PRANCIS

Transaksi e-Commerce Melonjak, OECD Sebut Reformasi PPN Makin Urgen

Muhamad Wildan | Senin, 21 Februari 2022 | 12:00 WIB
Transaksi e-Commerce Melonjak, OECD Sebut Reformasi PPN Makin Urgen

Ilustrasi.

PARIS, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai saat ini menjadi momentum yang tepat bagi yurisdiksi melakukan reformasi atas ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN).

Kepala Unit Pajak Konsumsi Center for Tax Policy and Administration OECD Piet Battiau menyebut pandemi telah meningkatkan kebocoran penerimaan PPN dari penyerahan-penyerahan barang bernilai rendah melalui e-commerce.

"Otoritas pajak dan kepabeanan dihadapkan oleh lonjakan barang masuk di perbatasan setiap harinya. Kebanyakan barang berhasil masuk dan dijual dalam suatu yurisdiksi tanpa dikenai PPN," katanya dikutip pada Senin (21/2/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

OECD memandang platform dan pedagang online seharusnya diwajibkan untuk memungut PPN atas barang yang dijual kepada konsumen sebelum barang tersebut diimpor. Pada gilirannya, hal tersebut akan meringankan beban kerja petugas pajak dan kepabeanan dalam pengawasan.

Terlebih, reformasi kebijakan PPN untuk segera dilakukan mengingat terdapat banyak negara yang penerimaannya sangat bergantung pada PPN.

"Seringkali PPN adalah sumber utama dari penerimaan. Bisa mencapai 30% dari total pajak yang diterima," tutur Battiau seperti dilansir Tax Notes International.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Oleh karena itu, OECD perlu merancang solusi kebijakan PPN yang dapat diimplementasikan secara fleksibel pada setiap yurisdiksi sesuai kebutuhannya masing-masing tanpa menimbulkan masalah dari sisi perdagangan dan kepatuhan pajak.

Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, lanjut Battiau, reformasi PPN telah menimbulkan hasil yang cukup signifikan dalam merespons perkembangan e-commerce.

Chile mewajibkan international provider untuk untuk memungut dan menyetorkan PPN kepada otoritas pajak. Hasilnya, lebih dari 100 perusahaan terdaftar sebagai pemungut PPN dan tambahan penerimaan dari kebijakan tersebut pada tahun pertama implementasi mencapai US$300 juta atau Rp4,29 triliun. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra