UGANDA

Timbul Unjuk Rasa, Pemerintah Kaji Ulang Pajak Media Sosial

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 Juli 2018 | 16:35 WIB
Timbul Unjuk Rasa, Pemerintah Kaji Ulang Pajak Media Sosial

KAMPALA, DDTCNews – Pengenaan pajak pada penggunaan media sosial di Uganda semakin menimbulkan kontra. Warga yang tidak sependapat dengan hal itu akhirnya melakukan unjuk rasa di pusat kota Kampala dan terjadi perkelahian sengit dengan polisi setempat.

Juru Bicara Polisi Kampala Luke Owoyesigire mengatakan polisi terpaksa menggunakan gas air mata dan menembakkan senapan untuk membubarkan aksi unjuk rasa. Polisi berhasil menangkap 2 pengunjuk rasa untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Kabarnya, aksi ini diorganisir oleh salah satu anggota parlemen Uganda Robert Kyagulanyi Ssentamu. Ssentamu yang juga sebagai salah satu penyanyi populer di negara itu mengungkapkan kekecewaannya terhadap skema pemajakan media sosial.

Baca Juga:
Telur Impor Kena Pajak, Picu Perang Dagang Dua Negara Ini

“Pajak pada media sosial akan berdampak negatif pada pemasaran musik,” katanya di Kampala, Rabu (11/7).

Menanggapi aksi unjuk rasa ini, Perdana Menteri Uganda Ruhakana Rugunda menegaskan pemerintah akan mengkaji lebih lanjut mengenai pajak media sosial. Pemerintah juga akan mengajukan aturan penggantinya pada pekan depan.

“Pajak yang dikenakan pada penggunaan media sosial, beserta pungutan lain pada sistem pembayaran berbasis telepon (mobile money), akan ditinjau lebih lanjut dan aturan baru segera dirumuskan,” tutur Ruhakana dilansri Cbsnews.com.

Baca Juga:
Pengusaha dan Otoritas Pajak Bersengketa, Kemenkeu Diminta Intervensi

Aturan pajak yang diusung Presiden Uganda Yoweri Museveni dengan memberlakukan tarif UGX200 atau Rp766 ini berlaku sejak awal Juli 2018. Pengguna media sosial harus membayar pajak tersebut agar bisa mengakses media sosial di telepon selulernya.

Pertimbangan presiden yang telah memerintah sejak 1986 itu dalam memberlakukan jenis pajak ini adalah untuk mengurangi pinjaman luar negeri, sekaligus menjadi penambah anggaran pemerintah dalam membiayai proyek infrastruktur besar, seperti memperbaiki kondisi jalan yang sudah berlubang.

Namun, para aktivis justru memiliki pandangan yang berbeda dengan pertimbangan pemerintah dalam memberlakukan pajak media sosial. Aktivis menilai pajak itu hanya akan membatasi kebebasan warga dalam menggunakan media, serta membatasi cara mengkritik pemerintah. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 08:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Resmi Mulai Kenakan Bea Masuk Atas Barang Kanada, Meksiko, China

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan