Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman saat menghadiri sidang pengujian materiil atas UU HKPD di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (11/7/2024).
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah daerah bisa memberikan keringanan pajak atas jasa diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa meski tarif pajak barang jasa tertentu (PBJT) atas 5 jenis hiburan ditetapkan lebih tinggi, yakni sebesar 40% - 75%.
Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman mengatakan Pasal 101 UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) membuka ruang bagi pemda untuk memberikan pengurangan, keringanan, pembebasan, hingga penghapusan pokok pajak.
"Pengaturan Pasal 101 UU HKPD merupakan dasar hukum yang jelas dan pasti bagi pemda untuk menetapkan langkah yang paling optimal dalam menerapkan kebijakan insentif fiskal dengan tetap memperhatikan kearifan lokal," katanya, Kamis (11/7/2024).
Untuk itu, lanjut Luky, hal-hal yang didalilkan pemohon mengenai tarif PBJT sebesar 40% - 75% atas jasa hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sesungguhnya bisa diselesaikan oleh pemda dengan menerapkan Pasal 101 UU HKPD.
Pasal 101 UU HKPD juga telah ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Edaran Mendagri Nomor 900.1.13.1/403/SJ. Surat edaran tersebut memberikan panduan pemberian insentif fiskal yang jelas dan pasti bagi para kepala daerah.
"Dapat pemerintah [pusat] sampaikan pula, telah terdapat pemda yang telah menerapkan ketentuan Pasal 101 UU HKPD dengan memberikan insentif fiskal kepada wajib pajak atas PBJT jasa hiburan," ujar Luky.
Pemda yang dimaksud antara lain Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembrana, dan Kota Denpasar.
Untuk itu, pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan pemohon mengingat dalil yang disampaikan tidak punya keterkaitan dengan isu konstitusionalitas norma yang menjadi kewenangan MK. Dalil pemohon lebih terkait dengan isu keberlakuan norma.
"Dengan demikian, pemerintah memohon kepala Majelis MK agar sekiranya dapat menolak seluruh dalil-dalil permohonan para pemohon," tutur Luky.
Sebagai informasi, pengujian materiil atas ketentuan PBJT jasa hiburan dalam UU HKPD diajukan oleh 3 pihak antara lain Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia, PT Imperium Happy Puppy, dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI).
Secara khusus, Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia meminta MK untuk menyatakan frasa 'mandi uap/spa' pada Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sementara itu, PT Imperium Happy Puppy meminta MK untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke namun dikecualikan terhadap karaoke keluarga, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%'.
GIPI juga meminta MK untuk menyatakan Pasal 58 ayat (2) UU HKPD bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Dengan demikian, seluruh jenis jasa hiburan seharusnya dikenai PBJT dengan tarif yang sama, yaitu maksimal 10%. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.