Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memberi penjelasan mengenai keikutsertaan wajib pajak orang pribadi penerima surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) dalam Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Contact center DJP, Kring Pajak, mendapat pertanyaan terkait dengan nasib SP2DK jika ada wajib pajak yang mendapatkannya untuk tahun pajak 2019 dan mengikuti PPS. Seperti diketahui, perolehan harta sejak 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2020 dapat diikutkan dalam skema kebijakan II PPS.
Kring Pajak mengatakan secara umum SP2DK adalah sarana bagi kantor pelayanan pajak (KPP) meminta penjelasan wajib pajak mengenai data, keterangan, dan sebagainya. Tidak ada sanksi atau denda atas penerbitan SP2DK.
“Tetapi jika ikut PPS, sesuai pasal 8 PMK-196/2021, OP (orang pribadi) … tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020, kecuali ditemukan data dan/ atau informasi lain mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam SPPH (Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta),” tulis Kring Pajak melalui Twitter.
Sebelumnya, Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Adella Septikarina mengatakan dalam skema kebijakan II, jika masih ada yang diketahui masih belum diungkap melalui PPS, DJP dapat menerbitkan ketetapan pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Untuk peserta tax amnesty, jika masih memiliki harta yang belum dilaporkan dan tidak diikutkan dalam skema kebijakan I PPS, akan ada risiko pembayaran pajak lebih besar. Tarif yang dikenakan sebesar 30% dan tambahan sanksi kenaikan 200%.
Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak, atas penghasilan yang belum atau diungkapkan dalam surat pernyataan pengampunan pajak dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
Adella mengatakan dengan mengikuti PPS, baik skema kebijakan I maupun II, wajib pajak mendapat perlindungan data atas harta yang diungkap. Pasalnya, data dan informasi yang bersumber dari SPPH tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.