INDONESIA TAXATION QUARTERLY REPORT Q4-2019

4 Aspek Krusial untuk Kurangi Risiko Rasionalisasi Pajak Daerah

Redaksi DDTCNews | Selasa, 25 Februari 2020 | 15:10 WIB
4 Aspek Krusial untuk Kurangi Risiko Rasionalisasi Pajak Daerah

Ilustrasi gedung Kemenkeu. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah pusat berencana melakukan rasionalisasi pajak daerah melalui omnibus law perpajakan. Ada sejumlah aspek yang perlu diperhatikan pemerintah pusat agar kebijakan tersebut minim risiko.

Hal tersebut menjadi salah satu topik yang dibahas DDTC Fiscal Research dalam Indonesia Taxation Quarterly Report (Q4-2019) bertajuk ‘Anticipating Compliance Risk Management’. Download laporan di sini. Langkah pemerintah pusat dapat dipahami sebagai upaya mengatasi hambatan investasi.

“Pemerintah pusat tampaknya ingin membangun spirit yang sama antara pusat dan daerah dalam menggairahkan ekonomi. Tujuannya tidak lain agar perbedaan perlakuan pajak antar daerah tidak menjadi penghambat,” demikian pernyataan DDTC Fiscal Research.

Baca Juga:
Omnibus Law Disetujui DPR, Ketentuan Pajak di Negara Ini Direvisi

Agar tujuan positif tersebut tidak membawa efek samping negatif, DDTC Fiscal Research menyodorkan sejumlah aspek yang masih perlu dijawab pemerintah. Mitigasi dari sejumlah aspek tersebut perlu dipikirkan dari sekarang jika pemerintah ingin melakukan rasionalisasi pajak daerah.

Pertama, jika pemerintah pusat hendak mengintervensi tarif pajak daerah tertentu, akan ada 'biaya' yang dikeluarkan, baik dari segi waktu, energi, dan juga politik. Daerah terkait harus berupaya merevisi peraturan dan semua instrumen terkait.

Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah pusat harus mempertimbangkan bagaimana meminimalkan beban dan mempermudah proses di daerah. Pemerintah daerah pada akhirnya juga harus memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah pusat.

Baca Juga:
Negara Ini Punya Tarif PPh Badan Lebih Besar untuk Perusahaan Tambang

“Untuk memastikan hal itu, peraturan turunan harus dapat mengklarifikasi proses secara terperinci, termasuk koridor desain kebijakan apa yang harus diikuti, berapa lama pemerintah daerah harus mengubah tarif pajaknya ketika sedang diintervensi, dan teknis lainnya,” jelas DDTC Fiscal Research.

Kedua, harus dipahami bahwa beban pajak tidak hanya ditentukan oleh tarif, tapi juga perhitungan basis pajak. Pemerintah pusat harus memastikan bahwa tidak ada 'ruang' yang dapat dieksploitasi untuk melanggar semangat omnibus law.

Ketiga, tidak dipungkiri, rencana omnibus law perpajakan berpotensi akan membatasi kebebasan pemerintah daerah dalam memutuskan apa yang terbaik untuk meningkatkan kinerja pendapatan mereka. Dalam jangka pendek, pemerintah daerah masih akan mengandalkan dana transfer.

Baca Juga:
Pajak Lebih Tinggi Jika Domisili Pemegang Saham di Negara Tax Haven

“Dengan itu, pemerintah pusat seharusnya mempertimbangkan hal ini dalam kebijakan perimbangan keuangan pemerintah daerah,” imbuh DDTC Fiscal Research.

Keempat, harus ada jaminan bahwa perubahan peraturan daerah setempat sesuai dengan prosedur. Untuk itu, diperlukan tata cara dan prosedur yang tepat agar tujuan baik dari omnibus law perpajakan dapat tercapai dengan tetap menjaga harmonisasi dengan setiap pemangku kepentingan.

“Tidak ada kebijakan 'terbaik' dalam perpajakan. Apa yang dapat kita capai adalah memilih yang terbaik dari pilihan yang mungkin, sambil mencegah dan meminimalkan risiko yang tidak diinginkan,” demikian pernyataan DDTC Fiscal Research.

Sekadar informasi, kehadiran Indonesia Taxation Quarterly Report menjadi wujud nyata salah satu visi DDTC, yaitu untuk mengeliminasi asimetri informasi pajak. Sebagai institusi pajak berbasis riset dan pengetahuan, laporan rutin kuartalan itu diharapkan juga berpengaruh dan berkontribusi bagi Indonesia dalam menentukan arah kebijakan pajaknya di masa mendatang. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 13 Februari 2024 | 12:00 WIB ARGENTINA

Omnibus Law Disetujui DPR, Ketentuan Pajak di Negara Ini Direvisi

Kamis, 25 Januari 2024 | 15:41 WIB PROFIL PERPAJAKAN NAMIBIA

Negara Ini Punya Tarif PPh Badan Lebih Besar untuk Perusahaan Tambang

Jumat, 13 Oktober 2023 | 15:45 WIB PROFIL PERPAJAKAN EKUADOR

Pajak Lebih Tinggi Jika Domisili Pemegang Saham di Negara Tax Haven

Selasa, 19 September 2023 | 17:05 WIB PROFIL PERPAJAKAN BOLIVIA

Penghasilan Jasa Profesional Independen di Negara Ini Kena PPh Badan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses