Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) akan mengintegrasikan setidaknya 9 jenis compliance risk management (CRM) mulai bulan depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (1/8/2022).
Terbaru, DJP sudah meluncurkan CRM pelayanan dan tengah mengembangkan CRM keberatan. Kedua CRM itu akan diintegrasikan dengan 7 jenis CRM lainnya yang sudah terlebih dahulu diluncurkan dan diimplementasikan.
“Dua mesin terbaru CRM terbaru tersebut siap untuk diintegrasikan dengan 7 mesin CRM lainnya yang sudah lebih dulu running dan tools business intelligence (BI) lain pada September 2022,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor.
Adapun 7 CRM yang sudah diluncurkan sebelumnya adalah CRM pemeriksaan dan pengawasan, ekstensifikasi, penagihan, transfer pricing, edukasi perpajakan, penilaian, serta penegakan hukum. Nantinya, CRM integrasi akan menghubungkan beragam proses bisnis dan menggunakan integrated compliance approach.
DJP juga akan meluncurkan business intelligence (BI) penerimaan dan BI sumber daya manusia (SDM). Kedua BI tersebut akan terus dikembangkan pada 2023 bersamaan dengan pengembangan BI organisasi dan BI regulasi. Keempat BI akan diintegrasikan dengan CRM integrasi pada 2024.
Selain mengenai pengembangan CRM dan BI, ada pula bahasan terkait dengan kewajiban penyampaian ulang laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final jasa konstruksi Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) ditanggung pemerintah (DTP).
CRM pelayanan akan digunakan untuk mendukung kepatuhan sukarela melalui pemberian notifikasi. Bahasa yang digunakan dalam notifikasi akan disesuaikan dengan profil risiko wajib pajak. Penggunaan bahasa dalam notifikasi mengadopsi behavioural insight.
CRM keberatan yang dikembangkan DJP bertujuan untuk membantu pengalokasian berkas keberatan berdasarkan kompetensi dan beban kerja penelaah keberatan. Harapannya, CRM dapat mendorong percepatan proses keberatan. (DDTCNews)
Jumlah wajib pajak dan pengawasan menjadi bagian dari sejumlah alasan bagi DJP dalam pengembangan CRM dan BI. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan dahulu, jumlah wajib pajak sangat terbatas.
Yon mengatakan kondisi saat ini sudah berbeda. Sudah ada sekitar 45 juta wajib pajak terdaftar. Jumlah wajib pajak tersebut juga diperkirakan masih akan terus bertambah. Apalagi, pemerintah telah mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“[Dahulu] masih memungkinkan pengawasan secara manual. Diawasi satu-satu, diperiksa, dilihatin satu-satu. [Sekarang] tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan [pengawasan] secara manual,” jelasnya. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menilai pemanfaatan CRM berpotensi diperluas guna mendukung pelaksanaan program-program lain di luar DJP. CRM bahkan bisa digunakan untuk mendukung pelaksanaan analisis bersama (joint analysis) dalam melihat kepatuhan wajib pajak.
"Wajib pajak juga adalah pelaku bisnis. Dia bisa juga adalah eksportir dan importir. Untuk melihat tingkat risiko si pelaku, kami mungkin perlu juga melihat tidak hanya aktivitas pajaknya, tetapi juga misalnya ekspor impor," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Sistem Informasi dan Teknologi Bobby Achirul Awal Nazief. (DDTCNews)
Penyampaian ulang laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final jasa konstruksi P3-TGAI DTP menjadi amanat Pasal II PMK 114/2022 yang menjadi perubahan dari PMK 3/2022. Penyampaian ulang dilakukan atas laporan realisasi PPh final DTP masa pajak Januari—Juni 2022, baik yang telah atau belum disampaikan pemotong pajak sesuai dengan PMK 3/2022.
Penyampaian ulang laporan tersebut merupakan implikasi dari perubahan pihak pelapor. Sebelumnya, laporan dilakukan oleh pemotong, yakni satuan kerja yang melakukan pembayaran dalam pelaksanaan P3-TGAI. Sekarang, laporan dilakukan oleh penanggung jawab, yaitu Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (DDTCNews)
Realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) pada semester I/2022 tercatat senilai Rp2,47 triliun. Kinerja itu sudah hampir menyamai realisasi sepanjang 2021 yang mencapai Rp3,9 triliun.
"Ini menggambarkan PPN yang ter-capture dari kegiatan yang menggunakan platform digital itu meningkat. Ini sesuatu yang kita harapkan akan terus positif," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)
Pemerintah mencatat telah memberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas pengadaan vaksin dan alat kesehatan atau barang yang digunakan untuk menangani pandemi Covid-19 senilai Rp1,03 triliun. Angka tersebut tersalurkan hingga 30 Juni 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah memberikan insentif fiskal untuk memastikan ketersediaan berbagai obat dan alat kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Meski mulai dipangkas, pemberian fasilitas fiskal di bidang kesehatan terus diberikan. (DDTCNews)
Pemerintah menegaskan perubahan ketentuan cukai pada produk sigaret kelembak kemenyan (KLM) tidak untuk menaikkan penerimaan negara. Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan perubahan ketentuan cukai dimaksudkan melindungi kelompok produsen kecil. Menurutnya, kebijakan itu akan menciptakan rasa keadilan melalui mengendalikan produksi dari pabrikan besar.
"Tujuan dari kebijakan kelembak kemenyan bukan untuk mendapatkan kenaikan penerimaan," katanya. (DDTCNews)
Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri akan segera mengimplementasikan penghapusan data STNK atas kendaraan bermotor yang menunggak pajak selama 2 tahun. Kakorlantas Polri Irjen Pol Firman Shantyabudi mengatakan ketentuan tersebut penting untuk segera diimplementasikan guna meningkatkan kepatuhan pajak.
"Kami ingin pastikan data ini valid. Sebab, dengan data valid, pemerintah bisa mengambil kebijakan atau langkah-langkah untuk pembangunan masyarakat dengan lebih baik," katanya. (DDTCNews)
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan jika Indonesia menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF) FATF, pemerintah akan dapat meminimalisasi praktik-praktik tindak pidana di bidang perpajakan yang diikuti dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Minimal ruang gerak agak dipersempit dan ujung-ujungnya pemberantasan atas tindak pidana perpajakan dan TPPU bisa dilaksanakan," ujar Suryo. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.