PEMILU 2024

Thomas Lembong Sebut Pajak Karbon Bisa Ciptakan Keadilan

Dian Kurniati | Senin, 22 Januari 2024 | 10:52 WIB
Thomas Lembong Sebut Pajak Karbon Bisa Ciptakan Keadilan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pajak karbon menjadi isu yang turut disinggung secara terbatas oleh ketiga cawapres dalam debat keempat capres-cawapres pada Minggu (21/1/2024).

Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar memandang pajak karbon dapat menjadi instrumen yang penting untuk mencapai transisi energi. Menurutnya, pajak karbon perlu segera diterapkan bersamaan dengan kebijakan transisi energi untuk menurunkan produksi emisi karbon.

“Implementasi pajak karbon dilakukan secepat-cepatnya sekaligus transisi energi baru terbarukan dijalankan,” ujarnya dalam debat, dikutip pada Senin (22/1/2024).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Dalam kesempatan tersebut, Muhaimin Iskandar juga menyayangkan adanya penundaan implementasi pajak karbon yang sejatinya sudah diatur dalam undang-undang.

Dalam wawancara eksklusif dengan DDTCNews, Co-captain Timnas Anies-Muhaimin Thomas Lembong turut menyinggung rencana penerapan pajak karbon. Dia menjelaskan secara umum pengenaan pajak karbon akan membuat harga karbon ikut naik.

Dengan skema kebijakan ini, pajak akan berperan sebagai disinsentif sehingga hak untuk menciptakan emisi atau berpolusi bakal lebih mahal. Simak pula ‘Jangan Lewatkan! Wawancara Eksklusif 3 Tim Capres Bicara Soal Pajak’.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Tidak hanya berpihak pada lingkungan, lanjutnya, pajak karbon juga dapat menjadi instrumen untuk menciptakan keadilan. Alasannya, orang kaya biasanya menghasilkan lebih banyak emisi karbon sehingga pajak yang dibayarkan juga besar.

“Pajak karbon bakal cenderung progresif karena yang punya emisi karbon lebih tinggi biasanya dari orang-orang kaya. Yang pakai mobil gede, yang hidup di rumah besar dengan AC banyak, dan yang sering pelesiran," ujarnya.

Thomas mengestimasi emisi karbon yang dihasilkan suatu keluarga kaya bahkan ekuivalen dengan 100 atau 200 keluarga miskin. Oleh karena itu, pajak karbon menjadi contoh kebijakan yang rasional untuk diterapkan.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Namun, rencana penerapan jenis pajak karbon masih membutuhkan konsultasi publik dari pakar, ahli, pelaku usaha, dan organisasi masyarakat agar transparan. Hal ini termasuk pemilihan istilah. Pajak karbon nantinya dapat juga disebut denda karbon karena masyarakat cenderung tidak suka dipajaki.

"Mereka yang emisi karbonnya lebih banyak harus membayar denda karbon," imbuhnya.

Ketentuan pajak karbon telah dimuat dalam Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Implementasi pajak karbon dinilai sebagai bagian dari upaya pengendalian emisi karbon. Pajak karbon semua direncanakan berlaku mulai 1 April 2022, tapi hingga saat ini belum terimplementasi.

Pada tahapan awal, pajak karbon akan dikenakan pada PLTU batu bara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Pajak karbon dikenakan menggunakan mekanisme cap and trade. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja