Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Validasi dilakukan tidak hanya terhadap NPWP orang pribadi, tetapi juga NPWP perusahaan (badan). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (1/11/2023).
Otoritas menyatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi dan NPWP badan dilakukan validasi kepada Ditjen Pajak (DJP). Terlebih, saat implementasi penuh penggunaan NPWP 16 digit, NPWP perusahaan turut terdampak.
“DJP yang akan memvalidasi elemen data kependudukan NPWP orang pribadi ke Dukcapil dan elemen data pendirian badan hukum dan badan usaha ke Kemenkumham,” tulis DJP dalam laman resminya.
DJP menjelaskan wajib pajak badan yang terdaftar dengan NPWP 15 digit sampai dengan 31 Desember 2023 akan diberikan NPWP 16 digit. Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam PMK 112/2022. Formatnya adalah angka ‘0’ + 15 digit NPWP lama dari badan.
Selain mengenai validasi NPWP perusahaan, ada pula ulasan terkait dengan perdagangan melalui sistem elektronik. Kemudian, ada bahasan tentang terbitnya aturan teknis yang memuat petunjuk pelaksanaan penelitian ulang di bidang kepabeanan.
Sesuai dengan PMK 112/2022, wajib pajak orang pribadi bukan penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah menggunakan NPWP 16 digit. Simak pula ‘NPWP Cabang Bakal Dihapus, DJP: Gantinya Bukan NPWP 16 Digit’.
“Wajib pajak badan yang diberikan NPWP 16 digit tersebut, telah sebelumnya dilakukan penelitian oleh DJP untuk memastikan NPWP 15 digit atas wajib pajak badan tersebut telah valid,” tulis DJP dalam laman resminya. (DDTCNews)
Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) PMK 112/2022, dalam penggunaan NPWP 16 digit, dirjen pajak menyampaikan klarifikasi kepada wajib pajak badan. Penyampaian klarifikasi yang dimaksud berupa data alamat pos elektronik dan nomor telepon seluler.
Ada pula permintaan klarifikasi berupa data alamat tempat kedudukan wajib pajak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya. Kemudian, klarifikasi data mengenai klasifikasi lapangan usaha (KLU) dari wajib pajak.
Penyampaian permintaan klarifikasi oleh dirjen pajak dilakukan melalui laman DJP, alamat pos elektronik wajib pajak, contact center DJP, dan/atau saluran lainnya yang ditentukan oleh dirjen pajak. Simak pula ‘Wajib Pajak Baru Masih Diberi NPWP Ini, Validasi Langsung dengan NIK’. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan petunjuk pelaksanaan penelitian ulang di bidang kepabeanan. Petunjuk pelaksanaan tersebut tertuang dalam PER-18/BC/2023 yang menjadi turunan dari PMK 78/2023. Beleid tersebut sudah mulai berlaku sejak 21 Oktober 2023.
Penelitian ulang dilakukan terhadap pemberitahuan pabean impor (PPI) dan pemberitahuan pabean ekspor (PPE) yang telah lebih dari 30 hari terhitung sejak tanggal pendaftaran. Penelitian ulang dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran PPI atau PPE.
Penelitian ulang terhadap PPI dilakukan terkait dengan tarif dan/atau nilai pabean. Sementara itu, penelitian ulang terhadap PPE dilakukan atas tarif bea keluar; harga ekspor; jenis barang ekspor; dan/atau jumlah barang ekspor.
Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) mulai wajib menyampaikan berbagai data dan informasi terkait dengan transaksi ke Badan Pusat Statistik (BPS). Penyampaian data dan informasi tersebut dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala BPS Nomor 4/2023.
“Peraturan BPS ini adalah milik kita bersama, bukan hanya milik pemerintah. Ini adalah milik seluruh pihak yang berkepentingan terhadap kemajuan perdagangan melalui sistem elektronik yang kita cintai ini," katanya Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Data dan informasi yang wajib disampaikan antara lain keterangan umum perusahaan, tenaga kerja, pendapatan dan pengeluaran, kategori produk, kategori wilayah, transaksi, metode pembayaran, serta jumlah penjual dan pembeli. PPMSE juga bisa secara sukarela menyampaikan data lainnya.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menuturkan ada 7 kategori PPMSE yang wajib menyampaikan data ke BPS, yaitu marketplace, social commerce, electronic retail, daily deals, classified atau iklan baris online, pembanding harga, dan ride hailing. (DDTCNews/Kontan)
DJP sedang menyiapkan mekanisme pengawasan guna menguji kebenaran dari pembayaran PPN oleh para pemungut PPN produk digital dalam PMSE yang telah ditunjuk. Kanwil DJP Jakarta Khusus Irawan sistem pengawasan diperlukan agar PPN yang disetorkan sejalan dengan jumlah transaksinya.
"Mungkin perlu kerja sama dengan banyak pihak ya, dengan perbankan, dengan Kominfo, dengan yang bisa memetakan transaksi mereka seperti apa. Ini perlu waktu," ujar Irawan.
Pada saat yang sama, Kanwil DJP Jakarta Khusus melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Badan dan Orang Asing (Badora) juga bertugas menindaklanjuti pelaku usaha PMSE yang sudah memenuhi threshold untuk ditunjuk sebagai pemungut produk digital dalam PMSE. (DDTCNews)
Dokumen yang digunakan selama proses perundingan advance pricing agreement (APA) tidak akan menjadi landasan untuk memeriksa wajib pajak.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional DJP Didit Hariyanto mengatakan dokumen wajib pajak akan dikembalikan dan tidak akan diberikan kepada pemeriksa di KPP jika APA gagal tercapai.
"Itu rahasia. Ketika pemeriksa minta, tidak akan kami beri. Ketika KPP minta, tidak akan kita kasih. Itu adalah rahasia yang dimiliki oleh Direktorat Perpajakan Internasional. Ini kepastian hukum bagi wajib pajak,” katanya. Simak ‘DJP: Data dalam Perundingan APA Tak Bisa Dipakai untuk Pemeriksaan’.
Dalam hal APA tercapai, Direktorat Perpajakan Internasional hanya akan menyampaikan informasi mengenai poin-poin penting dari kesepakatan yang sudah tercapai. Data yang digunakan sepanjang proses perundingan APA tetap dirahasiakan. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.