SEMINAR NASIONAL PERTAPSI

Diperlukan Grand Design Pengaturan Profesi Kuasa dan Konsultan Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 28 November 2024 | 11:35 WIB
Diperlukan Grand Design Pengaturan Profesi Kuasa dan Konsultan Pajak

Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan di Auditorium R. Soeria Atmadja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/11/2024).

DEPOK, DDTCNews - Kuasa dan konsultan pajak berperan penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Untuk itu, diperlukan grand design pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di Tanah Air.

Dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan, Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI) Darussalam menjabarkan perjalanan ketentuan tentang kuasa wajib pajak silih berganti.

Dalam perkembangan tersebut, kuasa dapat dilakukan oleh ‘konsultan pajak’, ‘bukan konsultan’, ‘karyawan wajib pajak’, dan ‘pihak lain’ yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di eranya masing-masing.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

“Kemudian, ketentuan yang silih berganti tersebut membentuk suatu rezim tersendiri tentang kuasa dan konsultan pajak,” ujar Darussalam di Auditorium R. Soeria Atmadja Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Kamis (28/11/2024).

Selaras dengan tinjauan historis pengaturan kuasa dan konsultan pajak di Indonesia, lanjut Darussalam, kriteria mengenai pihak yang memiliki kompetensi tertuang dalam Penjelasan Pasal 32 ayat (3a) UU 6/1983 tentang KUP s.t.d.t.d. UU Cipta Kerja 2023.

Darussalam mengatakan ketentuan tersebut seyogianya harus dimaknai sebagai adanya kehadiran berbagai jalur. Ketiga elemen, yaitu jenjang pendidikan tertentu, sertifikasi, dan/atau pembinaan oleh asosiasi atau Kementerian Keuangan seharusnya tidak bersifat kumulatif.

Baca Juga:
DDTC Rilis Buku SDSN UU KUP, PPh, dan PPN Terbaru Versi Bahasa Inggris

Dia memberikan contoh profesi lain di Indonesia, seperti advokat, arsitek, akuntan publik, tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta insinyur. Untuk dapat menjalankan profesi, mereka harus memiliki pendidikan keilmuan yang sama dengan profesi yang akan dijalankan.

“Dengan demikian, sudah seyogianya untuk menjalankan profesi kuasa dan konsultan pajak tentu harus memberikan jalur prioritas kepada lulusan perguruan tinggi di bidang perpajakan sebagai tuan rumah,” jelasnya.

Jalur prioritas bagi pihak-pihak yang memiliki latar belakang pendidikan perguruan tinggi di bidang perpajakan, sambung Darussalam, juga dapat ditemukan di beberapa negara, seperti Jerman dan Australia.

Baca Juga:
Tunjuk Kuasa WP, Konsultan Pajak Harus Terdaftar di DJP dan SIKOP

Multidisiplin Ilmu

Kendati demikian, Darussalam mengatakan kuasa dan konsultan pajak merupakan profesi yang multidisiplin ilmu. Oleh karena itu, lulusan di luar bidang perpajakan juga ‘diperbolehkan’ untuk dapat menjalankan profesi kuasa dan konsultan pajak.

Kepada pihak tersebut disediakan jalur penyetaraan atau sertifikasi. Jalur ini juga mempertimbangkan irisan keahlian bidang ilmu lainnya dengan pajak serta wujud nyata mendorong jumlah kuasa dan konsultan pajak di Indonesia.

Dengan demikian, ujian sertifikasi seyogianya hanya berlaku bagi lulusan di luar bidang perpajakan untuk disetarakan. Singkatnya, atas ‘keterbukaan’ bagi individu yang tidak memiliki latar belakang di bidang perpajakan tersebut maka diperlukan penyetaraan melalui sertifikasi.

Baca Juga:
Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

“Bukan lantas terdapat kompetensi yang disamaratakan dengan lulusan perguruan tinggi di bidang perpajakan. Sebab, hal tersebut justru tidak sesuai dengan prinsip equal treatment,” kata Darussalam.

Selain 2 jalur yang disebutkan sebelumnya, perlu juga dibuka jalur penghargaan atau rekognisi kepada pihak-pihak yang telah terbukti keahlian perpajakannya. Pihak tersebut seperti mantan pegawai pajak, mantan hakim pengadilan pajak, guru besar, dosen, dan peneliti.

Syaratnya, lanjut Darussalam, pihak-pihak tersebut harus dapat menunjukkan bukti yang memperlihatkan keahliannya. Umumnya ditentukan dengan minimal masa kerja di bidang perpajakan, seperti yang diimplementasikan di Jerman, Korea Selatan, dan Jepang.

Baca Juga:
Perkuat Literasi Pajak, 9 Buku DDTC Ini Bisa Diunduh Gratis!


Sesuai Perkembangan Terkini

Lebih lanjut, desain pengaturan kuasa dan konsultan pajak di Indonesia seharusnya menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan praktik kuasa dan konsultan pajak secara ideal. Salah satunya berupa fleksibilitas bentuk badan usaha serta nama kantor kuasa dan konsultan pajak.

Fleksibilitas tersebut juga dirasa selaras dengan tren globalisasi, digitalisasi, dan inkorporasi dalam profesi jasa. Adapun perdebatan atas aspek pertanggungjawaban profesi yang kerap memicu pembatasan bentuk badan usaha, sambung Darussalam, sejatinya dapat dipecahkan melalui professional indemnity insurance (PI insurance)

Baca Juga:
11 Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN Indonesia

PI insurance merupakan asuransi penggantian uang dari perusahaan asuransi kepada kuasa dan konsultan pajak yang membayar suatu kompensasi kepada klien sehubungan dengan jasa yang dilakukannya. Kompensasi dari kuasa dan konsultan pajak tersebut merupakan bentuk tanggung jawab atas kelalaian yang dilakukannya sehingga menyebabkan kerugian keuangan bagi klien.

Saat ini, penerapan PI insurance dalam jasa yang diberikan kuasa dan konsultan pajak kian banyak diatur di berbagai negara. Dalam salah satu survei ditemukan bahwa 10 dari 22 negara Uni Eropa – yang menjadi studi komparasi – telah mensyaratkan adanya PI insurance bagi kuasa dan konsultan pajak yang berpraktik di negara mereka.

“Asuransi perlindungan pengguna jasa (klien) dari kerugian finansial tersebut akan turut menjamin kepercayaan publik kepada jasa yang diberikan oleh kuasa dan konsultan pajak,” imbuh Darussalam.

Baca Juga:
Hasil USKP Periode III/2024 Sudah Diumumkan! 450 Peserta Lulus

Dalam kesempatan itu, Darussalam juga menyatakan perlunya peninjauan ulang atas pengelompokan kompetensi perpajakan berdasarkan jenis wajib pajak dan ruang lingkup transaksinya, yaitu konsultan pajak tingkat A, B, dan C, yang selama ini dianut oleh Indonesia.

“Ke depan, pengelompokan seharusnya didasarkan atas kompetensi dasar perpajakan dan kompetensi keahlian perpajakan,” kata Darussalam.

Beberapa aspek di atas diharapkan menjadi perhatian sekaligus justifikasi perlunya grand design pengaturan profesi kuasa dan konsultan pajak di Indonesia. Berbagai aspek tersebut telah ditulis dalam buku berjudul Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan.

Baca Juga:
Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Buku hasil kolaborasi PERTAPSI dan DDTC ini mencoba menyajikan konsep dan model ketentuan kuasa dan konsultan pajak yang mendukung sistem perpajakan lebih baik lagi. Konstruksi model dilakukan melalui fakta historis ketentuan perpajakan atas kuasa dan konsultan pajak, studi perbandingan, analisis konseptual, serta melihat fakta yang terjadi di lapangan.

Buku ke-29 terbitan DDTC tersebut juga dirilis bersamaan dengan acara seminar nasional. Dalam acara ini, akan ada 200 buku yang dibagikan secara gratis untuk peserta luring (offline) dan 10 buku kepada peserta daring (online) terpilih. Syaratnya, beri pendapat atau komentar dalam berita peluncuran buku ‘Resmi Dirilis! Buku Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Perbandingan’. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Ariska 28 November 2024 | 14:22 WIB

Online. Terimakasih DDTC dan PERTAPSI yg telah menyelenggarakan acara seminar. Sangat membantu sekali bagi saya sbg seorang dosen hukum pajak. Selamat juga atas peluncuran bukunya yg sangat bermanfaat untuk para praktisi dan tentu saja dosen dan mahasiswa yang meneliti tentang aspek litigasi perpajakan. Semoga kedepannya dapat menyelenggarakan seminar lagi dengan perspektif internasional sehingga dapat menjadi studi komparatif antar negara yang lebih lanjut agar dapat memberikan ilmu pengetahuan lebih bagi peserta

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 10:30 WIB CORETAX SYSTEM

Tunjuk Kuasa WP, Konsultan Pajak Harus Terdaftar di DJP dan SIKOP

Minggu, 22 Desember 2024 | 11:30 WIB KABUPATEN GIANYAR

Kejaksaan Bantu Pemkab Pulihkan Keuangan Daerah Rp9,8 Miliar Tahun Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra