KEP-368/PJ/2020

Soal Kewajiban Pemotong PPh Pasal 23/26 Pakai E-Bupot, Ini Kata DJP

Muhamad Wildan | Kamis, 13 Agustus 2020 | 15:33 WIB
Soal Kewajiban Pemotong PPh Pasal 23/26 Pakai E-Bupot, Ini Kata DJP

Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan semua wajib pajak pemotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23/26 yang memenuhi pasal 6 PER-04/PJ/2017 wajib menggunakan e-Bupot.

Ketentuan ini berlaku setelah KEP-368/PJ/2020 diterbitkan. Dalam beleid ini, seluruh wajib pajak yang memenuhi syarat menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 secara elektronik harus membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT masa berdasarkan PER-04/PJ/2017 (e-Bupot) mulai masa pajak September.

“Semua wajib pajak yang memenuhi Pasal 6 dari PER-04/PJ/2017 maka wajib langsung menerapkan e-Bupot untuk pemotongan PPh Pasal 23/26," ujar Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Yunirwansyah, Kamis (13/8/2020).

Baca Juga:
Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Sebagai informasi, sesuai dengan Pasal 6 PER-04/PJ/2017, persyaratan pemotong pajak yang harus menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik antara lain pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dalam satu masa pajak.

Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Persyaratan tersebut tidak bersifat akumulatif.

Melalui KEP-368/PJ/2020, dirjen pajak juga mengatur aturan bagi wajib pajak yang telah terdaftar sebelum 1 September tapi tidak memenuhi ketentuan penggunaan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik atau baru terdaftar sejak 1 September.

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Terhadap wajib pajak tersebut, keharusan membuat bukti pemotongan dan kewajiban menyampaikan SPT masa PPh Pasal 23/26 berdasarkan PER-04/PJ/2017 berlaku sejak masa pajak wajib pajak memenuhi ketentuan penggunaan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik.

Pemotong PPh Pasal 23/26 yang menggunakan e-Bupot wajib memiliki sertifikat elektronik sesuai ketentuan yang diatur dalam PER-04/PJ/2020. Bagi wajib pajak pemotong PPh Pasal 23/26 yang sebelumnya telah memiliki sertifikat elektronik dari DJP, wajib pajak tersebut tidak perlu lagi mengajukan permohonan untuk memperoleh sertifikat elektronik.

Dalam pengajuan permintaan sertifikat elektronik sebagaimana diatur pada PER-04/PJ/2020, wajib pajak bisa mengajukan permintaan baik secara elektronik maupun tertulis kepada KPP tempat wajib pajak terdaftar atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan wajib pajak.

Permintaan sertifikat elektronik oleh pengusaha kena pajak (PKP), yang masa berlaku sertifikat elektroniknya akan habis atau telah habis dalam periode pencegahan penyebaran Covid-19, dapat dimintakan secara online. Simak artikel ‘Sertifikat Elektronik Kedaluwarsa? Bisa Minta Secara Online di Sini’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

14 Agustus 2020 | 04:36 WIB

rekanan yang wajib laporan realisasi insentif PPh 22 dan 23

14 Agustus 2020 | 04:36 WIB

rekanan yang wajib laporan realisasi insentif PPh 22 dan 23

13 Agustus 2020 | 21:06 WIB

Dengannya adanya penerapan e-Bupot ini diharapkan dapat mempermudah adminsitrasi pemotongan pajak Pasal 23/26.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Diterapkan 1 Januari 2025, PKP Perlu Ajukan Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?