UU CIPTA KERJA

Tidak Lagi 2% Per Bulan, Ini Skema Baru Sanksi Pasal 19 UU KUP

Nora Galuh Candra Asmarani | Selasa, 06 Oktober 2020 | 13:56 WIB
Tidak Lagi 2% Per Bulan, Ini Skema Baru Sanksi Pasal 19 UU KUP

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Skema sanksi administrasi yang ada dalam Pasal 19 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengalami perubahan.

Perubahan tersebut sudah dimuat dalam klaster Perpajakan RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU pada Kamis (5/10/2020). Simak artikel 'DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ada Klaster Perpajakan'.

“Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan … sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 … diubah,” demikian penggalan bunyi Pasal 113 RUU Cipta Kerja, dikutip pada Selasa (6/10/2020).

Baca Juga:
Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas

Pengenaan sanksi dalam Pasal 19 UU KUP diberikan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau SKPKBT, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali – yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah – pada saat jatuh tempo pelunasan, tidak atau kurang dibayar.

Dalam Pasal 19 ayat (1) UU KUP yang baru (sesuai ketentuan UU Cipta Kerja), atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk seluruh masa.

Besaran sanksi administrasi berupa bunga itu dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak. Bunga dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Baca Juga:
Coretax: Wajib Pajak Berhak untuk Tidak Memakai Data Prepopulated

Kemudian, dalam Pasal 19 ayat (2) UU KUP disebutkan jika wajib pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Sebelumnya sanksi administrasi yang dikenakan berupa bunga 2% per bulan dan tidak ada klausul mengenai dikenakan paling lama 24 bulan.

Selanjutnya, pada Pasal 19 ayat (3) UU KUP diubah. Ayat ini mengatur saat wajib pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang.

Baca Juga:
Status PKP Dicabut karena Telat Lapor SPT? Begini Penjelasan Fiskus

Atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenai bunga sebesar tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan. Bunga dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut.

Bunga dikenakan paling lama 24 bulan serta bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan. Dalam ketentuan sebelumnya, pengenaan bunga sebesar 2% per bulan dan tidak ada klausul mengenai dikenakan paling lama 24 bulan.

“Tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh menteri keuangan … dihitung berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi,” demikian penggalan bunyi Pasal 19 ayat (4) UU KUP yang dimuat dalam UU Cipta Kerja. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax DJP Bakal Batasi Pelaporan SPT Tahunan Berbentuk Kertas

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:30 WIB CORETAX SYSTEM

Coretax: Wajib Pajak Berhak untuk Tidak Memakai Data Prepopulated

Kamis, 17 Oktober 2024 | 11:30 WIB KP2KP SIDRAP

Status PKP Dicabut karena Telat Lapor SPT? Begini Penjelasan Fiskus

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN