Laporan Hasil Survei Pajak dan Politik.
JAKARTA, DDTCNews - Pembangunan sebuah negara, salah satunya, didanai oleh uang pajak yang dikumpulkan dari rakyat. Artinya, kinerja pembangunan sebuah negara juga dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak.
Bicara soal kinerja penerimaan, kepatuhan wajib pajak dalam membayarkan pajak menjadi salah satu pendorongnya. Namun, kepatuhan ini bisa dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama, kepatuhan secara sukarela (voluntary compliance) dan kedua, karena keterpaksaan (enforced compliance) (Kirchler dan Wahl, 2010).
Khusus mengenai kepatuhan secara sukarela, Laporan Hasil Survei Pajak dan Politik DDTCNews: Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak mengungkap fakta statistik yang menarik. Setidaknya ada dua hal yang ikut menentukan seberapa rela seorang wajib pajak menyetorkan pajaknya. Pertama, transparansi penggunaan uang pajak oleh pemerintah. Kedua, peningkatan layanan publik yang disediakan pemerintah.
Sebanyak 94,5% responden menilai transparansi penggunaan uang pajak oleh pemerintah memengaruhi kerelaan mereka dalam membayar pajak ('Penting' dan 'Sangat Penting'). Hanya sebagian kecil, yakni 0,6% yang menilai transparansi penggunaan uang pajak 'Tidak Penting' dalam memengaruhi kerelaan mereka dalam membayar pajak.
Dengan pola yang sama, sebanyak 93% responden juga menilai peningkatan layanan publik yang diberikan pemerintah ikut memengaruhi kerelaan mereka dalam membayar pajak ('Sangat Memengaruhi' dan 'Memengaruhi'). Hanya ada 2% responden yang menilai peningkatan layanan publik tidak memengaruhi kerelaan mereka dalam membayar pajak ('Tidak Memengaruhi' dan 'Sangat Tidak Memengaruhi').
Responden Cenderung Tidak Rela Membayar Pajak Lebih Besar
Berdasarkan dokumen visi dan misi yang resmi diterbitkan oleh masing-masing pasangan capres-cawapres, pajak menjadi salah satu isu yang disodorkan. Dalam konteks ini, seluruh kandidat capres-cawapres cenderung menggaungkan konsep mengenai pajak sebagai modal pembangunan.
Namun, gagasan capres-cawapres yang mengusung isu pajak untuk menggaet suara ini perlu menjawab pertanyaan berikut ini, "Apakah rakyat rela membayar pajak lebih besar berdasarkan ketentuan saat ini guna mendanai pembangunan?"
Laporan Hasil Survei Pajak dan Politik DDTCNews menunjukkan bahwa sebanyak 46% responden tidak rela untuk membayar pajak lebih besar untuk mendanai pembangunan atas program-program yang diusung masing-masing peserta pemilu 2024 ('Tidak Rela' dan 'Sangat Tidak Rela Membayar Pajak Lebih Besar').
Sebanyak 25,8% responden memilih 'Netral' dan sebanyak 22% responden memilih 'Rela' untuk menyetor pajak lebih banyak. Hanya sedikit porsi responden, yakni 6,2% memilih 'Sangat Rela' untuk membayar pajak lebih besar lagi demi bisa mendanai pembangunan.
Jika dielaborasi lebih mendalam, responden yang 'Rela' dan 'Sangat Rela Membayar Pajak Lebih Besar' cenderung mengganggap beban pajak sudah dibagi sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Namun, responden yang 'Netral', 'Tidak Rela', dan 'Sangat Tidak Rela' untuk membayar pajak lebih banyak cenderung menilai pembagian beban pajak belum optimal.
Responden yang memilih 'Tidak Rela' dan 'Sangat Tidak Rela' untuk membayar pajak lebih besar, menyodorkan opsi kepada pemerintah untuk meningkatkan sumber pendapatan selain pajak guna membiayai pembangunan.
Sumber pendapatan lain yang dimaksud, antara lain pendapatan negara bukan pajak sumber daya alam (PNBP SDA) yang dipilih oleh 43,4% responden. Kemudian, 28,4% responden memilih opsi dividen BUMN, 13,3% responden memilih cukai, 11,9% responden memilih bea, dan 3% memilih utang sebagai sumber pendapatan selain pajak yang perlu ditingkatkan.
Artikel ini merupakan bagian dari rangkaian penerbitan Laporan Survei Pajak dan Politik DDTCNews: Saatnya Parpol & Capres Bicara Pajak. Untuk mendapatkan naskah laporan secara lengkap, silakan unduh di https://bit.ly/HasilSurveiPakpolDDTCNews2023. (sap)
Baca artikel-artikel menarik terkait dengan pajak dan politik di laman khusus Pakpol DDTCNews: Suaramu, Pajakmu.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.