PADA awal 2022, pemerintah menerbitkan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). UU HKPD tersebut mencabut dan menggantikan UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Melalui UU HKPD, pemerintah memberikan ruang bagi daerah tertentu yang mempunyai kapasitas fiskal memadai untuk membentuk dana abadi daerah. Dana abadi daerah ini merupakan terminologi baru yang belum diatur dalam UU 33/2004.
Pemerintah pun telah memerinci ketentuan pembentukan dana abadi daerah melalui Peraturan Pemerintah No. 1/2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional (PP 1/2024). Lantas, apa itu dana abadi daerah?
Dana abadi daerah (DAD) adalah dana yang bersumber dari APBD yang bersifat abadi dan dana hasil pengelolaannya dapat digunakan untuk belanja daerah dengan tidak mengurangi dana pokok (Pasal 1 angka 83 UU HKPD).
Dana untuk membentuk DAD bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) daerah yang belum ditentukan penggunaannya. Selain itu, dana DAD juga dapat berasal dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 74 ayat (4) PP 1/2024).
SiLPA berarti selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 periode anggaran. Jika SilPA suatu daerah tinggi dan kinerja layanannya tinggi maka SiLPA itu dapat diinvestasikan atau digunakan untuk pembentukan DAD.
Hal ini berarti tidak semua daerah bisa membentuk DAD. Sebab, ada 2 kriteria yang harus dipenuhi jika suatu daerah ingin membentuk DAD. Pertama, memiliki kapasitas fiskal daerah yang tinggi atau sangat tinggi. Kedua, kebutuhan urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik telah terpenuhi.
Sederhananya, daerah yang berkesempatan membentuk DAD adalah yang mempunyai kapasitas fiskal memadai (tinggi atau sangat tinggi) dan telah menyelenggarakan dengan baik segala urusan wajib terkait dengan layanan dasar publik.
Kapasitas fiskal daerah tersebut dapat mengacu pada peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai peta kapasitas fiskal daerah. Melalui PMK tersebut, kementerian keuangan telah menghitung dan menjabarkan kategori kapasitas fiskal seluruh daerah di Indonesia untuk setiap tahunnya.
Misal, berdasarkan PMK 84/2023, ada 4 provinsi yang masuk kategori kapasitas fiskal daerah (KFD) sangat tinggi, yaitu DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten, dan Papua Barat. Selanjutnya, terdapat 5 provinsi yang masuk kategori KFD tinggi, yaitu Riau, Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara.
Sementara itu, kabupaten/kota yang masuk kategori KFD sangat tinggi antara lain seperti Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Medan, Kabupaten Bengkalis, Kota Pekanbaru, Kabupaten Bandung, Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok.
Lebih lanjut, bendahara umum daerah atau badan layanan umum (BLU) daerah menjadi pihak yang diberikan mandat untuk mengelola DAD. Pengelolaan DAD dilakukan melalui investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai.
Nanti, hasil pengelolaan DAD akan menjadi pendapatan daerah. Sebagai pendapatan daerah, hasil pengelolaan DAD dapat dipakai untuk belanja daerah tanpa mengurangi dana pokok. Artinya, belanja daerah itu menggunakan hasil pengolahan DAD, sedangkan dana pokoknya dibiarkan.
Terdapat 3 tujuan dari hasil pengelolaan DAD, yaitu memperoleh manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan/atau manfaat lainnya yang ditetapkan sebelumnya; memberikan sumbangan kepada penerimaan daerah; dan menyelenggarakan kemanfaatan umum lintas generasi.
Sementara itu, terdapat 2 tujuan dari pembentukan DAD tersebut antara lain daerah dapat mengelola keuangan demi kemanfaatan dan keberlanjutan lintas generasi, serta daerah dapat memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan daerah.
Daerah yang berkesempatan membentuk DAD tidak bisa sembarangan. Sebab, pemerintah juga telah mengatur tata cara pembentukan DAD dengan melibatkan penilaian dan persetujuan dari menteri keuangan. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
1
<a>hi</a>