Ilustrasi. (Foto: DDTCNews)
OTORITAS fiskal berencana meningkatkan batasan nilai restitusi dipercepat pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang berlaku saat ini senilai Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar. Peningkatan batasan nilai restitusi dipercepat PPN ini dilakukan untuk membantu arus kas pelaku usaha yang tengah mendapat tekanan efek virus Corona.
Otoritas juga menegaskan tidak ada perubahan persyaratan untuk memanfaatkan fasilitas restitusi dipercepat. Dengan demikian, fasilitas ini masih hanya dapat dimanfaatkan untuk tiga klasifikasi wajib pajak. Pertama, wajib pajak kriteria tertentu (wajib pajak patuh). Kedua, wajib pajak persyaratan tertentu. Ketiga, pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah. Simak Kamus ‘Apa Itu Restitusi Dipercepat?’.
Lantas, apa yang dimaksud dengan wajib pajak persyaratan tertentu?
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 39/PMK.03/2018, wajib pajak persyaratan tertentu adalah wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP).
Berdasarkan Pasal 17D ayat (2) UU KUP, wajib pajak persyaratan tertentu yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah wajib pajak yang memenuhi salah satu dari empat kriteria berikut:
Lebih lanjut, Pasal 17D ayat (3) mengamanatkan bahwa batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar tersebut diatur dengan atau berdasarkan PMK. Adapun PMK yang saat ini mengatur tentang batasan tersebut adalah PMK No. 39/PMK.03/2018.
Merujuk pada Pasal 9 ayat (2) PMK No. 39/PMK.03/2018, batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar bagi wajib pajak persyaratan tertentu yang dapat mengajukan restitusi dipercepat saat ini ditetapkan sebagai berikut:
Pengajuan Permohonan Restitusi Dipercepat untuk Wajib pajak Persyaratan Tertentu
BERDASARKAN Pasal 10 PMK No. 39/PMK.03/2018 untuk dapat memperoleh pengembalian pendahuluan, wajib pajak persyaratan tertentu harus mengajukan permohonan dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam SPT.
Atas permohonan tersebut, Dirjen Pajak akan melakukan penelitian terhadap kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, bukti pemotongan atau bukti pemungutan PPh yang dikreditkan wajib pajak pemohon, dan pajak masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh wajib pajak pemohon.
Sesuai Pasal 11 PMK No. 39/PMK.03/2018, berdasarkan hasil penelitian tersebut, Dirjen Pajak akan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) yang menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak atau tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada wajib pajak dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
Lebih lanjut, SKPPKP atau pemberitahuan hasil penelitian atas permohonan restitusi dipercepat tersebut diterbitkan paling lama:
Ketentuan tersebut lebih cepat dibandingkan amanat dalam Pasal 17D ayat (1), yaitu jangka waktu paling lama 3 bulan untuk PPh dan paling lama 1 bulan untuk pajak pertambahan nilai (PPN) terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
Sementara itu, bagi wajib pajak yang tidak tergolong persyaratan tertentu proses restitusi memakan waktu hingga 12 bulan. Hal ini lantaran, pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui proses restitusi dipercepat hanya dilakukan dengan penelitian tanpa melalui pemeriksaan. Simak artikel ‘Mau Tahu Perbedaan Penelitian dan Pemeriksaan Pajak? Simak di Sini’.
Pemeriksaan Setelah Pemberian Pengembalian Pendahuluan
Dalam restitusi dipercepat produk hukum yang dikeluarkan oleh otoritas berupa keputusan dalam bentuk Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP). Sedangkan, dalam proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak biasa produknya berupa ketetapan dalam bentuk Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Oleh karena itu, Pasal 17D UU KUP juga mengamanatkan bahwa DJP memiliki wewenang untuk pada kemudian hari melakukan pemeriksaan terhadap penerima restitusi dipercepat, kendati proses restitusi sudah dilakukan.
Lebih lanjut, apabila berdasarkan pemeriksaan tersebut diketahui bahwa ternyata wajib pajak justru sebenarnya kurang bayar (tidak berhak atas restitusi) maka atas jumlah yang kurang dibayar tersebut harus dilunasi dan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%.
Selain itu, berdasarkan Pasal 12 PMK No. 39/PMK.03/2018 dalam hal jumlah kelebihan pembayaran pajak pada SKPPKP tidak sama dengan jumlah dalam permohonan restitusi yang diajukan, wajib pajak dapat mengajukan kembali permohonan restitusi atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan melalui surat tersendiri.
Lalu, dalam hal wajib pajak persyaratan tertentu tidak meminta pengembalian atas selisih kelebihan pembayaran pajak yang belum dikembalikan, wajib pajak tersebut dapat melakukan pembetulan SPT yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. Adapun penjabaran tentang tata cara pengajuan restitusi dipercepat bagi wajib pajak persyaratan diatur dalam Surat Dirjen Pajak No.SE - 10/PJ/2018. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Mohon maaf sebelumnya jika pertanyaan saya ini sangat mendasar. :).. Jika misalkan Wajib Pajak Eksportir mengajukan pengembalian pendahuluan lalu KPP menerbitkan SKPPKP dengan adanya koreksi satu lembar Faktur Pajak Masukan yang dinyatakan belum dilaporkan oleh pihak Penjual. Apakah jumlah Pajak Masukan tersebut dapat diajukan lagi sebagai pajak masukan di masa pajak berikutnya? Terima kasih sebelumnya atas jawaban yang diberikan