UU HPP

UU HPP Bikin Natura Jadi Objek Pajak, Begini Rinciannya

Muhamad Wildan | Jumat, 08 Oktober 2021 | 11:30 WIB
UU HPP Bikin Natura Jadi Objek Pajak, Begini Rinciannya

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (7/10/2021).

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) mengatur ulang beberapa ketentuan yang ada di UU Pajak Penghasilan (PPh) di antaranya terkait dengan natura.

Natura selain yang tertuang pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh yang telah diubah melalui UU HPP kini menjadi objek pajak. Natura adalah balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.

"Yang selama ini natura dari pemberi kerja maka dia termasuk objek pajak baru," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Kamis (7/10/2021).

Baca Juga:
Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh yang diubah dengan UU HPP, ditegaskan penggantian atau imbalan yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk lain termasuk natura adalah objek pajak.

Kemudian, pada Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh yang diubah dengan UU HPP menyebutkan biaya penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura ditetapkan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Mengingat natura ditetapkan dapat menjadi dibiayakan oleh pihak yang memberikan maka ketentuan mengenai natura pada Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh pun dihapus melalui UU HPP.

Baca Juga:
Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Merujuk pada Pasal 4 ayat (3) huruf d, natura yang dikecualikan dari objek pajak adalah makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, natura yang disediakan di daerah tertentu, natura yang harus disediakan oleh pemberi kerja, natura yang bersumber dari APBN atau APBD, serta natura dengan jenis dan batasan tertentu.

Daerah tertentu yang dimaksud adalah daerah terpencil yang memiliki potensi ekonomi tetapi sulit dijangkau sehingga untuk mengubah potensi ekonomi tersebut dibutuhkan penanaman modal yang cukup tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai natura yang dikecualikan dari objek pajak dan natura yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto masih akan diatur lebih lanjut oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP). (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Heriyansyah 14 September 2022 | 19:55 WIB

pasal 4 ayat 3 huruf d, jika karyawan sakit, lalu pengobatannya dibayarkan perusahaan berarti tidak di kenakan pajak, karena di pasal 4 tidak di jelaskan untuk pajak kenikmatan yang mana secara detail.(khususnya pembayaran berobat kerumah sakit oleh pemberi kerja). jadi pedomannya masih merujuk ke surat edaran dirjen pajak yg bernomor SE-03/PJ.23/1984. yg berbunyi : Jadi apabila pegawai, karyawan, atau karyawati mendapatkan perawatan kesehatan dari suatu rumah sakit, dan rumah sakit tersebut menerima pembayaran langsung dari pemberi kerja, maka balas jasa yang diterima pegawai, karyawan, atau karyawati tersebut merupakan kenikmatan yang bukan obyek Pajak Penghasilan. Balas jasa tersebut tidak diterima atau diperoleh dalam bentuk uang tunai oleh pegawai, karyawan atau karyawati, melainkan diterima dalam bentuk kenikmatan. uang tunai tidak pernah diterima atau diperoleh oleh pegawai, karyawan, atau karyawati.

09 Oktober 2021 | 09:50 WIB

apakah uang perjalan dinas, uang laundry, masuk peraturan ini ? mohon advice nya. terimakasih

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 13:30 WIB UU HKPD

Berlaku Mulai 5 Januari 2025, Begini Penghitungan Opsen Pajak

Jumat, 27 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 81/2024

Catat! Dokumen WP Badan Era Coretax Diteken Pakai Sertel Pengurus

Jumat, 27 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 168/2023

Penghitungan PPh 21 Pegawai Tidak Tetap untuk Masa Pajak Desember

BERITA PILIHAN
Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN KUDUS

Ditopang Pajak Penerangan Jalan dan PBB-P2, Pajak Daerah Tembus Target

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Harga Tiket Turun, Jumlah Penumpang Pesawat Naik 2,6 Persen

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

Rata-Rata Waktu Penyelesaian Pengaduan Perpajakan di DJP Capai 9 Hari

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Jumat, 27 Desember 2024 | 15:00 WIB KAMUS KEPABEANAN

Apa Itu Pembukuan dalam bidang Kepabeanan?

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 14:00 WIB KELAS PPN

Konsep PPN, Deviasi, dan Isu Kenaikan PPN 12%