Januari 2025 | 09:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax System Terus Disempurnakan, Sri Mulyani Minta Dukungan WP

BERITA PILIHAN
Kamis, 06 Februari 2025 | 10:30 WIB BELGIA

Uni Eropa Siapkan Retaliasi atas Kebijakan Bea Masuk Trump

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:29 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

100 Hari Prabowo, Sri Mulyani Sebut Bea Cukai Lakukan 6.187 Penindakan

Kamis, 06 Februari 2025 | 10:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ayo Pahami Lagi Makna ‘Benar-Lengkap-Jelas’ dalam Laporan SPT Tahunan

Kamis, 06 Februari 2025 | 09:30 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Ekonomi 2024 Tumbuh 5,03 Persen, Sri Mulyani Beberkan Peran APBN

Kamis, 06 Februari 2025 | 08:55 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pakai NPWP 9990000000999000, Bupot Tak Ter-Prepopulated ke SPT Tahunan

Rabu, 05 Februari 2025 | 19:30 WIB BEA CUKAI PURWOKERTO

DJBC Cegat Mobil Penumpang di Banyumas, Angkut 280.000 Rokok Ilegal

Rabu, 05 Februari 2025 | 19:00 WIB CORETAX SYSTEM

Bukti Potong Dibuat Pakai NPWP Sementara, Perhatikan Konsekuensinya

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:30 WIB PMK 136/2024

Definisi Pajak Tercakup Menurut Ketentuan Pajak Minimum Global

Rabu, 05 Februari 2025 | 18:17 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Pajak Minimum Global? (Update PMK 136/2024)

Rabu, 05 Februari 2025 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengecer Boleh Jualan Lagi, UMKM Dijamin Tetap Dapat Pasokan Elpiji