ESTONIA

Obesitas Jadi Ancaman Serius, Negara Ini Bakal Pungut Pajak Gula

Redaksi DDTCNews | Senin, 20 September 2021 | 12:30 WIB
Obesitas Jadi Ancaman Serius, Negara Ini Bakal Pungut Pajak Gula

Ilustrasi. (sumber:gambarkartunmu.blogspot.com)

TALINN, DDTCNews – Estonia menjadi salah satu negara di Eropa dengan penerimaan cukai tembakau dan alkohol tertinggi. Survei yang dirilis Foresight Show menunjukan penerimaan dari sektor ini menyumbang porsi 4,8% anggaran.

Tingginya penerimaan cukai tembakau dan alkohol terlihat dari data pada 2019. Kontribusi cukai alkohol dan tembakau di Estonia tembus 2,4% dari total penerimaan perpajakan. Capaian tersebut jauh di atas rata-rata negara di Eropa yang hanya sekitar 0,4% dari penerimaan nasional.

Namun, Estonia masih punya pekerjaan rumah terkait isu kesehatan. Obesitas muncul sebagai ancaman kesehatan baru sehingga perlu disusun sebuah mekanisme preventif dari aspek perpajakan.

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

"Kita tahu bahwa isu obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang sedang ramai dan marak terjadi. Untuk itu kita perlu mendorong tren kehidupan sehat," ungkap Magnus Piirits, seorang pakar Foresight Centre, dikutip oleh err.ee, Senin (20/9/2021)

Estonia diperkirakan akan mengalami defisit anggaran pada sistem kesehatan senilai 900 juta euro di 2035. Kampanye hidup sehat yang masif dianggap bisa jadi jurus untuk mencegah defisit anggaran kesehatan membengkak.

Selain kampanye kesehatan, instrumen fiskal juga jadi senjata ampuh untuk mendorong masyarakat hidup lebih sehat. Misalnya dengan menerapkan pajak atas gula atau potongan pajak atas sayur mayur seperti yang sudah diterapkan oleh negara-negara lain di dunia.

Baca Juga:
Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

Estonia sebenarnya telah merancang pajak gula di 2017 dengan estimasi penerimaan mencapai 15 juta euro sampai 17 juta euro apabila diterapkan. Magnus mencontohkan Hungaria yang telah menetapkan pajak atas makanan cepat saji. Pajak ini dikenakan terhadap kandungan gula, garam, kafein, atau karbohidrat sejak 2011.

Pajak cepat saji itu pun terbukti mampu menyumbang hingga 0,3% dari penerimaan nasional Hungaria. Jika diterapkan di Estonia, penerimaannya setara dengan 30 juta euro.

Meski pajak gula belum diimplementasikan, fasilitas lain diberikan dengan harapan dapat mendorong gaya hidup sehat masyarakat. Salah satunya dengan cara pengurangan biaya kesehatan dan keanggotaan pusat kebugaran bagi para karyawan.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Biaya-biaya tersebut diperbolehkan menjadi biaya pengurang penghasilan kena pajak (PKP) perusahaan. Nilai yang boleh dibebankan yakni 400 euro per kepala setiap tahunnya. Hal ini dilakukan agar tercipta kolaborasi yang optimal antara pemerintah, perusahaan, dan para karyawan.

"Pada 2019, satu dari 16 perusahaan telah menggunakan fasilitas ini. Masing-masing karyawan dibiayai hingga 131 euro. Tentunya peranan perusahaan dapat ditingkat lebih jauh dengan memperluas skema yang telah ada," ujar Magnus. (tradiva sandriana/sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

20 September 2021 | 21:33 WIB

Dalam hal ini, perpajakan dapat dijadikan sebagai instrumen fiskal yang mempunyai fungsi regulerend dalam membantu melaksanakan kebijakan negara untuk menciptakan tren hidup sehat dalam masyarakat

20 September 2021 | 17:39 WIB

Penerapan pajak atas makanan cepat saji selain membantu menyumbang hingga 0,3% dari penerimaan nasional negara tersebut juga dapat mendorong masyarakat agar hidup sehat

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 14:30 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Demi Kejar Pajak, Dinas ESDM Petakan Ulang Sumur Air Tanah di Daerah

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:45 WIB PAJAK MINIMUM GLOBAL

Ada Pajak Minimum Global, RI Cari Cara Biar Insentif KEK Tetap Menarik

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP