DEBAT PAJAK

STNK Mati 2 Tahun karena Tak Bayar Pajak, Data Dihapus! Anda Setuju?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 01 September 2022 | 09:30 WIB
STNK Mati 2 Tahun karena Tak Bayar Pajak, Data Dihapus! Anda Setuju?

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana mengimplementasikan ketentuan penghapusan data Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) yang mati karena tidak membayar pajak selama 2 tahun.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan ketentuan ini sudah menjadi amanat Pasal 74 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan implementasi ketentuan itu, kendaraan yang mati pajak selama 2 tahun akan dianggap bodong dan bisa disita.

“Ini sudah sejak 2009 undang-undangnya. Harapan kita [pada] 2023 awal. Jadi, akhir Desember ini kita sudah bisa melaksanakan [ketentuan] ini. Jadi, 2 tahun tidak bayar [pajak], [datanya] dihapus. Tidak bisa lagi diperpanjang. Tidak bisa lagi diurus,” jelasnya.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Menurut Firman, implementasi dari ketentuan ini akan meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam membayar pajak. Penghapusan data ini juga diperlukan untuk mendukung sinkronisasi data antara Korlantas Polri, Jasa Raharja, dan pemerintah daerah.

Saat ini, Korlantas mencatat jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 149 juta unit. Sementara itu, catatan Jasa Raharja ada sebanyak 103 juta unit kendaraan bermotor. Adapun pemerintah daerah mencatat hanya ada 113 juta unit kendaraan bermotor.

Berdasarkan catatan Korlantas, tunggakan pajak kendaraan bermotor (PKB) se-Indonesia mencapai Rp100 triliun. Kepatuhan pemilik kendaraan dalam membayar PKB juga rendah. Kurang lebih 50% kendaraan bermotor di Tanah Air masih memiliki tunggakan PKB.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Sesuai dengan Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan bermotor yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi. Dasar penghapusannya adalah permintaan pemilik ataupertimbangan pejabat yang berwenang.

Penghapusan registrasi dan identifikasi dapat dilakukan jika kendaraan bermotor rusak berat, sehingga tidak dapat dioperasikan. Penghapusan juga dilakukan jika pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 tahun setelah habis masa berlaku STNK. Registrasi ulang itu dibuktikan dengan adanya pembayaran pajak kendaraan bermotor.

Sesuai dengan Pasal 74 ayat (3), kendaraan bermotor yang telah dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi tidak dapat diregistrasikan kembali.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyebut PKB dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi. Pada 2021, realisasi PKB dan BBNKB se-Indonesia tercatat mencapai Rp77,91 triliun atau 47,39% dari total PAD.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR Syaifullah Tamliha meminta pemerintah untuk menunda rencana penghapusan data kendaraan bermotor yang pajak STNK-nya telah mati selama 2 tahun atau lebih.

"Sebaiknya pemerintah menunda dan bersabar dalam konteks pembayaran pajak kendaraan ini, karena tentunya penerapan aturan ini akan berdampak luas. Seperti yang saat ini ditakutkan masyarakat yaitu penyitaan kendaraan karena dianggap bodong," ujarnya.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Selain itu, menurutnya, UU Nomor 22 Tahun 2009 yang memuat ketentuan penyitaan kendaraan bermotor sedang dalam proses amendemen. Menurutnya, penundaan juga diperlukan dengan pertimbangan kondisi ekonomi masyarakat pada masa pandemi.

Selain itu ada pula tanggapan dari beberapa perusahaan multifinance. Beban akan dihadapi ketika nasabah lalai membayar PKB. Apalagi, pada saat jatuh tempo pajak 5 tahunan itu berada pada masa masih berjalannya angsuran. Ketika kendaraan sudah tidak terdaftar, perusahaan mendapatkan beban tambahan.

Lantas, bagaimana menurut Anda? Apakah Anda setuju dengan adanya implementasi ketentuan penghapusan data STNK yang mati pajak selama 2 tahun? Berikan pendapat Anda dalam kolom komentar.

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Sebanyak 2 pembaca DDTCNews yang memberikan pendapat pada kolom komentar artikel ini dan telah menjawab beberapa pertanyaan dalam survei akan berkesempatan terpilih untuk mendapatkan uang tunai senilai total Rp1 juta (masing-masing pemenang Rp500.000).

Debat ini hanya bisa diikuti oleh warga negara Indonesia dan tidak berlaku untuk karyawan DDTC. Pemenang dipilih berdasarkan pada pengisian survei dan kolom komentar yang konstruktif, berdasarkan fakta, dan tidak mengandung unsur SARA.

Keputusan pemenang ditentukan oleh tim DDTCNews dan bersifat mutlak serta tidak dapat diganggu gugat. Pajak hadiah ditanggung penyelenggara. Penilaian akan diberikan atas komentar dan jawaban yang masuk sampai dengan Selasa, 20 September 2022 pukul 15.00 WIB. Pengumuman pemenang akan disampaikan pada Jumat, 23 September 2022. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

Pilih Setuju atau Tidak Setuju lalu tuliskan komentar Anda
Setuju
Tidak Setuju
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Setuju
38
53.52%
Tidak Setuju
33
46.48%

Aldian Irawan

20 September 2022 | 09:24 WIB
Saya tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Pada dasarnya, yg melakukan perbuatan yg berpotensi merugikan negara tersebut adalah masyarakat kecil yg kurang edukasi dan kebanyakan membeli bekas dari penjual yang tidak bertanggung jawab. Selain itu masyarakat tentunya ingin motor mereka bebas dari kejaran pajak, namun karena mereka hanya memiliki penghasilan yg sedikit, maka pembayaran pajak tersebut urung dilakukan karena pastinya dianggap terlalu besar. Menurut saya, cukup berikan keringanan kepada mereka dengan menghapus sebagian atau seluruh sanksi yg belum dibayar, serta permudahkan mereka untuk memperbaiki kepatuhan mereka. Itu lebih baik daripada dgn menghapus yg mengakibatkan mereka tidak efektif dalam beraktivitas dan pastinya akan menurunkan pendapatan mereka. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 27 ayat (3) UU NRI 1945 yang berbunyi: setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Roid Zamzami

19 September 2022 | 19:49 WIB
Menurut saya, saya setuju namun kebijakan ini perlu dikaji dan dipertimbangkan kembali, karena tentunya pasti ada dampak dari sisi positif dan negatifnya. Sebelum dilakukannya Data dihapus mungkin bisa dibuat sanksi berjenjang dari ringan ke berat, agar masyarakat memiliki rasa khawatir dan tanggungjawab atas kewajiban yang harus dibayakan, masyarakat tetap harus dihimbau, diingatkan ditegaskan kembali dengan metode persuasif agar masyarakat membayar kewajiban pajaknya. Hukuman atas kebijakan tersebut Hapus Data tentunya akan berdampak pada kendaraan yang dimiliki yang nantinya akan dianggap kendaraan bodong dan berpotensi disita, tentunya itu akan menambah dan memberatkan masyarakat sehingga kurang efektif. Terima kasih #maribicara

Vicky dewi

19 September 2022 | 15:54 WIB
menurut saya , saya setuju jika data dihapus namun harus ada aturan yang jelas , jangan sampai ketika data dihapus menimbulkan kekacauan. Tentunya hal ini harus ditinjau ulang apakah efektif atau tidak karena terdapat sisi positif dan negatif, salah satu sisi positif misalnya : masyarakat jadi lebih taat untuk membayar pajak kendaraan karena adanya sanksi yang tegas , sisi negatifnya : timbulnya oknum2 yang memanfaatkan untuk kepentingan sendiri , atau dengan kata lain korupsi. Untuk itu perlu dibuat juga kebijakan yang memudahkan masyarakat dalam membayar pajak tersebut,sekian pendapat saya, Terimakasih #mariberbicara

Tantia

19 September 2022 | 10:30 WIB
Jika hal tersebut diterapkan tanpa kebijakan atau alternatif yang mengikuti, hal tersebut justru dapat membuat kendaraan dengan pajak yang mati lebih menjamur. #maribicara

Rizky Hadi Rachmanto

19 September 2022 | 09:03 WIB
Saya tidak setuju dengan rencana pemerintah dalam rencana penghapusan data kendaraan bermotor ini. Pertama tama pemerintah, dalam hal ini kepolisian dan pihak pemda sebaiknya terlebih dahulu menentukan dan menyelaraskan tujuan terlebih dahulu. Rencana penghapusan data ini memiliki tujuan yang tidak tersinkronisasi. Diketahui Bahwa PKB dan BBNKB berkontribusi besar terhadap PAD pemerintah provinsi. Tapi, penyitaan ini malah berpotensi untuk mengurangi pendapatan tersebut. Selain itu, penyitaan kendaraan bermotor nantinya juga memunculkan potensi untuk korupsi. Perlu disadari bahwa manajemen aset sitaan pemerintah belum lah sempurna. Penyitaan ini nantinya malah berpotensi untuk menimbulkan penjualan motor secara illegal lainnya. Sehingga tujuan yang ingin dicapai pun tidak akan tercapai. Untuk sinkronisasi data, sebaiknya korlantas, jasa raharja, dan pemda lebih baik memperbaiki database internal terlebih dahulu sebelum dilakukan sinrkonisasi lintas instansi. Apabila ingin melakukan si

Rohmah

19 September 2022 | 06:49 WIB
untuk memberikan sangsi kpd masyarakat yang suka menunggak membayar pajak, akan tetapi hal ini harus dievaluasi kembali.

Nindyani Atmojo Hadi

18 September 2022 | 22:06 WIB
Menurut saya, sebaiknya sebelum memutuskan untuk membeli kendaraan pastikan dulu mampu membayar kewajibannya. Perlu adanya klarifikasi tentang berita ini, wacana penghapusan data STNK apabila lima tahun mati STNK (tidak diperpanjang) ditambah dengan dua tahun tidak bayar pajak. Data (STNK) akan dihapus. Jadi, kita sebenarnya diberikan kelonggaran waktu selama tujuh tahun untuk menuntaskan kewajiban tersebut. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat terkait pemberlakuan pasal 74 UU Nomor 22 Tahun 2009. Sosialisasi berupa sanksi pelanggaran dan pentingnya pajak sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar masyarakat lebih paham dan patuh. Apabila kebijakan ini segera diterapkan maka negara akan mendapatkan penerimaan pajak sekitar Rp 100 Triliun (dari akumulasi 40 juta kendaraan atau 39% dari jumlah kendaraan di dalam negeri). Penerapan berkesinambungan dan konsisten tak menutup kemungkinan menciptakan masyarakat sadar pajak sekaligus meningkatkan perekonomian negara. #MariBicara

Sevenro Tamba

17 September 2022 | 14:27 WIB
saya setuju karena menurut saya dengan hukuman seperti ini masyarakat akan lebih disiplin dalam membayar pajak. Pemerintah sudah memberikan waktu yang longgar yaitu dispensasi selama 2 tahun untuk masyarakat.

adel

16 September 2022 | 20:35 WIB
Menurut saya kebijakan ini perlu dipertimbangkan kembali bagaimana dampak positif & negatifnya. Memang masyarakat perlu ditegaskan untuk membayar pajak. Tetapi jika hukuman yang diberikan dari kebijakan tersebut (tidak bayar pajak 2 tahun maka data dihapus) ialah kendaraan dianggap bodong dan dapat disita, itu akan memberatkan masyarakat dan kurang efektif. Terima kasih.

Nisa

16 September 2022 | 20:06 WIB
Setuju agar masyarakat di indonesia lebih tertib dalm membayar pajak kendaraan
ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak