Ilustrasi. (DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mulai memperjelas ketentuan mengenai perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang berwujud secara konsinyasi akibat diubahnya UU PPN melalui UU Cipta Kerja.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha, pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah No. 1/2012 dan menyisipkan pasal baru yaitu Pasal 17A.
Pasal 17A itu menyatakan penyerahan barang kena pajak (BKP) berwujud bagi consignor terjadi pada saat harga atas penyerahan BKP berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan ataupun ketika pengusaha kena pajak (PKP) consignor menerbitkan faktur pajak.
"Berdasarkan ketentuan ini, penyerahan BKP secara konsinyasi oleh consignor tidak terjadi pada saat BKP tersebut diserahkan secara langsung untuk dititipkan kepada consignee, tetapi terjadi pada saat consignor mengakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP consignor," bunyi pasal penjelas dari Pasal 17A ayat (1) tersebut, Kamis (21/1/2021).
Pada Pasal 17A ayat (2), pemerintah menjelaskan mengenai timbulnya BKP berwujud bagi consignee. Pada pasal tersebut, penyerahan BKP timbul bagi consignee ketika BKP berwujud diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga.
Penyerahan BKP berwujud juga timbul bagi consignee ketika BKP tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk cuma-cuma, untuk pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang, cabang ke pusat, serta penyerahan antarcabang.
Penyerahan BKP berwujud juga timbul bagi consignee ketika BKP berwujud tersebut diserahkan kepada jasa angkutan ataupun ketika harga penyerahan BKP berwujud telah diakui sebagai piutang atau penghasilan atau pada saat PKP consignee menerbitkan faktur penjualan.
Dengan demikian, penyerahan barang secara konsinyasi dari consignor kepada consignee masih belum dianggap sebagai penyerahan BKP berwujud dan terutang PPN. Hal ini sejalan dengan UU Cipta Kerja yang menghapuskan penyerahan BKP secara konsinyasi dari Pasal 1A UU PPN yang memerinci penyerahan-penyerahan yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP.
Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo menerangkan Pasal 1A ayat (1) huruf g UU PPN perlu dihapus untuk memudahkan kegiatan usaha. Dengan UU Cipta Kerja, penyerahan BKP baru timbul ketika consignee benar-benar menjual barang consignor.
"Jadi, memudahkan wajib pajak dalam melakukan aktivitasnya. Supaya wajib pajak tidak terbebani di awal. Kalau dilihat, UMKM pun banyak melakukan aktivitas konsinyasi atau menitipjualkan barang produksinya kepada penjual,” katanya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Dengan adanya perubahan ini pun akan mempermudah proses pemeriksaan peredaran usaha yang berasal dari timing difference sehingga memperkecil perbedaan penghitungan pengakuan secara PPh dan PPN