TAX CORNER IAI

Ternyata Penerapan PPN Ekonomi Digital Masih Menyisakan Tantangan

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 30 Oktober 2020 | 17:24 WIB
Ternyata Penerapan PPN Ekonomi Digital Masih Menyisakan Tantangan

Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat memaparkan materi dalam Tax Corner bertajuk Perkembangan Terkini Pemajakan Internasional atas Ekonomi Digital. (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas ekonomi digital semakin krusial. Namun, baik penerapan PPN maupun PPh atas ekonomi digital masih dilingkupi tantangan dan permasalahan.

Partner Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan kendati saat ini sudah terdapat 65 negara yang telah menerapkan PPN atas impor digital, masih terdapat permasalahan yang belum diketahui solusinya di tingkat multilateral.

Bawono menjelaskan International VAT/GST Guideline membagi skema penentuan yuridiksi yang mendapatkan hak pemajakan PPN menjadi dua, yaitu business to business (B2B) dan business to customer (B2C). Adapun permasalahan yang terjadi lebih berkaitan dengan skema B2C.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

“Skema B2C melihat usual residence yang tergantung pada model bisnis seperti internet protocol (IP) address, billing address, lembaga keuangan/metode pembayaran, dan SIM card. Ada potensi pemajakan berganda jika setiap negara menetapkan kriteria usual residence yang berbeda-beda,” ungkapnya dalam acara Tax Corner, Jumat (30/10/2020)

Misalnya, ada pemasok asing dari Amerika Serikat memiliki IP address di Australia dan billing address (alamat tagihan) di Indonesia, tetapi menggunakan credit card yang terdaftar di Bank Singapura. Ketiga negara tersebut ternyata menetapkan IP address, billing address, serta lembaga keuangan sebagai usual residence.

Dalam kondisi tersebut, masih sulit untuk menetapkan negara mana yang memperoleh hak pemajakan PPN. Pasalnya, sistem PPN tidak memiliki mekanisme debat dual residence seperti tie breaker rule yang ada dalam PPh.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

“Bahkan beberapa kali ada akademisi yang menyerukan sudah saatnya PPN punya VAT Model atau P3B ala PPN karena selama ini P3B hanya menyasar pajak langsung seperti PPh dan sejenisnya,” ungkap Bawono

Bawono selanjutnya memaparkan estimasi dampak penerimaan pajak dari penerapan blueprint ekonomi digital OECD. Dia menuturkan penerapan pilar pertama dan kedua pemajakan ekonomi digital secara total akan menambah penerimaan pajak dari perusahaan global sebesar 1,9% - 3,2% atau US$47 - 81 miliar.

Penerapan pilar pertama pajak digital diestimasi akan lebih menguntungkan negara berpenghasilan rendah. Sementara itu, penerapan pilar kedua diestimasi lebih menguntungkan negara berpenghasilan tinggi. Namun, penerapan kedua pilar tersebut tetap berpengaruh positif pada negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia.

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Estimasi tersebut berdasarkan pada laporan yang dipublikasikan OECD. Bawono berujar laporan tersebut juga menyatakan jika langkah unilateral pajak digital akan membuat produk domestik bruto (PDB) global turun lebih dari 1% setiap tahun.

Terkait dengan upaya pencapaian konsensus global, dalam kesempatan itu Bawono memaparkan beberapa aspek seperti isu kedaulatan pajak dan politik ekonomi, pajak transaksi elektronik, perdagangan internasional, hingga kesiapan instrumen pendukung pajak digital dan peran OECD di masa mendatang.

Adapun acara Tax Corner bertajuk Perkembangan Terkini Pemajakan Internasional atas Ekonomi Digital ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) bersama Ditjen Pajak (DJP). (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja