JAKARTA, DDTCNews—Sebanyak 57,14% peserta debat menginginkan kewenangan penetapan tarif pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) ditarik ke pemerintah pusat, sementara yang ingin tetap dikelola daerah 42,96%. Lomba debat #MariBicara DDTCNews kali ini diikuti 14 peserta saja.
DDTCNews menetapkan Victori Kristian asal Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, sebagai pemenang lomba debat periode 16-31 Desember 2019. Victori memilih kewenangan tersebut tetap berada di pemerintah daerah, bukan ditarik ke pusat.
“Mengoptimalkan kewenangan pajak daerah dan retribusi daerah yang ada di pemerintah daerah seperti yang selama ini berlaku itu lebih baik dibandingkan dengan mengalihkannya ke pemerintah pusat,” katanya.
Ada 3 hal yang diungkapkan oleh Victori. Pertama, tidak boleh dilupakan saat ini adalah pemerintah daerah telah mengelola keuangan daerah berdasarkan UU otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Jangan menarik mundur proses konsolidasi demokrasi ekonomi.
Kedua, masyarakat di daerah langsung merasakan dampak dari pajak daerah. Ancaman pendapatan asli daerah (PAD) dari turunnya penerimaan PDRD berdampak pada anggaran di daerah. Ketiga, pemerintah daerah lebih memahami kondisi bisnis di daerah.
Meskipun Victori terpilih, kemenangan secara umum tetap diraih kelompok yang pro pengalihan penetapan tarif pajak daerah ke pemerintah pusat. Peserta debat dari kelompok ini, Siska Dwi Utami misalnya, berpendapat pemerintah pusat justru dapat menutup gap tarif pajak di berbagai daerah.
Selain Siska, ada pula Agustine Catur yang optimistis dengan penarikan kewenangan tersebut ke pemerintah pusat. “Basis pajak akan naik dan pengalihan ke pemerintah pusat tidak serta merta menghilangkan konsep otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,” ujarnya.
Ia berpendapat dengan pengalihan itu justru akan ada garis tegas antara pusat yang menetapkan dan daerah yang memungut, sehingga daerah dapat mengoptimalkan kewenangannya. “Rasionalisasi single tax rate untuk daerah memberikan kepastian hukum bagi para investor,” tambahnya.
Pendapat berbeda diberikan Lina Lutfiana. Menurut dia, alangkah baiknya jika tarif pajak daerah tetap menjadi kewenangan daerah. Mengingat situasi di setiap daerah tidak sama rata. Misalnya seperti di Papua dan Solo. Papua memiliki kekayaan alam, sedangkan Solo memiliki banyak hotel dan mal.
“Perbedaan ini harus diperhitungkan dalam membuat kebijakan pajak. Pemda idealnya paham betul apa yang dimiliki dan kebutuhan yang harus penuhi. Dengan demikian, jika tarif pajak daerah setiap daerah berbeda, itu tidak salah, tetapi memang sesuai kebutuhan daerah itu sendiri,” katanya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
mantap