BERITA PAJAK HARI INI

Tidak Lapor Realisasi Pemanfaatan Insentif, DJP: Pajaknya Bisa Ditagih

Redaksi DDTCNews | Senin, 27 Juli 2020 | 08:00 WIB
Tidak Lapor Realisasi Pemanfaatan Insentif, DJP: Pajaknya Bisa Ditagih

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengimbau wajib pajak untuk disiplin menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif pajak. Imbauan tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Senin (27/7/2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan otoritas memiliki sejumlah pilihan yang bisa diambil untuk menindaklanjuti wajib pajak penerima insentif pajak tapi tidak tertib melaporkan realisasi pemanfaatannya.

Pertama, otoritas bisa menganggap wajib pajak tersebut tidak memanfaatjan insentif meskipun sudah mendapatkan persetujuan. Kedua, otoritas menagih pajak yang sebelumnya telah dimintakan insentif. Karena dianggap tidak memanfaatkan insentif, rezim normal diberlakukan.

Baca Juga:
Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

“Sehingga mungkin saja nanti pajaknya ditagih oleh KPP [kantor pelayanan pajak],” kata Hestu.

Selain masalah laporan realisasi pemanfaatan insentif, ada pula bahasan mengenai rencana pemerintah meningkatkan besaran pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Rencana ini muncul setelah pemerintah melihat pemanfaatan insentif itu masih belum optimal.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga
  • Belum Semua Wajib Pajak Lapor

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan selama tiga bulan terakhir, belum semua wajib pajak melaporkan realisasi pemanfaatan insentif pajak. Hestu menerangkan pentingnya penyampaian laporan realisasi tersebut.

Pada sisi wajib pajak, kepatuhan sukarela untuk melaporkan realisasi insentif masih perlu ditingkatkan. Hal ini penting agar DJP mempunyai basis data yang valid tekait jumlah insentif dan wajib pajak yang memanfaatkan.

Untuk otoritas, dengan tingkat kepatuhan yang belum optimal maka fiskus akan berperan lebih aktif mengingatkan wajib pajak penerima insentif untuk menyampaikan laporan realisasi insentif yang sudah diterima. Simak pula artikel ‘Alasan DJP Ubah Pelaporan Diskon Angsuran PPh Pasal 25 Jadi Bulanan’. (DDTCNews)’

Baca Juga:
Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku
  • Diskon Diperbesar

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan pemanfaatan fasilitas pengurangan angsuran PPh pasal 25 tergolong rendah jika dibandingkan dengan fasilitas lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 86/2020.

"Fasilitas pengurangan angsuran PPh pasal 25 itu masih kecil pemanfaatannya. Ke depan, akan dibuat lebih cepat pemanfaatannya dan akan ditingkatkan diskonnya supaya lebih menarik bagi wajib pajak," ujar Febrio. (DDTCNews)

  • Diskon Hingga 50% Angsuran PPh Pasal 25

Pemerintah menegaskan akan memberikan sejumlah insentif bagi industri media untuk mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan sebagai dampak pandemi Covid.

Baca Juga:
Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Adapun insentif yang berkaitan dengan pajak mencakup tiga aspek. Pertama, penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) kertas koran. Kedua, keringanan angsuran PPh Pasal 25 dari sebelumnya 30% menjadi 50%. Ketiga, pembebasan pajak penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp200 juta per tahun. (Bisnis Indonesia)

  • Belanja Perpajakan

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu Pande Putu Oka mengatakan pada tahun ini, belanja perpajakan akan membesar karena banyaknya insentif yang diberikan oleh pemerintah kepada wajib pajak. Tahun lalu, nilai belanja perpajakan mencapai Rp250 triliun.

"Kami terus melakukan evaluasi dan validasi belanja perpajakan,” katanya. (Kontan)

Baca Juga:
Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan
  • Perincian Jasa Keagamaan Bebas PPN

Kementerian Keuangan memerinci jenis-jenis jasa keagamaan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai. Perincian tersebut tertuang dalam PMK 92/2020. Beleid itu sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 7 ayat 2 dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 1 Tahun 2012 yang juga menjadi turunan dari Undang-Undang (UU) Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dalam beleid ini dijabarkan jasa-jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai PPN, seperti jasa pelayanan ibadah, jasa pemberian khotbah atau dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang keagamaan. Simak artikel ‘Baru Terbit! Inilah Kriteria dan Perincian Jasa Keagamaan Bebas PPN’. (DDTCNews)

  • Penambahan Pemungut PPN PMSE

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan jumlah pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut dan penyetor PPN PMSE akan terus bertambah dalam beberapa bulan ke depan. Dia memastikan penambahan akan dimulai pada Agustus 2020.

Baca Juga:
Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

“Beberapa [pelaku usaha] sudah siap pada bulan berikutnya [ditunjuk menjadi pemungut PPN PMSE],” katanya. (DDTCNews)

  • Pengawasan Terhadap Pemungut PPN

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Arif Yanuar mengatakan untuk memastikan PPN PMSE yang disetor oleh perusahaan asing pemungut PPN sesuai dengan transaksi sebenarnya, DJP memiliki banyak pilihan dalam urusan pengawasan dan validasi data.

Salah satu pilihan tersebut adalah kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Perdagangan dengan payung hukum PP No.80 Tahun 2019 terkait PMSE. Simak artikel ‘Pastikan PPN yang Disetor Benar, Ini Langkah Pengawasan dari DJP’. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

28 Juli 2020 | 22:20 WIB

Kedepannya diharapkan DJP dapat memperketat pengawasan terkait pelaporan realisasi pemanfaatan insentif, sebab sejatinya DJP memiliki kewenangan dan hak untuk meminta data dari pihak lain sebagi upaya transparansi pemenuhan kewajiban pajak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 35A UU KUP.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan