Ilustrasi. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Banyak wajib pajak yang mengeluhkan tidak bisa diaksesnya aplikasi e-bupot.
Keluhan yang disampaikan melalui Twitter tersebut direspons contact center Ditjen Pajak (DJP). Kring Pajak memohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami masyarakat atau wajib pajak yang menggunakan aplikasi e-bupot.
“Terkait kendala e-bupot, saat ini sedang dalam penanganan oleh tim terkait. Silakan dicoba kembali akses melalui laman http://ebupot.pajak.go.id ya,” cuit akun @kring_pajak, Senin (8/11/2021).
Kring Pajak juga menyarankan untuk mencoba beberapa langkah sebelum mengakes e-bupot. Langkah yang dimaksud, pertama, clear cache & cookies pada browser. Kedua, gunakan private atau incognito window.
Ketiga, gunakan browser atau komputer lainnya. Keempat, untuk mengakses e-bupot, dapat juga mengunjungi langsung laman http://ebupot.pajak.go.id. Kelima, coba akses laman DJP Online secara berkala.
Seperti diketahui, melalui KEP-368/PJ/2020, semua wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan Pasal 6 dari PER-04/PJ/2017 sudah langsung diwajibkan membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan secara elektronik melalui e-bupot mulai masa pajak September 2020. Simak ‘Mulai Hari Ini, Seluruh Pemotong PPh Pasal 23/26 Wajib Pakai E-Bupot’.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 12 PER-04/PJ/2017, implementasi ketentuan – terutama terkait dengan kewajiban penggunaan e-bupot – dilakukan secara bertahap. Implementasi secara bertahap itu dijalankan melalui penerbitan kepdirjen pajak.
Sebelum dikeluarkannya KEP-368/PJ/2020, dirjen pajak telah beberapa kepdirjen, mulai dari KEP-178/PJ/2017, KEP-178/PJ/2018, KEP-452/PJ/2016, KEP-599/PJ/2019, KEP-652/PJ/2019, hingga KEP-269/PJ/2020 yang ditetapkan pada 10 Juni lalu.
Adapun dengan terbitnya KEP-368/PJ/2020, semua wajib pajak wajib membuat SPT masa PPh Pasal 23/26 dan membuat bukti pemotongan sesuai dengan PER-04/PJ/2020 apabila telah memenuhi ketentuan pasal 6 dari perdirjen pajak tersebut.
Sesuai dengan Pasal 6 PER-04/PJ/2017, persyaratan pemotong pajak yang harus menggunakan SPT masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk elektronik antara lain pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23/26 dalam satu masa pajak.
Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti pemotongan. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik. Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar. Persyaratan tersebut tidak bersifat akumulatif. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.