KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani dan 4 Menkeu Dunia Dukung Pajak Minimum, Ini Alasannya

Muhamad Wildan | Kamis, 10 Juni 2021 | 11:45 WIB
Sri Mulyani dan 4 Menkeu Dunia Dukung Pajak Minimum, Ini Alasannya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama empat menteri keuangan lainnya dari Meksiko, Afrika Selatan, Jerman, dan Amerika Serikat menyatakan dukungannya atas pengenaan pajak korporasi minimum global.

Dalam opini berjudul Five Finance Ministers: Why We Need a Global Corporate Minimum Tax yang ditulis oleh kelima menteri, mereka membeberkan sejumlah alasan mengapa tarif pajak minimum global perlu diterapkan.

Pertama, pandemi Covid-19 mempertegas lebarnya ketimpangan antara kaya dan miskin. Menurut kelima menteri, krisis ekonomi yang timbul akibat pandemi juga lebih banyak ditanggung masyarakat berpenghasilan kecil ketimbang berpenghasilan tinggi.

Baca Juga:
Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

"Orang kaya tetap mampu bertahan hidup di tengah pandemi, sedangkan pekerja berpenghasilan rendah dan rumah tangga dipaksa untuk bertahan hidup di tengah risiko kesehatan dan ekonomi saat ini," kata kelima menteri seperti dilansir Washington Post, Kamis (10/6/2021).

Kedua, kelima menteri meyakini pemerintah di berbagai dunia saat ini membutuhkan penerimaan untuk membangun kembali perekonomian dan mendukung usaha kecil, pekerja, dan rumah tangga yang membutuhkan.

Namun, sebagian besar pajak yang dipungut adalah berasal dari pekerja mengingat penghasilan yang diterima pekerja relatif lebih mudah dipajaki. Sebaliknya, capital income yang dinikmati korporasi relatif sulit untuk dipajaki.

Baca Juga:
Otoritas Ini Usulkan Perubahan Aturan Pencegahan WP ke Luar Negeri

Korporasi juga mudah memindahkan penghasilannya ke yurisdiksi-yurisdiksi dengan tarif pajak rendah demi mengurangi beban pajak. Di lain pihak, pemerintah tak dapat serta merta menaikkan tarif pajak korporasi untuk menyokong penerimaan.

"Dinamika inilah yang terus terjadi selama setengah abad terakhir dan menyebabkan timbulnya kompetisi tarif pajak korporasi," tulis kelima menteri.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi kolektif melalui pengenaan pajak korporasi minimum global. Melalui kebijakan tersebut, tiap negara dapat bersama-sama keluar dari krisis menuju ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Alhasil, kompetisi tarif pajak korporasi dan aggressive tax planning yang dilakukan oleh korporasi besar global dapat diakhiri. Selain itu, kebijakan itu juga untuk menjamin layanan kesehatan, edukasi, pembangunan infrastruktur, dan inovasi-inovasi lainnya tetap mencukupi.

"Untuk mencapai tujuan tersebut, kami mendukung kesepakatan awal negara-negara G7 atas tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15%. Tanpa pajak minimum global, tarif minimum yang berlaku saat ini adalah 0%," sebut kelima menteri.

Para menteri keuangan juga meyakini ke depannya tidak perlu lagi menurunkan tarif pajak korporasi untuk mempertahankan daya saing negara. Setiap negara dapat berkompetisi dalam faktor-faktor perekonomian lain yang inovasi dan efisiensi. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

10 Juni 2021 | 23:28 WIB

Diharapkan dengan adanya pengungkapan opini oleh kelima menteri ini mampu mendorong pemberlakuan pajak korporasi minimum global untuk meminimalisir perencanaan pajak agresif oleh perusahaan multinasional dan kompetisi tarif pajak korporasi antar negara.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%